Konten Media Partner

Dinas Nakertrans Sikka Tidak Tahu Ada 4 Sertifikat Tanah di Area HPL

22 November 2021 19:24 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keterangan foto: Sekertaris Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka, David Darong.
zoom-in-whitePerbesar
Keterangan foto: Sekertaris Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka, David Darong.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MAUMERE - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sikka mengaku pihaknya tidak megetahui informasi bahwa telah diterbitkannya sertifikat tanah kepada warga pemohon oleh BPN Kabupaten Sikka di area tanah HPL yang merupakan milik dari Nakertrans.
ADVERTISEMENT
Sekertaris Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka, David Darong yang ditemui media ini, Senin (22/11) pagi membenarkan, kepemilikan tanah HPL masih merupakan milik Nakertrans dibuktikan dengan adanya sertifikat nomor 004 dengan nama pemegang hak Departemen Transmigrasi, Pemukiman Perambah Hutan, dimana sertifikat tanah diterbitkan oleh BPN pada 30 Juni 1999.
Menurutnya, seharusnya pihak BPN Sikka tidak gegabah dengan menerbitkan sertifikat tanah kepada warga pemohon di area tanah HPL. Apalagi, pihak BPN Sikka mengantongi sertifikat tanah HPL sehingga tahu status kepemilikan dan keberadaan tanah HPL tersebut.
Ia mengaku pada saat warga Desa Kolisia mendatangi Kantor DPRD Sikka pada 8 Agustus lalu, dirinya tidak hadir karena sakit. Namun setelah itu, Kabid Transmigrasi bersama staf berangkat ke Desa Kolisia untuk mengecek keberadaan dan kondisi terkini tanah HPL di Dusun Nangarasong, Desa Kolisia.
ADVERTISEMENT
Lanjutnya, pada 3 minggu lalu, pihaknya mendatangi Kantor Desa Kolisia untuk menemui Kepala Desa. Kedatangan itu untuk meminta Pemdes Kolisia memfasilitasi pengisian data tanah HPL Nilupanda tersebut.
"Kami minta Pemdes Kolisia isikan datanya. Kira-kira lahan mana yang sudah dijual, dijual kepada siapa, pembelinya siapa, dijualnya kapan, status tanahnya bagaimana apakah sudah bersertifikat atau belum. Kami juga minta mereka isikan data ini," ungkap David Darong yang didampingi oleh Kepala Bidang Transmigrasi, Sirilus Betu,S.sos.
Menurutnya, jika data dimaksud telah disi, pihaknya bisa mengetahui kondisi terkini sehingga bisa dicari jalan keluar terbaik bagi masyarakat Desa Kolisia yang mana saat ini sudah menempati area tanah HPL.
Ditanya terkait penyerahan tanah dari masyarakat kepada pihak Nakertrans, kata David Darong, penyerahan itu terjadi pada tahun 1999 sebagaimana dibuktikan dengan sertifikat ertifikat nomor 004 dengan nama pemegang hak Departemen Transmigrasi, Pemukiman Perambah Hutan, dimana sertifikat tanah diterbitkan oleh BPN pada 30 Juni 1999.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan wawancara itu, Sekertaris Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka, David Darong juga meminta kehadiran dari mantan Kabid Tranmigrasi, Yeremias Dewa, S.Pt, M.P yang menurut David Darong mengetahui permasalahan dan keberadaan dari tanah HPL seluas 260 hektar di Desa Kolisia tersebut.
Mantan Kabid Tranmigrasi, Yeremias Dewa, S.Pt, M.P menuturkan, persoalan tanah HPL Kolisia, pada masa dirinya menjadi Kabid Transmigrasi, pada bulan Agustus, ada 4 orang warga datang ke Dinas Nakertrans. Saat itu, mereka datang untuk meyampaikan harapan mereka terkait lokasi tanah seluas 260 hektar di Kolisia.
"Mereka mengharapkan tanah itu dikembalikan ke masyarakat dengan sejumlah alasannya. Lalu saya mengarahkan mereka sebaiknya bersurat. Warga kemudian bersurat secara resmi kepada Kementerian Transmigrasi tembusan kepada Bupati Sikka, ke Provinsi dan ke sejumlah instansi terkait," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Lanjut Yeremias Dewa, inti dari surat tersebut, masyarakat meminta lokasi tanah HPL seluas 260 hektar dikembalikan kepada masyarakat yang berhak. Kemudian, menindaklanjuti surat masyarakat tersebut, pihaknya di Nakertrans pun mempelajari beberapa dokumen penting terkait tanah HPL.
Dokumen itu yakni, Berita Acara Penyerahan Tanah Suku oleh Kesatuan Adat Setempat pada 22 Juni 1996, SK HPL yang dikeluarkan Kementerian Agraria kepada Kementerian Transmigrasi, SK Pencadangan Tanah oleh Gubernur NTT, dan sertifikat tanah HPL nomor 004 dengan nama pemegang hak Departemen Transmigrasi, Pemukiman Perambah Hutan, dimana sertifikat tanah diterbitkan oleh BPN pada 30 Juni 1999.
Lanjutnya, pasca SK HPL keluar pada tahun 1999 sampai dengan sekarang, lokasi itu tidak termanfaatkan. Sehingga kemudian dengan kondisi ini, masyarakat Kolisia yang merasa punya hak datang ke Dinas Nakertrans dan meminta kalau bisa tanah ini dikembalikan kepada masyarakat.
Keterangan foto: Tanah HPL yang berlokasi di Kampung Nangarasong, Desa Kolisia. Foto: Mario WP Sina.
Ia mengaku, tanah HPL Kolisia memang telah dicadangkan sebagai lokasi HPL dan pada saat ini diokupasi atau masyarakat kembali masuk untuk menguasai lokasi itu. Dengan kondisi ini, sewaktu dirinya menjadi Kepala bidang sesuai arahan dari Kadis dan Sekertaris Nakertrans, pihaknya melakukan konsultasi ke provinsi dan ke pusat.
ADVERTISEMENT
"Ke provinsi dan ke pusat itu sama. Kita masih dalam tahap mengumpulkan dokumen sejarah tanah ini. Ada 4 dokumen yang penting yakni, Berita Acara Penyerahan Tanah Kesatuan Adat/Tanah Suku tanggal 22 Juni 1996 seluas 260 hektar oleh Kesatuan Adat, dokumen kedua SK Pencadangan oleh Gubernur NTT sesuai dengan SK tanggal 22 Agustus 1997, dokumen ketiga SK HPL dari Kementerian Negara Agraria dan dokumen keempat adalah sertifikat tanah. Sampai dengan saya meninggalkan jabatan Kabid Transmigrasi dan digantikan Pak Sirilus, ada 2 dokumen yang masih kami cari. Pertama, Berita Acara Penyerahan Tanah Suku oleh Kesatuan Adat dan SK Pencadangan oleh Gubernur NTT. Itu yang tidak ada pada kita," ungkapnya.
Lanjut Yeremias Dewa, sesuai konsultasi langsung ke Kepala Bidang urusan HPL Kementerian Transmigrasi dan PDT, pihaknya menyampaikan, akan bersurat ke pusat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang mengharapkan tanah HPL dikembalikan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Kami masih dalam pengumpulan dokumen terutama menyangkut riwayat lokasi. Kita kesulitan karena 2 dokumen itu belum ada. Kalau sudah ada 2 dokumen itu, maka bisa dikonsultasikan ke provinsi dan pusat terkait aspirasi masyarakat tersebut," ungkap Yeremias Dewa.