Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cara Agama Mengatur Peran Perempuan Dalam Rumah Tangga
19 Oktober 2023 6:43 WIB
Tulisan dari Despa Liana Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam tatanan kehidupan manusia sepanjang sejarah ini, telah lama kita mendengar bahwa keberadaan laki – laki menjadi pemangku kekuasaan tertinggi dibandingkan perempuan. Rasanya, pernyataan itu sudah tidak lagi berlaku pada zaman ini. Eksistensi perempuan kian hari makin naik menuju ranah publik yang dulunya memiliki batasan untuk mencapai semua itu. Sama hal nya dengan posisi seorang perempuan dalam rumah tangga, di mana dahulu perempuan amat diidentikkan dengan dapur, sumur, dan kasur. Kini, hal itu mampu dibantah oleh para perempuan hebat di luar sana. Tidak hanya berpindah dari label dapur, sumur, dan kasur, perempuan membuktikan kekuatannya dengan mengambil bagian penting lain yaitu turut serta membantu perekonomian di rumah tangganya. Ini menunjukkan betapa besarnya kekuatan yang perempuan miliki, di balik segala asumsi lemah tentang perempuan itu sendiri.
Peran perempuan menurut Hubies dapat dilihat dari tiga perspektif apabila dikaitkan sebagai manajer dalam rumah tangga dan pasrtisipasinya dalam pembangunan ekonomi keluarga. Peran perempuan jika dilihat dalam segi rumah tangga, dapat dibagi menjadi :
ADVERTISEMENT
1. Peranan Tradisional, di posisi ini seorang perempuan mengambil tindakan mencuci, memasak, mengasuh anak serta pekerjaan rumah tangga lainnya.
2. Peranan transisi, perempuan ikut berperan dalam mencari nafkah. Dalam peran transisi, perempuan ikut berpartisipasi mencari nafkah dikarenakan alasan seperti memenuhi kebutuhan pokok yang belum terpenuhi seutuhnya. Pada intinya di posisi ini perempuan ikut mencari nafkah karena dorongan permasalahan hidup yang dialami.
3. Peranan kontemporer, pada posisi peran ini, perempuan melakukan peran di luar rumah tangga sebagai seorang wanita karier.
Pembahasan mengenai pembagian peran perempuan secara umum mungkin sudah mulai banyak dipahami oleh masyarakat. Hal ini mejadi menarik ketika peranan perempuan dikaitkan dengan cara beberapa agama melihat peranan perempuan itu sendiri dalam rumah tangga. Kita sering mendengar kalimat bahwa agama mengajarkan kebaikan. Namun, apakah kebaikan tersebut juga berpihak untuk posisi perempuan dalam rumah tangga?
ADVERTISEMENT
Dalam agama Islam, perempuan menduduki posisi sebagai seorang istri pendamping suami dalam rumah tangga. Sebagai seorang istri, perempuan berhak mendapatkan rasa kasih sayang, cinta, perlindungan, dan nafkah lahir batin dari suaminya.
“Orang yang paling sempurna imannya ialah orang yang terbaik budi pekertinya, dan sebaik-baik kalian adalah orang yang berlaku baik kepada istri – istrinya”. (H.R. Ibnu Asakir dari Ali r.a, Ahmad dan Tirmidzi)
Islam sepenuhnya mengakui hak-hak perempuan dalam kepemilikan aset, termasuk uang dan properti, tanpa memandang status pernikahannya. Hak-hak ini tetap utuh, baik sebelum maupun setelah pernikahannya. Dalam hal kepemilikan harta benda, perempuan memiliki hak penuh untuk melakukan transaksi seperti penjualan, pembelian, dan tindakan lainnya terkait dengan harta miliknya. Hal ini bermakna bahwa Islam telah mengatur dengan sebaik – baiknya peran perempuan dalam rumah tangga agar berada dalam posisi yang mulia dan sepatutnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dari sudut pandang Islam, agama Kristen turut memandang perempuan sebagai suatu kesetaraan. Yesus Kristus datang dan mati untuk menyelamatkan dan melindungi perempuan maupun laki - laki tanpa memilih. Yesus Kristus juga mengajarkan bahwa perempuan tidak diperbolehkan untuk menjadi objek seks laki – laki.
