Konten Media Partner

Polemik Pinjam Pakai Motor Bodong di Polres Sikka, Siapa yang Patut Disalahkan?

21 Januari 2023 9:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Robertus Dicky Armando, S.H, M.H (Tenaga Pengajar Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa Indonesia).
zoom-in-whitePerbesar
Robertus Dicky Armando, S.H, M.H (Tenaga Pengajar Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa Indonesia).
ADVERTISEMENT
Penerapan penegakan hukum di Kabupaten Sikka akhir-akhir ini menimbulkan keraguan pada masyarakat terhadap hukum.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi ketika adanya pemberitaan di media masa mengenai “Barang Bukti 16 Unit Motor Bodong yang diamankan Polres Sikka Diduga Hilang”.
Dalam pemberitaan selanjutnya, dijelaskan bahwa 16 motor bodong tersebut secara diam-diam, ada yang diberikan kepada pejabat di luar Polres Sikka maupun pejabat polres yang dimutasi, dan ada pula yang dipinjam pakai oleh anggota Polisi Satlantas Polres Sikka.
Dalam pinjam pakai pun hanya beberapa yang melalui prosedur sedangkan yang lainnya berdasarkan faktor kedekatan. Sebanyak 16 motor bodong yang ditahan dilakukan penyitaan untuk kepentingan penyelidikan.
Jika merujuk pada Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyitaan diartikan sebagai serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
ADVERTISEMENT
Artinya bahwa motor tersebut yang termasuk dalam penggolongan barang bukti bergerak akan digunakan untuk proses penyidikan lebih lanjut dan seharusnya tidak bisa digunakan bagi yang tidak berhak menggunakannya.
Dalam pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengatakan bahwa barang bukti yang disita dan disimpan di tempat khusus hanya dapat dipinjam pakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak.
Prosedur pinjam pakai sebagaimana dimaksud diatur sebagai berikut:
a.Pemilik atau pihak yang berhak mengajukan permohonan kepada atasan penyidik;
b.Atasan penyidik melakukan penilaian dan pertimbangan untuk menolak atau mengabulkan permohonan tersebut; dan
ADVERTISEMENT
c.Setelah permohonan dikabulkan, atasan penyidik membuat rekomendasi kepada ketua Pejabat Pengelolah Barang Bukti (PPBB).
Artinya jika pinjam pakai itu diberikan kepada anggota Satlantas Polres Sikka ataupun pejabat diluar polres, bisa saja yang bersangkutan adalah pemilik atau pihak yang berhak atas kendaraan tersebut, atau bisa juga dapat dikatakan pihak yang melakukan pinjam pakai bukan pemilik atau pihak yang tidak berhak atas kendaraan tersebut.
Jika asumsi kedua ini dibenarkan, maka PPBB patut diduga telah melakukan kelalain dan/atau kesalahan dalam menjalan tugas dan wewenangnya sesuai ketentuan yang diatur dalam pasal 11 Perkapolri.
Atas dasar itulah pinjam pakai yang terjadi jelas tindakan diluar dari pada kewengannya yang diatur dalam Peraturan Kapolri tersebut.
Peristiwa ini sangat memprihatikan aparat penegak hukum yang seolah-olah mempermainkan kedudukan hukum sebagai supremasi hukum tertinggi dalam tatanan masyarakat dan bernergara.
ADVERTISEMENT
Faktor kedekatan seakan-akan menjadi hal yang paling utama untuk mempermainkan hukum.
Esensi keberadaan hukum ditengah masyarakat diupayakan agar terciptanya ketertiban dan keamanan bersama. Namun demikian, dalam proses pelaksanaannya, terjadi beragam permasalahan-permasalahan sehingga hukum tidak bisa begitu saja ditegakkan.
Opini oleh: Robertus Dicky Armando, S.H, M.H (Tenaga Pengajar Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa Indonesia).