Aksi Demo Mahasiswa Kupang Tolak Omnibus Law dan Uang Kuliah di Masa COVID-19

Konten Media Partner
22 Juli 2020 22:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi demo Aliansi Mahasiswa Kota Kupang, Rabu (22/7/2020). Foto: istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Aksi demo Aliansi Mahasiswa Kota Kupang, Rabu (22/7/2020). Foto: istimewa.
ADVERTISEMENT
KUPANG- Aliansi Mahasiswa Kota (AMPK) Kupang yang tergabung dalam LMND-Dewan Nasional Eks Kota Kupang dan Himpunan Mahasiswa Timor Politani (Himatpol) melakukan aksi mimbar bebas di depan kantor DPRD NTT, Rabu (22/7/2020).
ADVERTISEMENT
Dalam aksinya, mahasiswa menentang pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan uang kuliah tunggal (UKT) di tengah pandemi COVID-19.
Koordinator aksi, Yufen Bria, mengatakan Omnibus Law merupakan manifestasi dari kepentingan pengusaha. Kebijakan tersebut bukan hanya akan meningkatkan iklim investasi, perampasan lahan, eksploitasi terhadap kelas buruh dan sebagainya, namun juga akan melemahkan posisi kaum buruh dan rakyat tertindas secara keseluruhannya.
Investasi yang digenjot untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sejatinya hanya untuk menyelamatkan krisis kapitalisme dan hanya menguntungkan para pemodal.
Menurut dia, kelesuan ekonomi global memaksa pemerintah Jokowi untuk mengeluarkan RUU Cipta Lapangan Kerja, UMKM, dan peerpajakan yang dibungkus dengan Omnibus Law, akan mengorbankan hah-hak rakyat dan mempersempit ruang demokrasi rakyat.
ADVERTISEMENT
"Rakyatlah yang akan menjadi tumbal atas kepentingan investasi," tegasnya.
Aktivis LMND-DN, Cymer Radja dalam orasi politiknya mengatakan, Omnibus Law merupakan paket kebijakan yang di buat rezim Jokowi-Ma'aruf untuk memuluskan investasi semakin eksis di Indonesia. Hak ini diperparah lagi di beberapa point RUU Cipta Lapangan Kerja yang menyebut tidak ada cuti haid dan cuti bersalin bagi buruh perempuan.
"Ini merupakan bentuk nyata eksploitasi dari sistem yang di buat oleh kapitalisme. Sehingga hak-hak normatif berupa pemenuhan kebutuhan pokok dan kesejahteraan sama sekali tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah hari ini," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Himatpol, Jones Uluk, menambahkan, Omnibus Law sengaja dibuat oleh rezim hari ini agar penguasaan SDA Indonesia bisa diraup habis oleh investor.
ADVERTISEMENT
Melalui legitimasi Omnibus Law, kata dia, kapitalis akan melipatgandakan akumulasi modalnya, seperti perampasan wilayah pesisir pantai, lahan rakyat kecil, dan hutan lindung.
"Ini akan menjadi praktik nyata yang akan dilakukan oleh koorporasi-koorporasi kapital melalui legitimasi pengesahan Omnibus Law," katanya.
Hal ini diperparah dengan kebijakan kampus negeri maupun swasta yang mengharuskan mahasiswa agar melakukan registrasi dimasa pandemi covid-19, tanpa melihat kondisi ekonomi orangtua mahasiswa yang terdampak covid-19.
"Masa lockdown, seperti pasar-pasar yang ada di perkampungan semua ditutup dengan dalil menghindari penularan virus corona. Ini akan berdampak pada minimnya pendapatan ekonomi orangtua. Tetapi, hal ini sama sekali tidak pernah dipikirkan oleh setiap pimpinan kampus untuk mengeluarkannya kebijakan yang bisa memotong atau meringankan pembayaran registrasi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia menyerukan kepada seluruh mahasiswa NTT dan seluruh rakyat tertindas lainnya agar mampu mengorganisirkan diri bersama-sama menolak dengan tegas terhadap pengesahan Omnibus Law dan penolakan pembayaran registrasi ditengah pandemi covid-19.
Berikut 9 tuntutan mahasiswa :
1. Stop eksploitasi terhadap buruh dan berikan upah layak
2. Tolak Omnibus Law dan fokus tangani COVID-19
3. Stop PHK masal terhadap buruh
4. Tolak kebijakan kampus yang merugikan mahasiswa
5. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis
6. Ringankan pembayaran registrasi di tengah pandemi COVID-19
7. Tolak biaya rapid tes
8. Selesaikan persoalan agraria di NTT
9. Stop intimidasi dan represif terhadap gerakan rakyat.