Dampak Kemarau Panjang, Petani di Desa Meler, NTT, Terancam Gagal Panen

Konten Media Partner
12 September 2020 17:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi tanaman padi di persawahan Desa Meler yang kering akibat kemarau panjang. Foto: Engkos Pahing.
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi tanaman padi di persawahan Desa Meler yang kering akibat kemarau panjang. Foto: Engkos Pahing.
ADVERTISEMENT
RUTENG - Sekitar 115 hektar sawah di Lingko Ngaung, daerah pariwisata Lingko Lodok (persawahan laba-laba) di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, terancam gagal panen. Sebab debit air yang bersumber dari mata air Wae Moro semakin kecil akibatnya kekeringan yang melanda wilayah itu.
ADVERTISEMENT
Kepada media ini Jumat (11/9/2020) Veronika Oni (52) petani desa itu mengeluh lantaran sawah seluas setengah hektar miliknya terancam gagal panen. Padi berumur dua bulan yang ditanam bulan Juli lalu sudah mulai menguning dan kering akibat ketiadaan air.
Veronika mengaku mengalami kesulitan untuk menjaga kestabilan ekonomi rumah tangganya. Sebab ia harus membiayai dua orang anaknya yang sedang kuliah di Kota Yogyakarta dan SMA di Kota Ruteng. Pasalnya, hasil panen sawah satu-satunya sumber untuk membiayai kedua buah hati.
“Sedih sekali karena tidak panen lagi tahun ini. Di rumah tidak ada stok beras. Bapak (suami, red) sudah meninggal dua bulan lalu setelah menanam padi di sawah. Bapak sakit karena jaga air di sawah sampai jam dua (2) subuh selama dua hari. Sejak itu Bapak sudah mulai sakit dan lemas dan akhirnya meninggal dunia,” kisah Veronika kepada sejumlah awak media di rumah keluarganya di Kampung Meler.
ADVERTISEMENT
Veronika mengaku, dirinya sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah desa maupun pemerintah daerah Manggarai agar bisa memperhatikan kehidupan ekonomi keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ia terpaksa menjual kue di sekitar kampungnya.
“Semoga kalau memang pemerintah melihat (memperhatikan) saya. Tahun lalu 2019 saya dapat bantuan 50 kilogram beras dari dinas sosial karena alami gagal panen juga. Hasil panen kami untuk makan dan dijual untuk ongkos anak sekolah,” pintanya.
Terpisah Penjabat Kepala Desa Meler, Robertus Unggut mengatakan bencana kekeringan yang menimpah petani di desa itu meningkat dari tahun sebelumnya. Hal tersebut karena debit air yang tidak besar.
Robertus merincikan area persawahan Lingko Lodok mempunyai luas 230 hektare. Dari luas tersebut sekitar 115 hektare berlokasi di Lingko Ngaung (bagian dari Lingko Lodok) Desa MelerMeler yang terancam gagal panen
ADVERTISEMENT
“Hampir setengah dari 230 hektar, yaitu sekitar 115 hektar di sini yang terancam gagal panen. Tahun lalu juga petani mengalami gagal panen. Beruntungnya dapat bantuan  beras sembilan ton lebih dari dinas sosial,” ujar Robertus.
Ia menjelaskan, pemerintah desa sempat berencana untuk melakukan peningkatkan debit air Wae Moro. Namun, rencana tersebut belum dapat dilakukan. Sebab debit air sangat kecil dibandingkan dengan luas persawahan.
“Untuk meningkatkan debit air sangat susah karena dari sumbernya memang kecil,” pungkas penjabat itu.
Robert berharap agar masyarakat di desanya bisa dapat bantuan dari dinas sosial seperti tahun 2019 lalu.
"Keadaan ini lebih buruk dari tahun 2019 lalu pak," tutup penjabat kades itu.
Kontributor: Engkos Pahing.
ADVERTISEMENT