Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Kenang Pahlawan Lokal Saat HUT RI, Ini Respons Pemerhati Sejarah Kangae, Sikka
26 Agustus 2021 7:32 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
MAUMERE - Dalam rangka HUT ke-76 pada tanggal 17 Agustus 2021 lalu, Pemerintah Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka memperingati jasa para pahlawan. Para pahlawan yang ada di Kecamatan Kangae ada dua orang yakni Raja Nai dan Moa Teka.
ADVERTISEMENT
Raja Nai adalah seorang pahlawan dari Kangae Desa Mekendetung . Sementara Moan Teka berasal dari Desa Teka Iku. Orang di Kecamatan Kangae mengenal sosok keduanya sebagai tokoh pahlawan dari Kangae.
"Kami memilih background dalam undangan kedua tokoh yaitu Raja Nai dan Moan Teka untuk mengenang dan menghargai jasa pahlawan. Karena sesuai semboyan bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa para pahlawan," ungkap Camat Kangae, Yohanes Emil Sastriawan.
Dalam mengenang dan menghargai jasa para pahlawan lokal dalam konteks Perayaan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 2021 yang dilakukan di Desa Teka Iku, Kecamatan Kangae kabupaten Sikka Provinsi NTT membuat Pemerhati Sejarah dan Budaya Kerajaan Kangae angkat bicara.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya di beritakan bahwa pelaksanaan apel memperingati HUT ke-76 RI tingkat Kecamatan Kangae pada Selasa (17/8) bertempat di Halaman Kapela Wolomude, Desa Teka Iku. Alasannya karena Desa Teka Iku merupakan desa di Kecamatan Kangae yang merupakan wilayah zona Hijau COVID-19.
Selain itu, apel HUT ke-76 RI itu juga sekaligus sebagai momentum untuk mengenang dua pahlawan lokal Kangae yakni Raja Nai dan Moan Teka.
Terkait dua tokoh pahlawan lokal di wilayah Kecamatan Kangae, membuat Pederikus Yohanes, salah satu tokoh pemerhati sejarah Kerajaan Kangae ikut memberikan tanggapan.
Pederikus yang ditemui media ini pada Rabu (25/8) di kediamannya di Paurau, Desa Mekeng Detung, Kecamatan Kangae mengatakan bahwa harus mengetahui indikator yang kuat untuk menyematkan pahlawan kepada dua tokoh pahlawan lokal itu.
ADVERTISEMENT
“Berbicara tentang pahlawan, kita harus wajib menghormati sebagai orang tua dan nenek moyang kita. Tapi kita juga harus mengetahui indikator yang kuat untuk menempatkan mereka sebagai pahlawan," ungkap Pederikus.
Pria yang akrab disapa Moan Pede Yohanes menuturkan bahwa Raja Nai dihormati sebagai seorang pemimpin di Kerajaan Kangae. Sementara Moan Teka dihargai sebagai pahlawan karena dia berani berontak atau melawan Belanda untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat.
"Jadi pahlawan itu adalah Moan Teka. Kita yang lain harus mengetahui dalam konteks 17 Agustus itu berkaitan dengan mengusir para penjajah Belanda. Sementara Raja Nai dia adalah seorang Raja yang diberikan mandat oleh Kerajaan Belanda untuk memimpin Kerajaan Kangae," jelas Pederikus.
Moan Pede Yohanes menguraikan bahwa Raja Nai saat itu bekerja sama atau berkolaborasi dengan Belanda dan menjalankan program dari pemerintah Belanda. Dan segala hal yang berkaitan dengan masalah baik yang sudah diadakan maupun belum diadakan wajib harus ditaati oleh raja.
ADVERTISEMENT
"Karena itu harus diakui dia sebagai seorang pemimpin, seorang raja. Kepala pemerintahan punya kuasa. Berkuasa mempertahankan kekuasaan dan melonggarkan kekuasaan itu biasa. Tapi kalau dia harus diakui sebagai pahlawan maka indikatornya harus kuat. Tapi kalau Teka diakui menjadi pahlawan memang itu benar karena dia melawan Belanda untuk memperjuangkan hak-hak warga masyarakatnya," ucap Pederikus.
Pederikus mengatakan dalam penempatan sebagai pahlawan harus memberikan pembelajaran yang lurus supaya bisa dipahami. Karena bagaimanapun juga sejarah tidak bisa lari atau tidak bisa ditipu.
"Jadi yang diakui sebagai pahlawan itu adalah Moan Teka," ujar Pederikus.