Konten dari Pengguna

Analisis Industri Panel Surya di Indonesia dengan Menggunakan Kurva Tersenyum

Frengky Simanjorang
Mahasiswa Teknik Elektro di Universitas Diponegoro, Magang di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
1 Maret 2022 20:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Frengky Simanjorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : https://www.shutterstock.com/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : https://www.shutterstock.com/
ADVERTISEMENT
Saat ini negeri tirai bambu sudah menguasai pasar panel surya global, dan negara tersebut menjadi pemasang solar panel terbanyak di dunia. Pada tahun 2015, China telah melampaui Jerman sebagai produsen panel surya terbesar di dunia. Pada akhir tahun 2021, total kapasitas solar panel yang terpasang di China adalah 306,560 GW, terhitung sepertiga dari total kapasitas panel surya yang terpasang di dunia (773,2 GW).
ADVERTISEMENT
Mengapa China bisa menjadi negara penguasa pasar solar panel? Hal ini tidak lepas dari dukungan pemerintahnya, serangkaian kebijakan komprehensif diperkenalkan oleh pemerintah China guna merangsang pasar domestik. Dikombinasikan dengan pemberian subsidi energi terbarukan pada pada investor tenaga surya. Mereka juga gencar untuk mempromosikan sel surya ini kepada masyarakatnya sendiri.
Selain memproduksi sel surya, China juga memproduksi komponen-komponen lainnya pada solar panel, seperti inverter pengubah listrik DC menjadi AC, baterai penyimpan daya listrik. Jadi China memanfaatkan pasar panel surya ini dengan membuat ekosistem sendiri yang menyediakan semua kebutuhan solar panel. Seolah-olah China mengetahui apa saja kebutuhan global terkait dengan solar panel ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia, apakah industri panel surya Indonesia sama dengan China? Tentu saja tidak. Penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia masih sangat jauh dibanding China, kapasitas energi baru terbarukan yang terpasang di Indonesia hanyalah sebesar 10,4 GW atau 2,5% dari total potensi yang ada (417,8 GW), untuk tenaga surya sendiri berkontribusi sebanyak 153,5 MWp (0,07%). Sangat disayangkan bahwa dari total potensi yang begitu besar namun pemanfaatannya masih jauh dari kata optimal.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang menjadi perhatian pemerintah lebih dalam lagi, Pemerintah Indonesia sudah membuat peta jalan untuk memaksimalkan penggunaan energi baru terbarukan. Pemerintah membuat target penggunaan bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2030. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah perlu mengadakan beberapa hal, seperti meningkatkan rantai industri, menyediakan dana yang besar kepada investor, serta mengkolaborasikan stakeholder terkait riset solar panel, agar Indonesia dapat memproduksi sel suryanya sendiri.
Kurva Senyum (Sumber : Zoom Gerilya KESDM)
Smiling curve atau kurva tersenyum adalah salah satu kurva yang berfungsi untuk menganalisis nilai tambah (value adding effect) dari suatu produk, kurva ini berlaku untuk produk apapun termasuk solar panel. Value adding atau nilai tambah merupakan nilai lebih dari sebuah produk dimana harga jual produk tersebut dikurangin harga untuk menghasilkan produk tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai value adding dari suatu produk, yaitu Research and Development, Component Manufacturing, Component Integration, dan Selling.
ADVERTISEMENT
R&D product development merupakan tahap berinovasi menciptakan sesuatu yang baru serta menguji keefektifan dari hasil produk tersebut. Pada tahap ini biasanya akan menghasilkan yang namanya paten. Karena dalam pembuatan paten diperlukan sumber daya dan sumber dana yang besar maka research and development ini memiliki nilai tambah produk tertinggi.
Sedangkan component manufacturing adalah proses pembuatan produk dari bahan baku menjadi barang jadi, seperti pada solar panel yaitu proses pembuatan dari bahan silikon menjadi sel surya. Pada tahap ini terjadi penurunan nilai tambah produk dibandingkan dengan R&D, hal ini terjadi karena tingkat kesulitan dan sumber dayanya semakin menurun.
Kemudian component integration yaitu proses perakitan produk, contohnya sel surya menjadi modul surya. Pada tahap ini merupakan tahap yang memiliki nilai tambah produk paling rendah karena harga dari sel surya sudah murah sehingga proses pembuatannya tidak memakan banyak biaya.
ADVERTISEMENT
Terakhir ada selling atau menjual produk, pada tahap ini nilai tambah dari produk mulai naik dibandingkan component manufacturing karena tingkat kompetitifnya semakin tinggi terutama dalam pembuatan model bisnis baru yang dapat memikat hati masyarakat agar mau menggunakan produk yang dijual.
Lalu bagaimana posisi solar panel Indonesia apabila dianalisis melalui kurva tersenyum ini? Indonesia dalam hal research and development memang masih kurang dibanding negara lain, diperlukan dana dan dukungan pemerintah terutama dalam lingkup perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya, agar dapat membuat paten sehingga nantinya dapat memproduksi solar panel sendiri.
Dalam kurva tersebut, Indonesia masih berada pada tahap component integration yaitu proses perakitan sel surya menjadi modul surya. Namun, pada tahap tersebut nilai tambah produk masih rendah. Lalu apa yang perlu dilakukan agar dapat meningkatkan nilai tambah dari solar panel? Hal yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah memperlebar kurva senyum sebalah kanan. Research and development, component manufacturing dikesampingkan terlebih dahulu, sehingga Indonesia tidak perlu membuat selnya, tidak perlu membuat modulnya, tapi Indonesia dapat berkreasi membuat model bisnis baru untuk solar panel seperti ke masyarakat, pariwisata, nelayan, industri, rooftop dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang bisa menjadi pasar besar untuk solar panel. Namun, jika tidak ada upaya serius dari pemerintah, maka industri solar panel akan berjalan di tempat saja. Untuk rencana jangka panjang, Indonesia dapat melebarkan kurva senyum sebelah kiri juga, yaitu dengan cara memberikan dukungan serius dan dana yang besar kepada perguruan tinggi atau lembaga riset dengan tujuan meningkatkan jumlah paten pada level dalam dan luar negeri. Serta menguatkan kerjasama perguruan tinggi dengan industri.