Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Posisi Pengajaran Sejarah dalam Proses Pendidikan di Indonesia
24 Desember 2020 10:06 WIB
Tulisan dari fadhila fajri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mata pelajaran adalah pelajaran yang diajarkan atau dipelajari untuk sekolah dasar atau sekolah lanjutan. Mata pelajaran merupakan sebuah sarana untuk menggabungkan berbagai jenis pengetahuan yang memiliki keterdekatan, sama halnya dengan mata pelajaran sejarah yang merupakan gabungan dari beragam pengetahuan sejarah. Mata pelajaran Sejarah sudah sejak lama menjadi mata pelajaran wajib di jenjang sekolah. Sejarah sendiri sudah lama ditekankan dalam dunia Pendidikan Indonesia. Seperti usaha Moh. Yamin dalam memperkenalkan sejarah untuk memupuk rasa kebangsaan pada era perjuangan kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perubahan kurikulum, posisi pengajaran sejarah, baik secara tersirat maupun tersurat, tentu saja juga ikut berubah. Materi atau kurikulum yang ditetapkan juga biasanya mengikuti cara pandang pemerintah terhadap sejarah pada masa itu. Kurikulum sejarah pada akhirnya ditentukan oleh dinamika politik dan orientasi pembangunan nasional, pernah juga kurikulum sejarah digunakan sebagai sarana legitimasi kekuasaan. Padahal dengan pengajaran sejarah yang cenderung dibatasi ini dapat mengurangi nilai-niali historis yang terkandung di dalamnya, serta mengubah sejarah yang harusnya obyektif menjadi subyektif.
Posisi pengajaran sejarah yang kerap berubah-ubah ini, misalnya dapat kita lihat dalam kurikulum masa Orde Lama. Pada kurikulum 1947, sejarah ditekankan kepada Pendidikan jasmani yang bisa menumbuhkan kesadaran bela negara. Materi sejarah pada periode ini dihubungkan dengan peristiwa sehari-hari dan memiliki tujuan untuk menumbuhkan semangat patriotisme. Hal ini penting mengingat saat itu Indonesia juga baru saja merdeka. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kurikulum bergerak mengikuti kehendak politik pemerintah yang memanfaatkan Pendidikan sebagai Indoktrinisasi. Materi-materi Indoktrinasi dikumpulkan dari berbagai naskah pidato presiden Soekarno yang selaras dengan Manipol/USDEK dan bertujuan untuk membentuk manusia Pancasila yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Berlanjut pada era Orde Baru, dimana pembelajaran sejarah sedikit banyak disesuaikan dengan kondisi politik pada masa itu. Misalnya pada kurikulum 1968, dimana muncul mata pelajaran sejarah yang bersifat anti komunisme dan anti Soekarno. Pada era ini, sejarah yang dituliskan juga cenderung bersifat “seragam” seolah-olah penulisan sejarah hanya untuk kepentingan pihak yang berkuasa. Hal ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi kekuasaan sekaligus menunjukkan keberhasilan Orde Baru. Posisi pembelajaran sejarah sebagai legitimasi kekuasaan ini terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Melalui visi pendidikan zaman Orde Baru yang bertujuan membentuk masyarakat pancasilais, penanaman nilai-nilai pancasila melalui mata pelajaran khusus pancasila seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), dan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) pada akhirnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintahan. Kehadiran pembelajaran khusus ini menjadi mata pelajaran wajib baik di jenjang SD, SMP, maupun SMA. Hingga PSPB dihapuskan pada tahun 1986 karena banyak menuai kecaman.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan reformasi yang lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat pengajaran sejarah menjadi sedikit terlupakan. Baru pada kurikulum 2013 pemerintah menyadari pentingnya peran pembelajaran sejarah sebagai sarana pembentukan nilai-nilai karakter bangsa sehingga layak mendapatkan posisi penting dalam dunia pendidikan. Namun, pembelajaran sejarah yang diajarkan sekarang masih saja kurang maksimal. Pola pembelajaran yang cenderung banyak menghafal membuat citra sejarah di mata siswa menjadi pelajaran yang membosankan dan terkesan ‘kurang penting’.
Posisi sejarah menjadi semakin tersisih akibat adanya statement bahwa penguasaan ilmu yang berkaitan dengan teknologi saat ini jauh lebih penting daripada penguasaan terhadap sejarah. Padahal posisi bidang ilmu apapun sama pentingnya. Ambil contoh apabila ilmu eksak dan teknologi dapat menghasilkan penemuan-penemuan penting, maka posisi ilmu humaniora seperti sejarah adalah untuk membentuk karakter diri agar menjadi manusia beradab yang dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dengan cara yang benar. Sejarah pada dasarnya merupakan fondasi dari seluruh ilmu humaniora, mempelajari sejarah sama artinya dengan mempelajari manusia dan kehidupannya. Pembelajaran sejarah diyakini mampu mengajarkan pengalaman masa lalu yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk masa kini maupun masa yang akan datang. Seperti ungkapan Cicero Historia Magistra Vitae (sejarah adalah guru kehidupan), melalui pembelajaran sejarah, keberhasilan yang berhasil diraih di masa lalu akan menciptakan kepercayaan diri untuk masa mendatang.
ADVERTISEMENT