Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Protes Tambang Galian C di Lengkosambi, Ngada, 3 Warga Dipanggil Polisi
13 Agustus 2020 11:21 WIB

ADVERTISEMENT
BAJAWA-Hidup Mas Tonda, Ryan Seno dan Rikus Koa, rupanya mulai terusik, setelah ketiganya bersama warga Lengkosambi melancarkan aksi protes atas kerusakan lingkungan akibat tambang galian C, bulan Juli lalu.
ADVERTISEMENT
Hanya berselang sebulan, ketiganya malah dipanggil polisi terkait dengan aksi protes yang sebenarnya bertujuan menyelamatkan ekologi yang rusak parah. Dan tentu saja demi menyelamatkan keutuhan ciptaan.
Dipanggil polisi, Rabu (12/08/2020) lalu, atas laporan pihak perusahaan pengelola tambang PT. Pesona Karya Bersama juga dinilai oleh ketiganya, janggal. Sebab, aksi protes mereka belum lama berselang disampaikan melalui wakil mereka di lembaga DPRD Ngada, yang kemudian ditindak lanjuti dengan kunjungan anggota komisi I DPRD Ngada ke lokasi.
Bahkan, kata Mas Tonda, Bupati Ngada Paulus Soliwoa, pekan lalu, sudah meninjau langsung ke lokasi tambang galian C yang rusak berat itu, dan minta pihak pengelola untuk menghentikan aktivitas untuk sementara sampai ada penyelesaian.
ADVERTISEMENT
Dinas Lingkungan Hidup (DLH), tambah Mas Tonda, sudah pula meninjau lokasi, dan mengendus berbagai pelanggaran pihak pengelola dalam mengeruk pasir di sungai Alo Korok, sepanjang lima kilometer itu. Dan pihak DLH minta tidak dilanjutkan.
Ketika dipanggil polisi, ketiga warga ini justru bertanya-tanya ada apa ini?
“Kami menyampaikan aspirasi melalui anggota DPRD dan sekarang sedang dalam proses, malah kami dilaporkan ke polisi. Ada apa sebenarnya, karena hak bersuara kami yang dijamin dengan undang-undang seolah dipasung," tandas Mas Tonda.
Mas Tonda, Ryan Seno dan Rikus Koa, dipanggil polisi agar hadir di Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi permintaan keterangan pada Rabu, 12 Agustus 2020 pukul. 09.00 WITA, melalui surat panggilan tertanggal 10 Agustus 2020 yang ditandatangani Kasat Reskrim Polres Ngada Anggoro. C. Wibowo, S.I.K.
ADVERTISEMENT
Ketiganya memenuhi panggilan polisi dan tiba di Polres Ngada sekitar pkl. 09.00 WITA. Setelah jedah, tiga warga yang tergabung dalam Forum Pemuda Lengkosambi Raya (FPLR) itu, berturut-turut dimintai keterangan di Ruang Unit Ldik II (Tipiter) Satuan Resrim Polres Ngada.
Menjawab awak media usai memberi keterangan kepada polisi, Mas Tonda mengatakan dirinya dicecar kurang lebih lima pertanyaan dengan sangkaan telah menghalang-halangi aktivitas kegiatan tambang galian C di Kali Alo Korok oleh PT. Pesona Karya Bersama.
Mas Tonda, demikian juga Ryan Seno dan Rikus Koa dalam waktu berbeda juga ditanya tentang sangkaan telah menghalangi pekerjaan tambang galian C, sehingga pihak perusahaan mengalami kerugian.
Ketiganya juga ditanya tentang sejauh mana mengetahui tentang ijin tambang yang dikantongi PT. Pesona Karya Bersama, status kepemilikan kali Alo Korok lokasi pengerukan pasir, tujuan melakukan aksi protes dan apakah ketiganya mengetahui kerugian yang diderita pihak perusahaan tambang?
ADVERTISEMENT
Terkait dengan tuduhan kepada pihaknya yang menghalang-halangi aktivitas tambang dengan melakukan penutupan jalan ke lokasi tambang galian C yang sedang dikelola PT. Pesona Karya Bersama, Mas Tonda mengatakan, pihaknya tidak pernah menutup jalan ke lokasi tambang.
"Kami tidak menutup atau memagari jalan menuju lokasi tambang, sebagai upaya menghalang-halangi. Kami hanya memagar lahan kebun kami. Dan selama ini justru pihak PT. Pesona Karya Bersama tidak pernah minta ijin melewati kebun kami. Jadi menghalangi dimaksud itu yang mana?” ungkapnya.
Terkait seberapa jauh pihaknya mengetahui aktivitas tambang memiliki ijin atau tidak, Mas Tonda mengungkapkan, baru mengetahui justru setelah melakukan aksi protes ternyata memang ijin bermasalah. Setelah itu memang pihak DLH turun meninjau lokasi bahwa aktivitas tambang harus dihentikan karena tidak sesuai prosedur.
ADVERTISEMENT
“Kami juga ditanya status kepemilikan kali (sungai), tempat pengerukan. Setahu kami, itu milik publik. Tetapi yang jelas kawasan kiri dan kanan kali terdapat lahan pertanian milik warga dan telah terjadi abarasi berat akibat pengerukan membabi-buta,” tegasnya.
Menurut Mas Tonda dan Ryan Seno, tujuan warga melakukan protes sebagimana ditanyakan, sebenarnya sebagai wujud keresahan masyarakat karena telah terjadi dampak kerusakan luar biasa pada lingkungan sekitar, seperti terjadinya abrasi yang menyebabkan penyempitan lahan pertanian akibat muncul aliran sungai baru, abrasi lokasi dekat kuburan dan pengikisan di jembatan Alo Korok.
Baik Mas Tonda, Ryan Seno maupun Rikus Koa mengaku sangat kecewa dengan panggilan polisi dengan alasan sebagai upaya klarifikasi dalam melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana menghalang-halangi usaha pertambangan yang berlokasi di Desa Lengkosambi, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada.
ADVERTISEMENT
“Kalau ini suatu klarifikasi, kenapa tidak sekalian menghadirkan pihak perusahaan sehingga ada titik temu. Karena aksi ini semata-mata demi kepentingan masyarakat Lengkosambi yang merasa dirugikan dengan kegiatan tambang pasir di Alo Korok. Jadi jangan sampai perjuangan kami menyelamatkan ekologi bagi kehidupan, malah diberi label sebagai tindakan provokasi,” ungkap Mas Tonda.
Sementara anggota Komisi I DPRD Ngada, Yohanes Donbosko Ponong dan Thor Caster Seno yang sebelumnya sudah melakukan peninjauan lokasi, ketika dimintai tanggapan mengatakan pihaknya sedang berproses di lembaga dewan dan akan memanggil dinas terkait, menindaklanjuti aspirasi dari warga Lengkosambi. Karena itu keduanya minta semua pihak bersabar dan menghargai proses ini.