Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Perjuangan Panjang Suku Aborigin Meraih Emansipasi
23 Juli 2023 17:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Frisca Alexandra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada bulan Juni 2023, Senat di Australia mengesahkan Rancangan Undang-Undang terkait hak-hak suku Aborigin. Dengan disahkannya RUU ini maka akan membuka jalan untuk diselenggarakannya referendum guna menanyakan kepada masyarakat Australia apakah mereka mendukung atau menolak perubahan dalam konstitusi yang akan memberikan suara serta pengakuan terhadap suku Aborigin.
ADVERTISEMENT
Sungguh suatu ironi, di mana suku Aborigin yang notabenenya adalah penduduk asli di Australia justru belum mendapatkan pengakuan berdasarkan konstitusi Australia.
Apabila referendum yang rencananya akan dilaksanakan pada antara bulan Oktober dan Desember ini berhasil meraih suara mayoritas. Setidaknya empat dari enam negara bagian, maka RUU ini akan lolos dan hanya membutuhkan pengesahan dari Gubernur Jenderal Australia.
Untuk meloloskan RUU ini pada proses referendum tentu bukanlah hal yang mudah karena tercatat dalam kurang lebih 19 referendum yang pernah diselenggarakan di Australia, hanya ada delapan RUU yang lolos salah satunya adalah referendum tahun 1967 tentang hak-hak adat.
Sementara referendum terakhir yang diselenggarakan Australia yakni pada tahun 1999 tentang isu republik kala itu gagal meloloskan isu tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, saat ini terjadi perdebatan di tengah masyarakat Australia antara kubu yang pro dan juga kontra terhadap RUU terkait hak suku Aborigin. Salah satu argumen dari kubu kontra mengatakan bahwa apabila RUU ini disahkan maka hanya akan membagi Australia ke dalam kelompok-kelompok masyarakat.
Namun bagi kelompok yang pro terhadap RUU ini, dilaksanakannya referendum di tahun ini terasa seperti oase setelah sekian lama menanti janji dari para Perdana Menteri Australia.
Tercatat, mulai dari Julia Gillard, Tony Abbott, Malcolm Turnbull hingga Scott Morrison pernah berjanji untuk melaksanakan referendum terkait hak-hak suku Aborigin namun baru di era pemerintahan Albanese, janji tersebut akhirnya menjadi kenyataan.
Sejarah Diskriminasi Rasial yang Dialami Suku Aborigin
Suku Aborigin di Australia sendiri telah mengalami sejarah panjang diskriminasi rasial yang dimulai dari Stolen Generation. Sejarah Stolen Generation dimulai ketika pemerintah Australia melihat ada banyak anak-anak suku Aborigin yang hidup di alam terbuka dan tidak terurus dengan baik serta tidak mendapatkan akses terhadap pendidikan hingga kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Australia kala itu lalu mengeluarkan kebijakan penertiban agar anak-anak suku Aborigin mendapatkan akses terhadap pendidikan dan juga kesehatan.
Niat baik pemerintah Australia ini berbanding terbalik dengan proses pelaksanaanya, di mana pemerintah justru mengambil secara paksa anak-anak suku Aborigin baik yang tidak terurus maupun yang hidup sejahtera dengan orang tuanya.
Anak-anak yang sudah diambil paksa oleh pemerintah Australia tidak akan bisa bertemu kembali dengan orang tuanya. Anak-anak ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah kamp untuk kemudian diberikan edukasi tentang gaya hidup orang kulit putih. Banyak pihak yang mengatakan bahwa Stolen Generation adalah sebuah upaya pembersihan budaya atau cultural genocide.
Gerakan rekonsiliasi guna menuntut hak-hak sipil yang sama bagi masyarakat suku Aborigin mulai dikampanyekan pada akhir tahun 1950-an.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1958, sejumlah aktivis membentuk kelompok kepentingan yang diberi nama Federal Council for Aboriginal Advancement (FCAA) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak sipil serta kebebasan bagi masyarakat Aborigin serta mencabut semua peraturan yang mendiskriminasi suku Aborigin.
Pada tahun 1967, pemerintah Australia menggelar referendum dengan mandat untuk menerapkan kebijakan atas dasar persamaan bagi setiap warga Australia. Tahun 1991, pemerintah Australia membentuk The Council for Aboriginal Reconciliation yang kemudian berganti nama menjadi Reconciliation Australia pada tahun 2000, yang bertugas untuk mempromosikan adat dan kebudayaan suku Aborigin.
Tahun 2008, Perdana Menteri Australia kala itu, Kevin Rudd menyampaikan sebuah pidato permintaan maaf atas segala dosa masa lalu yang dilakukan oleh pemerintah Australia kepada suku Aborigin khususnya terkait Stolen Generation.
Selain permintaan maaf, Kevin Rudd juga berjanji akan melakukan upaya emansipasi bagi suku Aborigin. Janji yang kemudian terus berulang pada masa pemerintahan Perdana Menteri selanjutnya hingga pada tahun 2019, Perdana Menteri, Scott Morrison, mengakui bahwa pemerintah Australia telah gagal dalam memenuhi hak serta upaya emansipasi bagi suku Aborigin.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Close The Gap tahun 2020, angka harapan hidup suku Aborigin cenderung rendah karena tingginya angka kematian akibat bunuh diri yang dipicu karena permasalahan ekonomi. Masih dalam laporan yang sama, pemerintah Australia juga dianggap gagal memberikan kesetaraan akses terhadap kesehatan bagi suku Aborigin.
Selain Close The Gap, The Australian Human Rights Commission juga mengeluarkan laporan pada tahun 2020 yang menyebutkan bahwa suku Aborigin menjadi etnis masyarakat yang paling banyak berada di dalam penjara dibanding etnis lainnya di dunia.
28% populasi penjara di Australia dipenuhi dengan masyarakat suku Aborigin, kondisi ini kemudian berpengaruh pada tingginya angka kematian suku Aborigin di dalam penjara, sehingga pada tahun 2020, masyarakat Australia memanfaatkan momentum Black Lives Matter yang awalnya merebak di Amerika kemudian bergema hingga ke Australia.
ADVERTISEMENT
Jika Rancangan Undang-Undang terkait hak-hak suku Aborigin berhasil lolos dalam proses Referendum mendatang maka kondisi ini tentu akan menjadi suatu langkah positif bagi berbagai permasalahan yang dialami suku Aborigin yang telah mengakar lama di Australia.