Konten dari Pengguna

Bayang-bayang Bullying dalam Pendidikan di Indonesia

Frisca Alexandra
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
3 Mei 2024 18:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Frisca Alexandra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pendidikan Anak (Sumber: PIXABAY)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pendidikan Anak (Sumber: PIXABAY)
ADVERTISEMENT
Bullying atau perundungan adalah suatu perilaku agresif yang dilakukan untuk menjahati atau membuat seseorang merasa kesusahan. Tindakan bullying ini biasanya dilakukan berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu kondisi hubungan dimana didalamnya terdapat ketidak seimbangan kekuasaan antara yang kuat dan yang lemah atau dengan kata lain antara pelaku perundungan dengan korban perundungan.
ADVERTISEMENT
Secara umum terdapat empat bentuk bullying yakni bullying yang dilakukan secara verbal contohnya dengan mengolok-olok seseorang dengan niat merendahkan atau menjatuhkan mental orang tersebut. Adapula bullying secara sosial yakni dengan menyebarkan gosip terhadap seseorang yang belum pasti kebenarannya. Adapula bullying secara fisik yakni dengan melakukan tindak kekerasan secara langsung seperti pemukulan dan terakhir adalah bullying secara siber atau cyberbullying. Kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial tidak selamanya memberikan dampak positif, salah satu dampak negatif dari perkembangan media sosial adalah aksi bullying yang kini juga merambah pada ranah siber. Cyberbullying tidak terlalu jauh berbeda dengan verbal atau social bullying, bedanya pada cyberbullying, pelaku perundungan memanfaatkan platform media sosial ketika melakukan perundungan terhadap seseorang.
ADVERTISEMENT

Kasus Perundungan di Indonesia

Berdasarkan data hasil riset yang dilakukan oleh Programme for International Students Assessment (PISA) ditahun 2018, Indonesia berada pada posisi lima dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak ditemukan kasus perundungan pada anak dan remaja. Masih berdasarkan data hasil riset yang dilakukan oleh PISA ditahun 2018, ada sebanyak 41,1% anak dan remaja di Indonesia yang mengaku menjadi korban perundungan.
Pada tahun 2023, data mengenai kasus perundungan di Indonesia menunjukkan kejadian yang signifikan. Berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), terdapat sebanyak 16.720 kasus perundungan yang terjadi di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia selama tahun tersebut.
Sementara menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), jumlah kasus perundungan yang dilaporkan pada tahun 2023 adalah 30 kasus yang tercatat resmi, dengan sebagian besar kasus terjadi di jenjang SMP. Berdasarkan sumber yang penulis kutip dari databoks, penyebaran kasus bullying terjadi di berbagai provinsi dengan kejadian yang paling banyak tercatat di Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta
ADVERTISEMENT
Menurut Notoatmodjo, pendidikan memiliki tiga tujuan, yakni: (1) menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-konsep, (2) mengubah sikap dan persepsi, dan (3) menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini lebih berfokus pada tujuan pertama dari pendidikan seperti yang diutarakan oleh Notoatmodjo, yakni untuk menanamkan pengetahuan, pendapat serta konsep-konsep sedangkan tujuan kedua dan ketiga, yakni mengubah sikap serta menanamkan tingkah laku atau kebiasaan baru mendapatkan perhatian yang sangat minim.
Padahal pada kenyataannya penerapan perubahan sikap dan persepsi serta tingkah laku dan kebiasaan yang baru memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak karena karakter yang tertanam didalam dirinya sejak ia masih usia dini akan ia bawa saat ia dewasa nantinya. Karakter dalam diri seseorang juga menentukan bagaimana cara ia menanggapi permasalahan yang ada dikemudian hari. Kurangnya perhatian yang diberikan oleh sistem pendidikan di Indonesia pada tujuan kedua dan ketiga dari pendidikan sedikit banyak berpengaruh pada angka kasus bullying yang cukup tinggi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia menyadari untuk memutus mata rantai perundungan bukanlah hal yang mudah, secara tegas Presiden Joko Widodo pun pernah mengutarakan bahwa peran negara menjadi amat sangat penting dalam menghapuskan bullying dikalangan anak dan remaja. Pemerintah pun kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Dengan dikeluarkannya peraturan ini, pemerintah telah menyasar tindakan preventif, antisipatif serta rehabilitatif guna mengurangi kasus bullying pada anak dan remaja. Namun melihat angka kasus perundungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun bahkan setelah peraturan ini dibuat menunjukkan bahwa peraturan ini belum mampu mengurangi kasus bullying pada anak dan remaja, ditambah lagi peraturan tersebut hanya mengatur tindak perundungan yang dilakukan di lingkungan sekolah, sementara saat ini banyak pula tindak perundungan yang dilakukan melalui platform media sosial.
ADVERTISEMENT

Pendidikan perdamaian sebagai solusi alternatif guna mengurangi kasus perundungan

Apabila menilik kembali pada tujuan pendidikan seperti yang disampaikan Notoatmodjo, maka solusi atas kasus bullying terdapat pada poin kedua dan ketiga yakni mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku atau kebiasaan baru, sehingga menurut penulis, pendidikan perdamaian dapat menjadi solusi alternatif guna mengurangi jumlah kasus bullying di Indonesia.
Pendidikan perdamaian adalah ide yang muncul dari pemikiran para pendidik terkenal seperti Johan Galtung dan Maria Montessori. Tujuannya adalah untuk membantu anak-anak dan remaja mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang mendukung budaya damai di seluruh dunia. Dalam pendidikan perdamaian, anak-anak belajar untuk berpikir secara kreatif, serta diajarkan nilai-nilai seperti solidaritas dan toleransi terhadap orang lain. Hal-hal yang diajarkan dalam pendidikan perdamaian bukan hanya tentang memahami orang lain, tetapi juga tentang membangun keinginan baik dan mengurangi perilaku agresif sejak usia dini. Dengan cara ini, pendidikan perdamaian berpotensi menjadi solusi untuk mengurangi perundungan di kalangan anak dan remaja, karena membina pemahaman dan keharmonisan antar individu sejak dini.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan pendidikan perdamaian tidak hanya melibatkan guru selaku tenaga pendidik namun juga orang tua/wali. orang tua/wali juga dapat melakukan aktivitas pendidikan perdamaian yakni melalui kegiatan Parenting and Teaching Education, sebuah workshop, talkshow, dan seminar tentang pendidikan anak di dalam rumah dan di sekolah dengan menekankan pendidikan perdamaian. Tujuan dari keterlibatan orang tua/wali serta guru dalam pendidikan perdamaian adalah agar sosok orang tua/wali dan juga guru dapat hadir dalam proses pembangunan karakter anak dan remaja.
Pendidikan perdamaian memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak dan remaja karena akan membantu membangun karakter anak tersebut. Pendidikan perdamaian tidak berarti mengesampingkan pendidikan formal (komprehensif) hanya sebagai tambahan bagi bekal para siswa untuk kedepannya menjadi aktor-aktor penting dalam pencipta perdamaian bagi kehidupan masyarakat. Bagaimanapun juga kita tidak boleh lupa bahwa keberlangsungan suatu negara dilihat dari potensi generasi mudanya.
ADVERTISEMENT