Konten Media Partner

Akses Jalan ke Lumbung Pertanian Lembata di Jalur Tengah Rusak Parah

13 Februari 2022 10:23 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto : Salah satu akses jalan di jalur Tengah Lembata yang tampak rusak parah. Foto : T. Aloysius Bestol
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Salah satu akses jalan di jalur Tengah Lembata yang tampak rusak parah. Foto : T. Aloysius Bestol
ADVERTISEMENT
LEMBATA - Daerah jalur tengah di Lembata seperti Desa Bakalerek, Paubokol, Belobatang dan Uruor terkenal dengan hasil pertanian melimpah.
ADVERTISEMENT
Salah satu lumbung pangan terbaik di Lembata ini terkenal memiliki beragam hasil pertanian seperti jagung, ubi, sayur-sayuran, kemiri, buah-buahan, beraneka tanaman holtikultura dan teranyar tanaman porang.
Selain untuk makan, hasil pertanian ini biasa dipasarkan di Kota Lewoleba. Akan tetapi, produktivitas pertanian disana tidak sebanding dengan infrastruktur jalan. Jalur tengah masih sangat terisolasi.
Ruas jalan di wilayah ini memprihatinkan. Jalannya sempit, licin, berpasir, berbatu, berlumpur dengan medan yang berliku-liku dan penuh tanjakan.
Di saat musim hujan, situasinya bahkan lebih parah, muncul banyak kubangan berlumpur.
Akses jalan antar kampung atau menuju ke Kota Lewoleba bisa saja putus total. Ini menyulitkan warga mengangkut komoditi dari kampung ke pasar di Kota Lewoleba atau bahkan keluar pulau. Dampak ekonomi dari keadaan infrastruktur seperti ini cukup dirasakan warga.
ADVERTISEMENT
Padensius Rimon, seorang supir mobil pikap dari desa Belobatang, merupakan salah satu warga yang merasakan dampak dari infrastruktur yang buruk.
Setiap pagi, Rimon mengangkut komoditi pertanian milik warga Belobatang untuk dibawa ke pasar Pada, Lewoleba. Dia memberi tarif Rp 10 ribu per karung komoditi dan Rp 60 ribu per penumpang.
Jarak Belobatang-Lewoleba hanya 13 kilometer. Tapi, karena jalannya rusak berat, waktu tempuhnya lebih lama. Dia bisa menghabiskan waktu 2 jam untuk bisa sampai ke Kota Lewoleba. Pengeluaran untuk operasional mobil juga cukup besar.
"Ban mobil saja tidak sampai satu bulan harus ganti," katanya, Sabtu (12/2). Sementara, harga satu ban mobil mencapai Rp 750 ribu.
Sudah dua tahun, Rimon melayani para petani di desa Belobatang yang mau menjual produksi pertaniannya.
ADVERTISEMENT
Dia berharap pemerintah tidak tutup mata dengan situasi jalur tengah yang masih terisolasi.
Kalau pemerintah tak sanggup memperbaiki keseluruhan jalan, Rimon hanya minta tiga titik jalur kritis yang selalu sulit dilewati mobil yakni di daerah Nuba, Kasawako dan Klibang.
"Kalau bisa perbaiki tiga titik itu saja dulu," ujarnya.
Sekretaris desa Belobatang, Zakarias Djuang, punya harapan yang sama supaya pemerintah bisa membuka akses di wilayah jalur tengah yang semakin terisolasi saat musim hujan.
Menurutnya, infrastruktur yang buruk berdampak secara ekonomi kepada masyarakat yang mayoritasnya adalah petani. Biaya akomodasi komoditi ke pasar juga otomatis meningkat.
"Kalau tiba-tiba longsor, atau di wilayah yang rawan jalannya rusak, orang tidak bisa berjualan lagi," katanya.
Bupati Lembata Thomas Ola menerangkan ruas jalan di desa Paubokol dan sekitarnya nantinya tidak diperbaiki dengan dana Pinjaman Ekonomi Nasional (PEN), melainkan dengan memanfaatkan dana bencana alam yang kemungkinan dikucurkan di Kabupaten Lembata senilai Rp 16 miliar lebih.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, pemerintah daerah juga telah mengusulkan pengalihan status jalan dimaksud menjadi jalan negara, dari sebelumnya berstatus jalan kabupaten.