Konten dari Pengguna

Bretton Woods, Petrodolar, dan Melelehnya Dolar (2)

Frass Kamasa
nulis apa yg disuka yg belum tentu benar dan belum tentu salah, sesdilu 63
27 Maret 2019 13:34 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Frass Kamasa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi petrodolar. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petrodolar. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi setelah Nixon Shock adalah berakhirnya pertukaran dolar dengan emas dan berlakunya sistem petrodolar, yaitu pertukaran dolar AS yang kali ini dikaitkan dengan lautan 'emas hitam', yaitu minyak.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, berlakunya sistem petrodolar adalah karena lautan minyak bumi yang berfungsi sebagai emas.
Pada tahun 1970-an, terlihat bangkitnya kekuatan ekonomi di Arab Saudi dan negara-negara pengekspor minyak lainnya di Jazirah Arab.
Perang Arab-Israel pada tahun 1973 membuka kesempatan bagi negara-negara Arab yang kaya minyak untuk menekan negara-negara Barat yang pro-Israel, terutama AS.
Pada tanggal 19 Oktober 1973, Arab Saudi memerintahkan penurunan produksi sebanyak 25% dan memulai politik embargo minyak terhadap AS dan beberapa negara industri utama lain. Tindakan tersebut diikuti negara-negara Arab lain.
Kepanikan timbul di kalangan pengusaha-pengusaha pengilang minyak internasional dan negara-negara industri yang sangat tergantung pada minyak, serta mengakibatkan makin melonjaknya harga.
ADVERTISEMENT
Harga minyak mengalami peningkatan sebesar 400% dari USD 3 menjadi USD 12 per barel dalam satu tahun sejak dimulainya Perang Yom Kippur, yang bersamaan dengan politik embargo minyak terhadap AS.
Kenaikan harga minyak ini tidak hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan minyak AS dan Inggris, tetapi juga yang lebih penting, negara-negara Arab penghasil minyak pada umumnya.
Hal itu menciptakan peluang yang kemudian secara cerdas dieksploitasi oleh AS untuk mencari jalan mengganti sistem moneter superfisial yang berdasarkan emas, dengan sistem moneter baru yang berdasarkan minyak bumi.
Bahkan, menurut pengakuan dari mantan Menteri Minyak Saudi untuk OPEC pada waktu itu, Ahmed Zaki Yamani, kenaikan minyak adalah permainan AS.
ADVERTISEMENT
-Ahmed Zaki Yamani
Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, sukses bernegosiasi dengan Raja Faisal dari Arab Saudi pada awal 1974, untuk mendapatkan kesepakatan yang mensyaratkan minyak dijual hanya dengan dolar AS.
Pertemuan Kissinger dengan Raja Faisal. Sumber: Wikimedia Commons.
Kesepakatan ini membuat Arab Saudi menjadi begitu kaya dan kemudian membujuk negara-negara Arab penghasil minyak lainnya untuk bergabung. Ini adalah kelahiran dari petrodolar.
Pada tahun 1975, negara-negara OPEC setuju untuk memberikan harga ekspor minyaknya hanya dengan dolar AS. Oleh karena minyak adalah barang yang berharga bagi suatu negara, dan karena kebanyakan negara adalah importir minyak, maka persetujuan ini menciptakan permintaan yang terikat pada mata uang dolar di pasar global.
Sumber: Ilustrasi dolar yang ditopang minyak, melahirkan sistem petrodolar. Sumber: Flickr
Keadaan ini kembali membawa dolar AS menjadi mahal (overvalued) di pasar uang global. Dan oleh sebab itu, nilai dolar AS sekali lagi secara artifisial kembali naik.
ADVERTISEMENT
Diplomasi Kissinger berhasil mendapatkan persetujuan bahwa, keuntungan berlipat-lipat (windfall profit) yang kini menimpa negara-negara Arab penghasil minyak akibat dari meroketnya harga minyak, akan diinvestasikan di bank-bank internasional dalam bentuk deposito berjangka. Misalnya, negara-negara Arab akan menginvestasikan petrodolar dalam bentuk surat-surat utang Pemerintah AS.
