Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mempersepsikan Kebebasan dan Kemandirian
24 Mei 2017 16:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Frans Thamura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pertama urus anak magang, saya itu sekitar 2003-an, karena ditutup BaliCamp, dapat 2 siswa dari VEDC (satu kerja di bank D, satu urus beasiswa korea-jepang-china di lembaga konsorisium pendidikan ASEAN+3) dan 4 siswa dari UI (satu jadi pengusaha, dan sering kontak dg saya di FB dan bertemu, karena kesamaan bisnis, aktifis Kambing VLSM), ini diluar 2 anak UI yang awal-awal juga ikut bongkar Java (coba JBoss, EJB2) yang sekarang sudah Doctor di NUS. Silahkan comment kalau baca tulisan ini.
ADVERTISEMENT
Apa yang kami ajarkan sebenarnya totalitas ownership, karena kebetulan produk yang kami kembangkan juga sangat liberal dengan lisensi ASL (Apache Software License), yang mana bisa dipropietarykan, tanpa kita minta uangnya. Ada kampus di kota batagor yang menjual produk ini ke satu perusahaan otomotif, tidak bayar loyalty, tetap karena buatnya gak tahu gimana, salah satu distributornya menghubungi kami dan meminta review, alhasil kaget, dibongkarnya gila-gilaan. Juga ada kasus di kota gudeg dengan client di kalimantan, yup dijual oleh seorang dosen-nya, yang sampai hari ini saya tidak tahu siap tuh dosen.
Selain itu ada juga satu alumni disini yang juga ada pegawai yang alumni disini (yang lebih memilih memutus hubungan karena kasus beasiswa), nah pasti ketahuan perusahaan mana ini, yang mengatakan, jualan dia masih gak jauh-jauh dari platform yang dikembangkan disini.

ADVERTISEMENT
Kasus ini menarik sekali dibahas, karena semua yang belajar di Intercitra (kala itu) dan Meruvian (saat ini), adalah bagaimana kita mengembangkan platform aplikasi dan kita berinovasi diatasnya. Platform kreatifitas yang kami kembangkan ini diopensourcekan, gak bagus, tetapi sejak 1999 dibuat dan di opensourcekan 2001 di SourceForge dan sudah 3x pindah repository, dari SF.net, Java.net sampai berlabuh di github.com, dengan lebih dari 2000 siswa belajar, dengan output bukan hanya programmer tetapi juga manager marketing, maklum di sini diajarkan bukan hanya how to code, tetapi ada juga teori dasar marketing, salah satunya alumni dari sebuah poltek, dimana kota ini adalah kota kelahiran ayah dari wagub yang akan mengisi DKI, Oktober 2017 nanti, yup juniornya didanai oleh yayasan yang dibuat ibunya, dimana pak Wapres berada. Yang konon punya anak buah yang kampus terkenal di Indonesia Timur, tapi karena teori marketing mix jadi dia atasannya.. Semoga juga ini anak mau comment, sekalian testing efek Kumparan sudah sampai mana...
ADVERTISEMENT
Hanya ternyata dalam perjalanannya, model platform atau teknologi sendiri, masih belum jadi primadona dan menjadi sesuatu yang masuk kedalam benak para pejabat, walaupun kami sukses bertahan dari depakan sebuah proyek hutang sistem integrasi anggaran yang hutangnya dari negara ginseng. Lucu kan hutang ke negara ginseng, yang buat orang dalam negeri.
Gemerlap keren sepertinya hanya di sisi menggunakan, bukan mengembangkan apalagi kasus diatas memiliki platform. Bandingkan gemerlap program yang menggunakan merk internasional seperti Honda, Toyota, Microsoft, Autodesk atau merk lainnya.
Sertifikat dan kebanggan dari lembaga pendidikan masih merasa keren dengan ini semua, padahal siswa didiknya bisa apa, bisa buat motor Honda sendiri, mobil Toyota, atau buat Office Microsoft, atau 3D Autodesk.. GAK AKAN BISA!!
ADVERTISEMENT
Juga lihat bagaimana pemerintah sekarang dengan BEKRAF Dev Day, lebih banyak title internasional GDE, MVP dkk. Atau yang startup yang makin hari makin hilang diambil asing, dibandingkan sebuah evangelist dari sebuah merk yg terdaftar di dirjen HKI, agak lucu juga promosi IP tetapi yang dipakai merk asing.
Apakah karena Belanda telah sukses bukan hanya menerapkan 3kata mujijat, tetapi juga membenamkan dalam kultur kemuliaan, sehingga cara kita melihat seperti ini.
Tapi apapun yang terjadi, disini maju dengan sesuatu yang kami percayai. Menunggu negara ini dapat mengerti.