Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Wisata ke Kampung Kubur Batu Megalitik di Nuabari, NTT
16 Oktober 2019 11:43 WIB
ADVERTISEMENT
MAUMERE – Bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Sikka, Provinsi NTT, tak lengkap rasanya jika belum mengunjungi salah satu objek wisata budaya terkenal sebagai warisan budaya megalitikum yakni Kubur Batu Nuabari. Di Kampung Nuabari, banyak terdapat kuburan manusia yang terbuat dari batu. Tradisi menguburkan manusia di batu sudah menjadi tradisi yang dihidupi oleh warga Nuabari beratus tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Objek wisata budaya Kubur Batu Nuabari terletak di Kampung Nuabari, Desa Lenandareta, Kecamatan Paga yang berjarak kurang lebih 52 Km arah selatan Kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Jika ingin mengunjungi situs budaya Kubur Batu Nuabari, wisatawan mesti menggunakan kendaraan mobil sewaan dari Kota Maumere atau menumpang kendaraan ojek.
Senin (14/10) pagi, saya pun mengunjungi Kampung Nuabari. Saya menempuh perjalanan ke arah selatan Kota Maumere kurang lebih 1,5 jam. Setibanya di Wolowiro, kendaraan berbelok keluar dari ruas jalan Trans Flores menuju Nuabari. Dari wilayah dataran rendah di Wolowiro, saya berkendaraan kurang lebih 7 Km menuju dataran tinggi Desa Lenandareta.
Saat ini, ruas jalan kabupaten ini sudah beraspal mulus sehingga wisatawan yang datang bisa mengendarai kendaraan menuju Nuabari dengan aman. Kendati demikian, kondisi jalan yang berkelok serta berbukit – bukit sungguh menguji adrenalin wisatawan. Sepanjang jalan, akan banyak ditemui pula tanaman perkebunan warga seperti kakao, kemiri, cengkeh, nangka yang menjadi komoditas unggulan di Desa Lenandareta.
Anda juga tidak akan tersesat, karena warga akan dengan ramahnya memberitahu kepada orang asing kemana lokasi wisata Kampung Kubur Batu, Nuabari berada. Jika bertemu anak – anak di sepanjang jalan, anda akan dahulu disapa dengan ucapan selamat dibalut senyum penuh keramahan.
ADVERTISEMENT
Setibanya di Kampung Nuabari, ada sebuah plang penunjuk jalan bertuliskan “ Selamat Datang di Pariwisata Kubur Batu Nuabari, Desa Lenandareta”. Ada baiknya, kendaraan yang anda tumpangi baik motor maupun mobil di parkir di tepi jalan tersebut. Hal ini dikarenakan, kurang lebih 500 meter jalan menuju Kampung Nuabari yang berada di atas punggung bukit memiliki tingkat kecuraman yang tinggi.
Kampung Nuabari di Lereng Gunung Lena Ndareta
Kampung Nuabari terletak di ketinggian 850 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kampung yang berada di lereng Gunung Lena Ndareta itu, saat ini dihuni oleh 155 kepala keluarga. Berada di kampung Nuabari, sejauh mata memandang banyak terdapat kubur batu yang berdampingan dengan rumah warga setempat.
ADVERTISEMENT
Kampung yang berada di lereng gunung ini berudara sejuk karena dikelilingi dengan pepohonan. Berdiri di Perkampungan Nuabari, kita dapat melihat pemandangan lepas ke arah empat penjuru mata angin. Tepat di depan kampung, terdapat 2 buah gunung yakni Gunung Lena dan Gunung Dareta yang dipenuhi dengan pepohonan menghijau. Menurut kepercayaan setempat, Gunung Lena sebagai gunung laki – laki dan Gunung Ndareta sebagai gunung perempuan. Nenek moyang orang Nuabari diyakini berasal dari Gunung Lena Ndareta.
Kubur Batu Disiapkan Secara Gotong Royong
Siang itu, saya menemui salah seorang keturunan Ria Bewa (Penguasa wilayah) Tanah Lena, Fransiskus Ngojo. Sebagai salah seorang Ria Bewa, Fransiskus Ngojo dan anggota keluarganya mendiami satu – satunya rumah adat di Kampung Nuabari, yang disebut Rumah Adat Tanah Lena.
ADVERTISEMENT
Di Rumah Adat Tanah Lena, yang berbentuk rumah panggung, terdapat segala macam benda purbakala warisan leluhur setempat yakni keris, emas, gerabah, dan salah satu benda peninggalan yang telah hilang dicuri yakni sebuah gading gajah.
Fransiskus Ngojo (62) mengungkapkan, tradisi menguburkan manusia di dalam batu sudah menjadi tradisi yang dihidupi ratusan tahun di kampung ini. Masyarakat Nuabari meyakini semua anggota keluarga yang meninggal hanyalah berubah wujud dan berpindah tempat. Mereka sesungguhnya tetap hidup, dan selalu memiliki hubungan khusus dengan anggota keluarga yang masih hidup.
