Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
Siang itu, langit kampung robo, Desa Ranaka, Kecamatan Wae Ri'i, Kabupaten Manggarai Cerah. Tak nampak gerombolan awan hitam menghiasi langit saat itu. Hilir mudik kendaraan pun ramai lancar di jalan Negara Ruteng-Borong saat kami tiba di Robo, Kamis 18 (07) siang.
ADVERTISEMENT
Kampung Robo merupakan satu-satunya akses masuk menuju Puncak Gunung Ranaka, salah satu gunung berapi tertinggi di Pulau Flores dengan ketinggian 2140 Mdpl. Kampung ini letaknya tak jauh dari Kota Ruteng,Ibukota Kabupaten Manggarai. Kurang lebih 15 menit dengan kendaraan roda dua, anda akan tiba disana dan siap memasuki kawasan Gunung Ranaka.
Siang itu, kendaraan saya dan beberapa teman memasuki gerbang menuju Gunung Ranaka tanpa singgah di pos jaga. Memang,siang itu pos para juru pungut dan penjaga Taman Wisata Alam (TWA) itu nampak lengang bak tanpa penghuni.
Saat kendaraan kami semakin laju menuju puncak, suara samar teriakan orang terdengar menyusul kami dari belakang. Awalnya suara itu kedengaran seperti suara burung. "Seperti ada yang teriak,"kata seorang teman yang kebetulan siang itu menumpang bersama kendaraan saya menuju puncak. "Jangan dihiraukan,itu suara binatang,"jawab saya menimpal.
Semakin lama suara itu kian membesar sejadi-jadinya. "Berhenti, stop, kalian stop disitu, kalian kemana? Berhenti disitu,"hardik pria itu yang mengikuti kami dengan motornya sambil menggiring kami menepi.
ADVERTISEMENT
Pria dengan wajah garang itu rupanya kesal lantaran kami memasuki kawasan itu tanpa izin pada pos masuk dan membayar tiket.
"Kalian bisa baca tidak? Kalian masuk tanpa ijin kesini, panggil teman-teman kalian yang sudah duluan ke puncak, kembali ke pos. Kalau kalian hilang disini siapa tanggung jawab?" bentak pria itu yang kelak kami kenal bernama Vinsen dengan penuh emosi.
Kemarahan Vinsen itu berlanjut dengan debat kusir. Setelah saya menjelaskan akan membayar tiket dan lapor ke pos jaga setelah turun dari puncak, kemarahannya pun meredah dan memperbolehkan kami terus berjalan.
Perjalanan ke puncak Ranaka memang gampang-gampang susah. Gampang karena jalanan beraspal memudahkan pengendara untuk berjalan dengan mulus. Meski jalan beraspal, tapi karena kawasan ini jarang dilalui pengendara, semak belukar ditengah dan kiri serta kanan jalan membuat siapapun yang melintas harus ekstra hati-hati.
ADVERTISEMENT
Suara Pergam Yang Memecah Keheningan
Meski medan jalan menuju Puncak Ranaka terbilang ekstrim karena menanjak dan banyaknya tikungan, deru mesin kendaraan kami di siang itu saling bersahutan dengan suara burung yang bertengger di pepohonan pada kiri dan kanan jalan.
Suara burung yang paling dominan disana adalah burung pergam. Burung dari genus Ducula ini bisa jadi penghuni dengan populasi terbanyak di Ranaka. Meski tak kelihatan batang hidung atau sekedar terbang saat kami melintas, namun suara burung satu ini menjadi sensasi tersendiri saat memasuki rimba.
Suara pergam ini memang kedengaran unik, sepintas seperti suara auman harimau atau singa yang sedang bermalasan. Bagi anda yang tak pernah mendengar suara pergam, suara burung ini memang lebih mirip suara merpati.
ADVERTISEMENT
Saat tiba di kilometer tujuh atau pos 7, saya dan beberapa pengunjung lain yang mayoritas menggunakan motor mulai memotret dan mengabadikan diri dalam gambar. Di pos 7 ini suara pergam makin jelas dan memecah keheningan di puncak gunung itu.
Dari tempat itu, terlihat jelas bekas letusan anak gunung ranaka yang terakhir kali meletus pada 1988 silam. Materi vulkanik dari gunung yang akrab dikenal dengan nama "Nampar Nos" ini menjadi pemandangan unik bagi pengunjung. Pada 31 tahun lalu, gunung itu meletus dengan ketinggian asap 8000 meter disertai awan panas.
Setelah pos 7, keindahan alam akan terus tersaji dan mengundang decak kagum para pengunjung. Di titik terakhir atau di pos 9 terdapat sebuah telaga yang menjadi tempat hidup bunga Anggrek kantong Semar.
ADVERTISEMENT
Selain burung pergam, di Gunung Ranaka terdapat banyak spesies burung Po Koe serta burung endemik bernama Lawe Lujang. Pengunjung yang datang ke Ranaka sebagian besar adalah yang ingin melihat burung (watching bird). Jumlah wisatawan yang kesana juga relatif sedikit.
"Pengunjung tidak banyak, kalaupun ada sebagian besar mereka melihat burung dan biasanya datang pagi sekali,"kata Vinsen, Juru pungut yang ditemui di Pos Jaga saat kami kembali ke pintu masuk Gunung Ranaka.
Untuk berkunjung ke Ranaka, pengunjung wajib membayar Rp.5 ribu untuk wisatawan lokal dan Rp.100 ribu untuk wisatawan manca negara.(FP-06).