Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Melihat dari Dekat Ritual Pemugaran Rumah Adat di Kampung Atawolo, Lembata
24 Oktober 2021 21:35 WIB
ยท
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
LEWOLEBA - Tiga ekor kambing dibawa ke tengah-tengah kerumunan di depan sebuah rumah adat yang baru selesai dipugar.
ADVERTISEMENT
Masing-masing kambing kemudian disembelih oleh tiga orang perwakilan Suku Namang Nalaulolo dengan sekali tebas pada leher kambing.
Semua orang menanti ritus ini. Alasannya, jika dalam sekali tebas, kepala kambing langsung putus maka itu pertanda leluhur merestui seluruh proses pemugaran rumah adat. Jika sebaliknya, maka dipercayai ada proses yang salah dalam pemugaran rumah adat.
Syukurlah, orang-orang bersorak gembira karena leluhur telah memberi tanda tak ada proses yang salah melalui tiga ekor kambing tersebut.
Ritual menyembelih kambing atau Belo Mehuen Mitenen merupakan satu dari sekian banyak ritual Heban Koker Suku Namang Nalaulolo atau pemugaran rumah adat Suku Namang Nalaulolo di kampung lama (Lewmolu) Atawolo, desa Lusilame, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata.
Secara fisik, rumah adat Suku Namang itu sudah selesai dipugar sehari sebelumnya. Namun, sejumlah ritual masih terus diselenggarakan dengan khidmat pada Selasa, 19 Oktober 2021.
ADVERTISEMENT
Sebab itu, sejak pagi hari, orang Atawolo mulai berbondong-bondong masuk ke dalam kampung lama yang berada di bukit yang dikelilingi hutan rimba dan dikeramatkan sebagai tanah leluhur orang Atawolo.
Di depan rumah adat, perwakilan 12 suku yang ada di Atawolo duduk bersila sambil memperhatikan sang Molan (dukun) memberi makan leluhur dengan beras dan sirih pinang yang diletakan pada wikingai (semacam mangkuk kecil dari anyaman lontar), dan tuak di dalam motok dan konok (bambu yang diisi tuak). Upacara ini disebut Etek Nakar.
Sembari memejamkan mata dan mendongakkan kepala ke langit, Sang Molan melantunkan doa-doa syukur dalam bahasa Lamaholot. Etek nakar merupakan upacara sakral. Tidak boleh ada suara-suara mencolok yang mengusik.
Selanjutnya, dilangsungkan salah satu ritus paling penting yakni Doka Tua Magu yang berarti membawa masuk leluhur ke dalam rumah adat yang sudah dipugar.
ADVERTISEMENT
Tugas ini dilaksanakan oleh Ata Kwinai, saudari perempuan dari Suku Namang Nalaulolo.
Ritual ini ditandai dengan memasukan barang-barang adat ke dalam Koker (rumah adat) yang selama rumah dipugar, barang-barang adat ini dikeluarkan sementara.
Seorang bapak sampai menitihkan air mata usai barang-barang adat itu dimasukan kembali ke dalam Koker.
"Terharu karena persiapannya cukup lama," ungkapnya singkat.
Ritual Heban Koker atau pemugaran rumah adat ini terakhir kali digelar pada tahun 1988 atau 33 tahun yang lalu. Proses persiapan Heban Koker dilakukan selama setahun berdasarkan petunjuk-petunjuk dari Sang Molan.
Tahun ini, Heban Koker berhasil mengumpulkan kembali sekitar 800-an orang dari 12 suku yang berasal dari Atawolo, baik yang ada di Lembata maupun yang ada di perantauan.
ADVERTISEMENT
"Koker atau rumah adat kami sudah rusak maka kami harus bangun baru lagi. Prosesnya mulai duduk rencana sama-sama kapan gelar acara ini, lalu tahapan ini kita minta dukun (molan) bisa berikan petunjuk, lalu mulai dengan upacara di depan rumah yang mau dibongkar, fondasi dan sampai atap," papar Ben Namang.
Setelah Doka Tua Magu, para kepala suku kembali duduk melingkar di depan rumah adat. Kepada mereka akan disuguhkan makanan adat berupa nasi dan daging yang hanya direbus tanpa racikan bumbu apa pun. Ritus ini disebut Lagan Kapitan Kabelek.
Rumah adat (koker) memang berbeda dengan rumah biasa. Koker punya fungsi sosial mengumpulkan sesama anggota dalam suku saat seremonial adat apa saja.