Hal itu dinamakan oleh Kissinger sebagai daur ulang petrodolar, yaitu pendaurulangan aset-aset kekayaan petrodolar negara-negara pengekspor minyak, kepada negara-negara pengimpor minyak, untuk membeli minyak hanya dengan dolar AS.
Daur ulang petrodolar. Sumber: https://www.imf.org/external/np/exr/center/mm/eng/rs_sub_3.htm
Uang petro dari negara-negara pengekspor minyak tersebut kemudian akan menjadi sumber pembiayaan esensial bagi perekonomian pasar maupun industri yang berkembang di seluruh dunia.
Konsekuensi logisnya, pasar keuangan internasional kembali dikendalikan oleh dolar AS yang dikaitkan dengan minyak. Dengan cara demikian, petrodolar telah mengubah mereka menjadi tengkulak yang menawarkan faedah.
ADVERTISEMENT
Quid pro quo atau balasan dari persetujuan ini adalah perjanjian pertahanan rahasia, di mana AS akan menjamin keamanan rezim Saudi, keamanan ladang minyak, dan juga suplai senjata.
Mengingat Perang Dingin berlaku pada masa itu dan terdapat kemungkinan bahwa Uni Soviet berusaha untuk membiayai revolusi yang akan menggulingkan para monarki Arab dari tahtanya, maka ini merupakan diplomasi yang brilian dari Kissinger.
Raja Arab Saudi tampaknya tidak menyadari bahwa ia telah menandatangani perjanjian yang abnormal. Sebagai akibat dari persetujuan tersebut, maka minyak berfungsi sebagai emas atas nama dolar AS.
Ilustrasi hubungan minyak, dolar, dan emas. Sumber: Wikimedia Commons.
Persetujuan ini benar-benar bertentangan dengan prinsip pasar yang bebas dan adil.
Setiap persetujuan bahwa minyak hanya dapat dijual dengan dolar AS merupakan pelanggaran terhadap pasar yang bebas.
ADVERTISEMENT
Dan karena dolar AS tidak dapat lagi ditukar dengan emas, maka hal itu juga merupakan pelanggaran terhadap pasar yang adil.
Dengan sistem petrodolar, AS tidak lagi memperhatikan hubungan antara cadangan emas dengan jumlah sirkulasi dolar AS. Harga emas dapat terus naik tanpa menimbulkan ancaman nyata bagi dolar AS.
Sejak tahun 1975, harga resmi emas sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sejak itu pula harga emas terus meroket.
Dengan sistem petrodolar ini pula, AS mendapatkan tiga keuntungan dengan segera.
ADVERTISEMENT
Bahaya terbesar dari sistem moneter petrodolar adalah membiarkan mereka yang mengendalikan sistem perbankan global untuk menciptakan uang sebanyak mungkin yang mereka inginkan.
Uang (kekayaan) kemudian dapat digunakan untuk mengeksploitasi mereka yang melawan sekelompok elite kaya dan memperkaya mereka yang mendukungnya.
Faktanya, banyak orang di dunia sudah hidup dalam keadaan yang sengsara akibat imperialisme moneter ini.
Laporan terbaru Oxfam yang dirilis sebelum pertemuan Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyatakan, harta 26 orang terkaya di bumi setara dengan kekayaan setengah populasi dunia, atau sekitar USD 3,8 miliar per orang. Laporan tersebut menunjukkan, pada 2018, jumlah harta ke-26 orang kaya tersebut tumbuh USD 2,5 miliar per hari pada 2018.
Untuk kasus Indonesia, selama periode 2013-2018, kekayaan 50% penduduk di Indonesia terus turun dari 3,8% dari total kekayaan nasional menjadi 2,8%. Sementara 1% penduduk terkaya memiliki 45% dari kekayaan nasional.
ADVERTISEMENT
(bersambung)