5:25 Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaah dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.
5:26 Untuk menguduskannya, sesudah Dia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman.
5:27 Supaya dengan demikian Dia menempatkan jemaah di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaah kudus dan tidak bercela.
5:28 Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. 5:29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaah. (Efesus 5:25-28)
ADVERTISEMENT
Selanjutnya beranjak dengan melihat cara agama Hindu mengatur peran perempuan dalam rumah tangga. Dalam ajaran Hindu perempuan dipandang dengan penuh penghormatan sebagai bentuk Dewi. Dalam naskah - naskah suci Hindu, khususnya dalam Purana - purana, dijelaskan bahwa "Brahman" dalam manifestasinya sebagai "Tri Murti" selalu hadir berpasangan dengan "sakti" atau kekuatan yang melambangkan aspek feminin. Sebagai contoh, Dewa Brahma selalu berdampingan dengan Dewi Saraswati ketika menjalankan peran sebagai pencipta. Hal serupa terjadi pada Dewa Wisnu yang selalu bersama Dewi Lakshmi, yang menjadi pemelihara, dan Dewa Shiva dengan Dewi Parvati sebagai pasangannya yang melambangkan peran pelebur. Namun, cara agama hindu memuliakan perempuan tidak berjalan searah dengan tradisi dan hukum adat di Bali yang belum menggambarkan kesetaraan gender dalam perkawinan, pewarisan, dan perannya dalam kehidupan sosial.
ADVERTISEMENT
Di bali, laki – laki memiliki posisi yang istimewa dibandingkan perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam sistem pengambilan keputusan, di mana laki – laki mempuyai peran untuk memutuskan suatu perkara dan perempuan hanya bertugas menuruti hasil keputusan. Begitu juga dengan warisan dan kepemilikan, pihak laki – laki memiliki hak atas warisan da kepemilikan sedangkan perempuan tidak berhak untuk itu. Tentu saja ini dipandang tidak sejalan dengan cara agama Hindu memuliakan sosok perempuan dalam ajarannya.
Beralih menuju perspektif agama Budha dalam menempatkan peran perempuan di rumah tangga. Cara agama Budha melihat posisi perempuan hampir memiliki kesamaan dengan agama Islam. Di mana perempuan dan laki – laki memiliki kesetaraan tanpa ada perbedaan diantaranya. Keduanya diberikan hak dan kewajiban yang sama baik itu laki – laki ataupun perempuan. Agama Budha juga menerangkan bahwa laki – laki dan perempuan berasal dari bagian satu sama lain yang tidak terpisahkan.
Kesimpulan yang dapat kita lihat dari berbagai perspektif agama adalah posisi perempuan tetaplah mulia dalam ranah agama apa pun. Perempuan diberi tempat istimewa oleh agama sebagai makhluk yang harus dicintai, dilindungi, dan diberi hak yang sama seperti halnya hak yang didapatkan oleh laki – laki. Peran perempuan dalam rumah tangga nyatanya sudah diatur dalam agama, bukan sebagai pemuas nafsu suaminya, bukan pula sebagai pembantu rumah tangga yang menghabiskan waktu hanya di dapur, sumur, dan kasur. Lebih dari itu, perempuan memiliki hak dan kewajiban yang lebih besar dan dapat berkembang sama hebatnya dengan laki – laki. Sudah sepatutnya untuk membangun rumah tangga yang harmonis, suami dan istri sama – sama memahami posisi mereka untuk saling memenuhi hak dan kewajiban masing – masing tanpa merasa memiliki kekuatan yang lebih.
ADVERTISEMENT