Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Perlunya Kajian Ulang Kebijakan Pajak Bagi Dokter
19 Maret 2025 19:48 WIB
ยท
waktu baca 2 menitTulisan dari Frida Aulia Rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan perpajakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 menimbulkan ketidakadilan bagi profesi dokter, khususnya mereka yang melayani pasien JKN. Kebijakan ini mengenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto sebelum dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional. Hal ini sangat merugikan karena pajak seharusnya dikenakan atas penghasilan bersih yang benar-benar diterima oleh wajib pajak. Dengan skema pemotongan pajak seperti ini, dokter berpotensi harus membayar pajak atas penghasilan yang belum mereka nikmati secara riil, yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam perpajakan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini juga berpotensi menurunkan minat dokter dalam melayani pasien JKN. Sebagian besar dokter di rumah sakit melayani pasien JKN dengan tarif standar yang ditetapkan pemerintah, yang sering kali lebih rendah dibandingkan tarif pasien non-JKN. Jika pajak dikenakan atas penghasilan bruto tanpa mempertimbangkan potongan dan biaya operasional, insentif bagi dokter untuk tetap melayani pasien JKN semakin berkurang. Jika kondisi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin terjadi krisis dalam pelayanan kesehatan, di mana jumlah dokter yang bersedia menangani pasien JKN semakin menurun akibat beban pajak yang tidak proporsional.

Selain itu, kebijakan ini juga kurang tepat karena menyamakan profesi dokter dengan perusahaan. Dalam aturan perpajakan, pajak atas omzet atau penghasilan bruto umumnya diterapkan kepada entitas bisnis yang memiliki struktur finansial berbeda dengan individu profesional seperti dokter. Seorang dokter memperoleh penghasilan dari berbagai sumber, seperti seminar, pelatihan, dan konsultasi, yang seharusnya dikenakan pajak berdasarkan pendapatan bersih setelah dikurangi berbagai biaya. Jika pajak tetap dikenakan atas penghasilan bruto, dokter dapat membatasi jasa yang mereka tawarkan atau memilih pekerjaan yang lebih menguntungkan setelah pajak, yang pada akhirnya merugikan masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan berkualitas.
ADVERTISEMENT
Sebagai solusi, pemerintah perlu mendengarkan aspirasi para dokter dan mengevaluasi kembali kebijakan ini. Jika pajak tetap diberlakukan seperti saat ini, pemerintah harus siap menghadapi potensi berkurangnya jumlah dokter yang melayani pasien JKN, yang dapat berdampak negatif pada kualitas layanan kesehatan nasional. Dialog antara Kementerian Keuangan dan perwakilan dokter sangat diperlukan untuk menemukan solusi yang lebih adil dan berimbang. Profesi dokter bukan hanya sekadar pencarian pendapatan, tetapi juga bentuk pengabdian kepada masyarakat. Dengan kebijakan pajak yang lebih proporsional dan adil, dokter akan tetap termotivasi untuk memberikan layanan terbaik tanpa terbebani pajak yang memberatkan.