Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten Media Partner
Budidaya Rumput Laut di Pailolon, Lembata, Terhenti Akibat Serangan Penyakit
25 Januari 2021 20:08 WIB
ADVERTISEMENT
LEMBATA-Sudah hampir setahun warga Desa Palilolon, di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata tidak melakukan aktivitas budidaya rumput laut.
ADVERTISEMENT
Biasanya aktivitas budidaya tersebut dilakukan setiap bulan, namun karena serangan penyakit ice-ice dan predator laut seperti ikan dan penyu menyebabkan para petani sendiri kewalahan.
Dikatakan salah satu petani rumput laut asal desa Palilolon, Muhamad Nur, Minggu (24/1/2021) siang bahwa, mandeknya usaha budidaya karena adanya serangan penyakit ice-ice dan predator laut.
"Kami kewalahan sudah mau satu tahun ini. Kita ikat rumput laut tapi nanti kena penyakit yang buat dia jadi putih dan hancur macam bubur, belum lagi ada ikan dan penyu yang makan. Urus itu barang tidak gampang le", ungkap Muhamad.
Jika tahun 2019 hasil budidaya rumput laut cukup baik, di tahun 2020 hasil panennya menurun drastis.
Kondisi ini bukan saja membuat dilema para petani rumput laut, tetapi juga menimbulkan dampak ekonomi bagi mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, rata-rata masa normal hasil panen per orang mencapai 6 juta rupiah, namun karena masalah ekologis sehingga pendapatan menjadi anjlok.
"Kami di kampung sini kalau tahun lalu dari April 2019 -April 2020 itu kita hasil lumayan. Satu keluarga kalau kuat ikat rumput laut itu kadang 100 tali ris, dan bisa timbang lalu terima uang 5-6 juta satu kali panen itu. Tapi sudah dari April 2020 hingga 2021 ini kami tidak tanam. Mau coba buat lagi tapi masalahnya penyakit dan nanti ikan makan tu", tambahnya.
Selain itu, harga jual juga turut memberi dampak, pasalnya tidak ada standar harga yang tetap, sehingga animo para petani rumput laut terkadang dilema.
"Sebenarnya usaha ini bagus tapi kadang juga harga tidak pasti. Tapi tidak apa-apa intinya kita jual. Kadang harga naik itu sampai 20 ribu, tapi ada yang turun juga sampai 15 ribu", katanya.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama dikatakan Hasan Basir, warga Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Lembata, Minggu (24/1/2021) sore.
Menurutnya, sudah setahun dirinya berhenti menggeluti usaha budidaya rumput laut karena bibitnya diserang penyakit dan predator.
"Saya terpaksa tidak mau urus lagi. Saya sudah berhenti lama kerja rumput laut itu. Setiap bulan pasti ada penyakit yang kena, ikan juga nanti makan semua itu bibit. Kita rugi banyak itu", ujar Basir.
Selain itu, Basir juga mengeluhkan penurunan harga jual rumput laut yang terjadi beberapa bulan pada musim panen 2019-2020.
"Harga rumput laut di bulan Mei-Agustus 2019 itu turun jauh sampai 15 ribu ketika ada orang datang timbang di lokasi pantai. Pernah tinggi sampai 25 ribu itu dulu bulan Agustus-Oktober 2019", ujar Basir.
ADVERTISEMENT
Dia juga mengatakan, harga tersebut belum bisa menutup biaya produksi yang terdiri dari mengikat bibit rumput laut, memasang di pantai, memanen, hingga menjemur.
"Untuk harga pasang bibit saja 20 ris (panjang tempat memasang rumput laut.red) itu Rp 10.000, belum ongkos panen, belum beli tali rafiahnya, dan bersihkan tali bekas yang telah di panen", tambahnya.
Karena itu, dia mengharapkan perlu ada perhatian serius dari pemerintah daerah dalam bentuk pengadaan bibit yang lebih murah bagi petani, standar harga yang seimbang serta ketersediaan pasar.
"Saya harap juga pemda kita harus bisa atur semua itu. Mulai dari bibit yang agak murah, atur harga lalu siapkan kami pasar yang bisa mau ambil hasil ini, kalau tidak maka kita jual saja di papalele mereka. Kalau itu kami juga dapatkan maka saya mau lagi kerja rumput laut. Kalau tidak maka begini saja", harapnya.
ADVERTISEMENT