Biasanya, setiap tahun pada bulan Maret dan April, para anggota suku pulang ke kampung untuk upacara makan jagung.
ADVERTISEMENT
Koker juga menjadi semacam mesbah untuk memanjatkan syukur, memohon berkat, pengampunan dan menolak sakit penyakit.
Hidup Harmonis dengan Alam
Semua orang Atawolo sadar kalau kembali ke kampung lama berarti kembali menjalani laku hidup yang harmonis bersama alam.
Kampung lama merupakan pusat dari keseluruhan hidup orang Atawolo karena dari tempat itu mereka berasal. Kampung lama berada di bukit yang ditutupi pohon-pohon besar yang rimbun.
Di dalamnya, terdapat rumah adat dari 12 suku orang Atawolo yang mengelilingi rimbunnya pepohonan besar.
Ke-12 suku di Atawolo yaitu suku Karang, Koles, Mehan, Dolun, Luon Lamawangun, Henakin, Melwitin, Namang Nalaulolo, Namang Bnat Lolo, Namang Bnat Lenge, Nuban, dan Nuba Kupak.
Ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan ketika orang berada di dalam kampung lama.
ADVERTISEMENT
Misalnya, tidak boleh menebang pohon, mematahkan dahan pohon, mencabut tanaman-tanaman yang tumbuh di sana. Jika ada yang melanggar maka perlu dilakukan upacara adat untuk pemulihan.
Orang Atawolo percaya pelanggaran terhadap pantangan-pantangan di kampung lama akan berdampak pada perubahan iklim yang tidak biasa, seperti kemarau berkepanjangan atau musim hujan berkepanjangan.
Ben Namang mengatakan sejak dahulu kala, para leluhur sudah mewarisi pesan supaya pohon-pohon di kampung lama harus dirawat.
Selain untuk menghormati leluhur, pantangan-pantangan itu ada untuk menjaga supaya area kampung lama tetap lestari.
"Pohon tidak bisa patah sembarang. Kalau patah ada larangan. Bisa jadi kemarau berkepanjangan, bisa hujan berkepanjangan. Bisa dipotong tapi harus ada ritual adat. Kalau langgar bisa panas berkepanjangan atau hujan berkepanjangan. Maka kepala suku harus panggil lembaga adat untuk rekonsiliasi," kata Ben Namang.
ADVERTISEMENT
Kehidupan selaras alam yang dihayati orang Atawolo berkaitan erat pula dengan bagaimana cara mereka memaknai kehidupan bersama yang harmonis.
Filosofi hidup bersama yang harmonis ini tampak nyata dalam upacara Heban Koker Suku Namang Nalaulolo.
Biaya untuk melangsungkan ritual ini tidak murah. Ben Namang memperkirakan anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai angka Rp 100 juta. Meski merupakan perhelatan suku Namang Nalaulolon, ini bukan berarti semuanya dibebankan kepada suku Namang.
Semua suku wajib terlibat. Mereka dengan sendirinya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Sehari sebelum acara puncak Heban Koker, ke-11 suku lainnya sudah mengantar (antar dulang) tanggungan dari masing-masing suku.
Puncak dari perayaan kebersamaan antara orang Atawolo terjadi pada saat acara makan bersama atau Lagan pada malam harinya.
ADVERTISEMENT
Semua orang yang hadir dalam ritual Heban Koker diberi makan dan membawa pulang kumpulan daging kambing dan daging babi ke rumah.
Suasana penuh kekeluargaan dan kebersamaan sangat terasa dalam acara makan bersama (lagan) tersebut.
Wakil Ketua Lembaga Adat, Karolus Koli Karang (80), mengakui apa yang sekarang disebut sebagai semangat gotong royong memang tak bisa dipisahkan dari keseluruhan upacara Heban Koker yang melibatkan 12 suku di Atawolo.
Setiap suku dan Ata Kwinai sudah punya peran dan tugasnya masing-masing dalam upacara pemugaran rumah adat tersebut.
Dia mencontohkan, dalam proses pemugaran, Ata Kwinai atau keluarga dari saudari perempuan Suku Namang punya peran penting.
Ata Kwinai bahkan bertanggung jawab mulai dari rumah dipasang pondasi hingga atap. Ini menunjukkan saling keterkaitan di antara semua suku di Atawolo.
ADVERTISEMENT
Orang Atawolo tidak hanya merayakan ritus-ritus dengan simbol-simbolnya, tetapi mereka juga turut merayakan keharmonisan hidup bersama alam dan bersama sesama manusia.