Puluhan Penyintas Badai Seroja di Lembata Terpaksa Minum Air Sumur Asin

Konten Media Partner
22 September 2021 14:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Helena, satu dari puluhan penyintas di Kecamatan Ile Ape yang terpaksa mengkonsumsi air sumur asin untuk kebutuhan hidup setiap hari. Rabu (22/9). Foto : Teddi Lagamaking
zoom-in-whitePerbesar
Helena, satu dari puluhan penyintas di Kecamatan Ile Ape yang terpaksa mengkonsumsi air sumur asin untuk kebutuhan hidup setiap hari. Rabu (22/9). Foto : Teddi Lagamaking
ADVERTISEMENT
LEWOLEBA - Ratusan pengungsi bencana Siklon Tropis Seroja di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur mengalami krisis air bersih.
ADVERTISEMENT
Dampak dari krisis itu, para penyintas yang kini menetap di pondok-pondok di beberapa lokasi perkebunan warga seperti di Waisesa, Pukai Onen dan Wai Gokok terpaksa mengonsumsi air sumur asin.
Demikian dikatakan Helena Kewa, penyintas asal desa Tanjung Batu Kecamatan Ile Ape ketika ditemui wartawan pada Rabu (21/9) pagi.
"Mau bagaimana lagi, air sumur ini kan asin sekali dan payau, kami puluhan KK konsumsi saja setiap hari. Mau mandi, cuci piring, masak, minum juga dengan air asin itu saja," ungkap Helena.
Helena mengisahkan, sudah sebulan mereka tidak mendapat bantuan air bersih dari pemerintah. Karena itu, mereka terpaksa membeli air dari mobil tangki.
Selain untuk membeli air bersih, Helena pun menuturkan bahwa, mereka juga harus menyisihkan sebagian pendapatan dari penjualan hasil pertanian guna membiayai kebutuhan makan minum serta uang sekolah anak-anak.
ADVERTISEMENT
"Air satu mobil tangki itu 300 ribu, kita terpaksa beli satu dua drum saja, harganya 15 ribu per drum, mana lagi kami ini petani, makan minum juga belum, uang sekolah anak-anak lagi dan belum isi pulsa belajar Online, intinya krisis sekali," keluh Helena.
Ibu tiga anak ini juga berujar, sejak mengonsumsi air sumur asin sebagian besar dari anak-anak mereka menderita sakit.
Kendati demikian, kata Helena, mereka beruntung dibantu dengan beberapa obat-obat generik yang diberikan Bidan Desa yang bertugas di daerah itu.
"Anak-anak sering batuk keras kalau minum air asin, apalagi musim Corona begini, kami jadi waswas juga, untung saja Bidan beri obat dan kita beri mereka minum," kata perempuan 48 tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Kami lihat dari Plan, PMI, Taman Daun itu yang bagi bagi air, walau tidak setiap hari, tapi mereka bantu nanti kami bagi per ember atau drum saja," tambahnya.
Hal yang sama dikatakan Apolonaris Goran, penyintas asal desa Waimatan, Kecamatan Ile Ape Timur.
Menurut Goran, selama ini mereka hanya mengonsumsi air sumur asin di dua sumur berbeda yang letaknya persis di pinggir pantai.
Padahal, kata dia, sudah ada profil tangki air milik BPBD yang disiapkan untuk membantu penyaluran air bersih bagi penyintas yang tinggal di sekitar lokasi perkebunan.
"Sudah satu bulan, bilang air bersih pemerintah untuk kami pengungsi ini tidak ada. Kami masak makan, minum dengan dua air sumur di pinggir pantai itu saja," terang Goran ketika ditemui wartawan di pondok yang menjadi tempat tinggal mereka di lokasi perkebunan Wai Gokok, Rabu (22/9).
ADVERTISEMENT
Dijelaskannya, sejak terjadi bencana alam Siklon Tropis Seroja pada 4 April 2021 lalu hingga sekarang, sebanyak 15 KK memilih tinggal di lokasi perkebunan Wai Gokok.
Goran juga menyebutkan bahwa, ke 15 KK tersebut semuanya berprofesi sebagai petani sehingga hanya sekedar membeli air bersih mereka sangat kewalahan.
Dan hal itu, lanjutnya, mereka terpaksa mengonsumsi air sumur asin yang bagi mereka adalah satu-satunya penyelamat dikala krisis air bersih seperti saat ini.
"4 April kemarin kan bencana, walau hujan bagus dan hasil jagung dan lain lain juga baik, tapi karena bencana kami tidak perhatikan itu, mau selamatkan diri atau urus kebun, terpaksa sekarang kami semua seperti ini," kenang pria 46 tahun ini.
Goran yang adalah salah satu korban penyintas terparah asal desa Waimatan ini pasrah atas kondisi mereka yang luput dari perhatian pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dia tidak meminta banyak hal, cukup pemerintah daerah bantu mereka air bersih, minimal 1 tangki air per dua minggu, dan itu baginya sudah lebih dari cukup.
"Ada 15 KK tinggal di 11 pondok berbeda, dan ada profil tangki air BPBD di sini tapi selalu kosong setiap minggu, kami pasrah saja, mau makan minum dengan air asin juga kami setia saja," terangnya pasrah.
Sementara itu, Kalak BPBD Kabupaten Lembata Sipri Meru ketika dikonfirmasi wartawan Rabu (22/9) mengklaim sudah maksimal distribusi air bersih untuk penyintas Ile Ape dan Ile Ape Timur.
"Tiap hari kami pelayanan air bersih dan tetap jalan seperti biasa," kata Sipri Meru.
Menurut Kalak Sipri Meru, jika ada keluhan air bersih dari penyintas maka Kepala Desa setempat harus menyampaikan kepada BPBD. Jika tidak ada penyampaian, kata Sipri, pihak BPBD pasti tidak akan distribusi air bersih.
ADVERTISEMENT
"Kalau mereka (penyintas) asal desa Waimatan dan desa-desa lain harus sampaikan lewat Kepala Desa supaya ada penyampaian untuk kita layani air, jadi kebutuhan mereka harus mereka sampaikan lewat kepala desa, kalau tidak maka susah," terangnya.
Pihak BPBD juga ke depannya akan menambah satu lagi mobil tangki air untuk meningkatkan mobilitas pelayanan air bersih bagi pengungsi di lokasi perkebunan.
"Kita hanya punya satu mobil tangki air selama ini, nanti kita tambah lagi satu mobil untuk bantu pelayanan air bersih," janji Kalak Sipri Meru.