Konten Media Partner

Petani Garam Tradisional di Sikka Andalkan Bahan Baku Garam Kasar dari Bima

27 April 2022 19:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto : Petani garam, Anastasia Puken (65) di Kampung Garam RT.13/RW.003, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka,sedang masak garam, Rabu(27/4). Foto : Athy Meaq
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Petani garam, Anastasia Puken (65) di Kampung Garam RT.13/RW.003, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka,sedang masak garam, Rabu(27/4). Foto : Athy Meaq
ADVERTISEMENT
MAUMERE - Para petani garam tradisional di Kabupaten Sikka, NTT, keluhkan kurangnya sarana penunjang masak garam dan modal untuk keberlangsungan usaha petani garam.
ADVERTISEMENT
Selama ini para petani garam tradisional di Kabupaten Sikka, hanya mengandalkan bahan baku garam kasar dari Bima Nusa Tenggara Barat (NTB), kemudian diolah menjadi garam halus untuk dijual.
Anastasia Puken (65) warga RT 13/RW 03, Kampung Garam, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT, kepada media ini Rabu (27/4) mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku membuat garam halus.
"Kami tidak punya alat dan modal untuk masak garam. Selama ini kami hanya andalkan garam kasar dari Bima, lalu kami masak lagi menjadi garam halus untuk dijual," kata Anastasia.
Selain itu, harga kayu api semakin mahal ditambah lagi harga garam halus di pasar, harga tidak stabil. Terkadang mahal dan terkadang murah, sehingga menyulitkan petani garam.
ADVERTISEMENT
Anastasia menjelaskan bahwa harga garam kasar dari Bima, dibeli dengan harga Rp.150.000/karung @.50 kilogram. Lalu dimasak jadi garam halus yang kemudian dijual dengan harga, Rp. 250.000 sampai Rp.300.000/karung @.50 kilogram.
Sedangkan kayu api atau papan (tempurung yang masih dengan kulit kelapa) untuk kebutuhan masak garam, dibeli seharga Rp.300.000/mobil pick-up.
"Garam kasar satu karung 50 kilogram, kami beli dengan harga Rp.150.000 per karung, @.50 kilogram. Kayu api atau papan untuk masak garam, kami beli dengan harga, Rp.300.000 per satu mobil pick-up," kata Anastasia.
Petani Garam lainnya, Hapsyah (50) warga Nangahale, Kecamatan Talibura mengatakan hal yang sama sulitnya mengolah bahan baku garam.
"Kami hanya andalkan garam kasar, lalu kami campur dengan air laut, lalu kami masak di wadah yang sudah disiapkan," kata Hapsyah.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu petani garam di Sikka berharap agar pemerintah bisa membantu dan melatih petani garam di Sikka agar tidak tergantung dengan bahan baku garam kasar dari luar NTT.
Kontributor : Athy Meaq