Perjuangan Rozali Hussein Bangun Yayasan TLM Dengan Dana Rp 2,5 Juta

Konten Media Partner
6 Desember 2019 8:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif Yayasan TLM, Rozali Hussein saat mengisahkan perjalanan 25 tahun Yayasan TLM, Rabu (4/12).Foto: Tommy Aquino.
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif Yayasan TLM, Rozali Hussein saat mengisahkan perjalanan 25 tahun Yayasan TLM, Rabu (4/12).Foto: Tommy Aquino.
ADVERTISEMENT
KUPANG - Sukses bukanlah panggung orasi. Tak perlu berteriak untuk dilihat. Cukup dengan bekerja keras tanpa harus banyak berkata. Biarlah semua pencapaian akan jadi bukti nyata. Kalimat ini mungkin tepat untuk menggambarkan sosok Rozali Hussein, Direktur Eksekutif Yayasan Tanaoba Lais Manekat (TLM).
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak, dalam rentang waktu 25 tahun, Yayasan TLM telah berhasil ‘menggandakan talenta’ dari Rp 2,5 juta menjadi Rp 700 miliar lewat unit-unit usaha yang dibentuk untuk memberdayakan jemaat.
Namun Rozali, sosok yang menakhodai yayasan tersebut selama 25 tahun, justru tidak banyak dikenal publik. Termasuk oleh anggota atau nasabah BPR dan koperasi yang bernaung di bawah Yayasan TLM. Namanya pun nyaris tak pernah muncul dalam pemberitaan di media massa. Itu terjadi karena Rozali memilih bekerja dalam diam. 
Rabu (4/12) siang, setelah melalui pendekatan persuasif oleh stafnya, Rozali akhirnya bisa diwawancara oleh sejumlah awak media massa berkenaan dengan momentum hari ulang tahun Yayasan TLM ke-25.
Didampingi Manager Utama Koperasi Simpan Pinjam (KSP) TLM, Zelsy Pah serta Simon Linch (Indonesia and Community Development Director) dan David Mileham (Uniting World Volunteer), Rozali menceriterakan  perjalanan panjang Yayasan TLM hingga ‘menelurkan’ sejumlah unit usaha (TLM Group).
ADVERTISEMENT
Rozali mengisahkan, pada akhir tahun 1994, bertolak dari gagasan untuk meningkatkan perekonomian jemaat, Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mendirikan Yayasan TLM (Diambil dari bahasa Timor ‘Tanaoba Lais Manekat’ yang berarti Melayani Dengan Kasih). Saat itu, Ketua Sinode GMIT dijabat oleh Almarhum Pdt. Benyamin Fobia.
“Pak Itja Frans yang percayakan saya untuk memimpin Yayasan TLM. Kebetulan saya bekerja di Alfa Oemega (yayasan yang juga dibentuk GMIT, red) dan Pak Itja Frans sebagai direkturnya,” ujar pria asal Palembang, Sumatera Selatan itu.
Menempati gedung milik gereja di Jl. Soekarno Nomor 14 LLBK, Yayasan TLM yang dipimpin Rozali dan dibantu dengan seorang staf bernama Semaya Nalle (sekarang menjadi Auditor KSP TLM), mulai beroperasi pada bulan Januari 1995.
ADVERTISEMENT
Dana operasional sekaligus modal awal yang diberikan GMIT kepada Yayasan TLM hanya Rp 2,5 juta. Semuanya uang koin karena dikumpul dari kolekte jemaat. Meski uang Rp 2,5 juta tersebut cukup banyak di saat itu, Rozali mengaku harus berusaha keras untuk mengelola dana yang ada. Sebab Direktur Alfa Omega, Itja Frans juga memberikan lima staf untuk bekerja di Yayasan TLM dengan kesepakatan bahwa setelah tiga bulan, gaji mereka dibayarkan sendiri oleh Yayasan TLM.
“Saat itu ada kesepakatan dengan Alfa Omega. Pertama, kami harus menagih utang Alfa Omega di tangan orang sebesar Rp 40 juta dan dipersilahkan untuk memakai uang itu. Kedua, Alfa Omega memberikan lima orang staf. Selama tiga bulan, gaji mereka masih dibayar oleh Alfa Omega. Masuk bulan keempat, Yayasan TLM harus bayar sendiri,” kenang pria 58 tahun itu.
ADVERTISEMENT
“Puji Tuhan. Sampai lima staf itu pensiun, gaji mereka selalu dibayarkan. Tiga diantaranya sudah meninggal dunia. Pengalaman ini yang saya tidak habis pikir, karena saya dulu begitu nekat,” sambung suami dari Cahyaning itu. 
Rozali menyebutkan, produk usaha yang dijalankan Yayasan TLM pada mulanya hanya berupa pinjaman harian dengan bunga lima persen. Hari ini dicairkan, besok langsung dikembalikan. Bunga yang diberlakukan itu terbilang kecil karena ada lembaga lain yang memberikan pinjaman dengan bunga 20 persen. 
Seiring dengan tidak diperkenankannya yayasan untuk melakukan kegiatan usaha secara langsung, Yayasan TLM kemudian mendirikan unit usaha baru untuk melaksanakan program-program pengembangan ekonomi.