Fransiskus Ngojo menuturkan, pembuatan kubur batu biasanya dilakukan jauh – jauh hari sebelum seseorang meninggal dunia atau ketika masih hidup kubur batu sudah disiapkan terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
“ Sekarang ada 3 orang warga lansia yang sudah menyiapkan kubur batunya. Jadi kalau ketika meninggalkan tinggal dikuburkan pada kubur batu tersebut,”ungkap Fransiskus Ngojo.
Ia melanjutkan, batu yang hendak dibuat menjadi sebuah kubur biasanya diambil di dari kali yang berjarak 5 – 6 Km dari kampung. Batu yang diambil dari kali, dipikul dengan berjalan kaki. Batu akan dikerjakan di sebuah lokasi yang jauh dari kampung secara gotong royong kemudian barulah dibawa ke desa dengan upacara adat.
Warga bergotong royong dalam mengerjakan kubur batu dari mencari batu, memahat, dan memikul sampai ke Kampung Nuabari. Pihak keluarga tinggal menyiapkan makanan dan minuman bagi warga kampung yang bekerja.
“ Memang membuat kubur batu menghabiskan biaya banyak karena melibatkan banyak orang dan melalui upacara adat. Kalau dihitung, biaya pemakaman pakai batu alam bisa menghabiskan anggaran 50 – 75 juta,” ungkap Fransiskus Ngojo.
ADVERTISEMENT
Kubur batu itu memiliki 2 model, satu berbentuk persegi besar dan merupakan tempat untuk menguburkan orang dalam keadaan utuh. Sementara jenis lainnya lebih kecil, dan hanya menjadi tempat dikuburkannya tulang – tulang leluhur.
Kubur batu yang sudah jadi terdiri dari dua bagian,yakni bagian bawah merupakan tempat menyimpan jenazah atau tulang, sementara pada bagian atas sebagai penutup yang berasal dari batu ceper yang dibentuk lebih lebar dan besar beberapa inci dari bagian bawahnya. Pada bagian bahwa dicari batu besar dan dipahat membentuk kubus menyerupai kotak.
Dikatakan Fransiskus Ngojo, yang meninggal biasanya dimakamkan dalam kubur batu dalam posisi duduk. Kubur batu yang telah berisi jenazah bisa diletakaan di permukaan tanah atau ditanam, tergantung kesepakatan para mosalaki atau tetua adat.
ADVERTISEMENT
“ Posisi jenazah kami letakkan persis seperti di dalam kandungan (rahim) ibu, dengan kaki menghadap ke Gunung Lena Ndareta. Posisi ini bermakna orang bersangkutan kembali ke rahim ibunya,”ungkap Fransiskus Ngojo.
Lanjutnya, dalam setiap kubur batu alam diperbolehkan memasukan dua jenazah tetapi harus suami istri yang meninggal bersamaan. Jika meninggal dalam waktu berbeda, jenazah kedua baru boleh dimasukkan dalam kubur baru setelah lebih dari empat tahun atau ketika jasad sudah berbentuk tulang belulang. Sebelum itu, jenazah dimakamkan menggunakan peti lain.
Ditanya, terkait kubur batu yang berdampingan dengan pemukiman penduduk Nuabari, Fransiskus Ngojo menjelaskan pihaknya meyakini adanya hubungan yang sulit terpisahkan antara mereka yang sudah meninggal dan yang masih hidup sehingga kubur – kubur batu berada di tengah perkampungan dan di depan rumah warga.
ADVERTISEMENT
Kepala Desa Lenandareta, Yohanis B. Edison menuturkan situs budaya kubur batu Nuabari kini sudah ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara setelah ruas jalan menuju Lenandareta sudah diperbaiki oleh Pemkab Sikka. Sebelumnya, kondisi medan yang sulit dan terjal dengan jalan yang berbatu – batu menyebabkan sedikit wisatawan yang datang berkunjung.
Ia mengatakan, wisatawan yang datang berkunjung biasanya tertarik dengan keunikan tradisi menguburkan manusia di dalam batu alam yang masih bertahan hingga saat ini. Walaupun ada warga yang meninggal dan dikuburkan di dalam tanah tetapi tradisi menguburkan jenazah di dalam batu kubur masih tetap bertahan dan diwariskan.
Lanjutnya, saat ini, Situs Budaya Kubur Batu Nuabari sudah mulai ditata. Ada juga sebuah rumah besar yang bisa dipergunakan oleh wisatawan yang hendak menginap di Kampung Nuabari.
ADVERTISEMENT
Terkait listrik, saat ini, sudah ada penerangan listrik sehingga wisatawan bisa lebih nyaman. Kendati demikian, belum ada penginapan (homestay) khusus, barulah berupa sebuah rumah panggung besar yang dibangun oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sikka. (FP-01).