Unit usaha pertama yang didirikan yakni Koperasi Serba Usaha (KSU) Talenta yang berdiri pada 28 Januari 1996. Disusul dengan pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) TLM pada 1 Februari 2008, KSP TLM pada 15 Februari 2010, Koperasi Konsumer TLM pada 26 Agustus 2013.
ADVERTISEMENT
“Dulu hanya dua orang, tapi sekarang total karyawan yang bergerak pada unit-unit usaha Yayasan TLM kurang lebih 700 orang. Dari modal Rp 2,5 juta, sekarang total aset di semua unit usaha mencapai Rp 650 miliar sampai Rp 700 miliar. Nasabah atau anggota yang dilayani sebanyak 150 ribu orang. Itu berkat yang tak terhingga dari Tuhan,” terang bapak empat anak ini.
Rozali menjelaskan, pendirian unit-unit usaha selain mencari keuntungan, juga ada tujuan yang jauh lebih besar yakni melayani kebutuhan masyarakat yang belum terlayani.
Oleh karena itu, seluruh karyawan Yayasan TLM selalu ditekankan untuk memikirkan orang lain. Sebab dengan memikirkan orang lain, maka Tuhan  juga akan memikirkan kita. Selain itu, setiap karyawan selalu diingatkan tentang komitmen untuk mengembangkan lembaga. Sebab dengan komitmen yang kuat, maka setiap rintangan akan mudah diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Bagi staf yang punya komitmen dan mau berkembang, Rozali katakan, yayasan bertanggungjawab membekali mereka dengan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM. Misalnya pada tahun 1997 lalu, semua kepala divisi dikirim ke Philiphina untuk belajar, sekalipun biaya yang dikeluarkan cukup besar.
“Kami menginginkan anak-anak (karyawan, red) di sini tidak cepat puas. Mereka harus terus mengembangkan diri dan harus nekad. Misalkan ada rencana buka cabang baru, ya harus nekat untuk realisasikan. Memang perlu perhitungan, tapi harus berani,” ungkapnya.
Menurut Rozali, ada dua orang yang berpengaruh besar dalam perjalanan Yayasan TLM, yakni Simon Linch dan Rob Floid. Selain support dalam bentuk pelatihan, pengembangan IT hingga bantuan keuangan pada awal berdirinya Yayasan TLM, kedua orang itu diakui Rozali telah membawa sesuatu yang baru dari luar terutama cara berpikir ‘out of the box’. Hingga akhirnya, yayasan yang dipimpinnya itu bisa survive dan melakukan berbagai inovasi dan mengembangkan unit-unit usaha.
ADVERTISEMENT
“Sejak 10 tahun lalu ketika belum ada koperasi yang menerapkan online sistem, TLM sudah membuat satu online sistem. Pendirian BPR TLM juga banyak menyerap ide-ide brilian Simon dan Rob,” sebut Rozali. 
Di akhir wawancara dengannya, Rozali menegaskan bahwa seluruh capaian manis yang diperoleh Yayasan TLM lewat unit-unit usahanya merupakan berkat dari Tuhan. Dan menurut dia, untuk mendapatkan berkat, relasi dengan Tuhan harus terus diperbaiki.
“Tuhan kan bilang, carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua itu akan ditambahkan kepadamu,” katanya.
Saat diminta komentarnya seputar harapan kepada seluruh karyawan TLM Group berkenaan dengan HUT Yayasan TLM ke-25, Rozali mengaku bahwa dirinya sangat percaya dengan semua karyawan yang ada.
ADVERTISEMENT
Dia yakin, semua karyawan sudah tahu apa yang harus dikerjakan untuk membangun unit-unit usaha TLM Group. Sebab salah satu kebijakan yayasan berkaitan dengan regenerasi, yakni memilih orang-orang yang tahu akan sejarah Yayasan TLM.
“Dengan mengetahui sejarah TLM, kita sudah tahu komitmen dan loyalitas generasi selanjutnya. Mereka sudah tahu apa yang harus mereka kerjakan,” pungkasnya.
Salah satu orang yang bersyukur lantaran pernah mengenal dan bekerja sama dengan Rozali Hussein, yakni Simon Linch. Kepada wartawan, Simon mengaku bisa sampai ke NTT karena berkat perkenalannya dengan Rozali pada tahun 1996 silam.
Saat tiba di NTT untuk pertama kali, Simon mengaku tertarik dengan karakter Rozali yang selalu ingin membantu orang lain, pekerja keras dan tetap sederhana. Selain itu, Rozali diakui Simon punya kekuatan yang diberikan Tuhan untuk menjadi pemimpin dan entrepreneur. Karakter Rozali tersebut meyakinkan dia bersama lembaganya untuk bekerja sama dengan Yayasan TLM.
ADVERTISEMENT
“Rozali secara alamiah diberikan Tuhan untuk menjadi pemimpin. Dan selama bekerja sama dengan Yayasan TLM, saya juga banyak belajar dari dia,” ungkap Simon. (Tommy Aquino)