Konten dari Pengguna

Relasi Bisnis dan Politik yang "Tidak Sehat"

Friska Hariani Lumban Gaol
Mahasiswa Aktif Universitas Kristen Satya Wacana Program Studi Sosiologi
27 Juni 2024 13:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Friska Hariani Lumban Gaol tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Relasi Bisnis dan Politik (Sumber: https://pixabay.com/id/).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Relasi Bisnis dan Politik (Sumber: https://pixabay.com/id/).
ADVERTISEMENT
Bisnis dan politik merupakan dua hal yang memiliki makna yang berbeda. Politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu “polis” yang artinya negara. Politik dapat didefinisikan sebagai suatu cara seseorang dalam membuat suatu keputusan pada kehidupan berkelompok. Sedangkan, bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan ada dalam industry (Allan Afuah). Meskipun memiliki makna yang berbeda, keduanya memiliki pengaruh yang cukup krusial dalam kehidupan masyarakat. Relasi bisnis dan politik dalam ditinjau dalam beberapa aspek. Pertama, untuk kepentingan ekonomi. Politik membutuhkan sumber daya untuk menjalankan roda pemerintahan, seperti pajak dari perusahaan, sumbangan dana kampanye, dan dukungan dari pengusaha yang menjadi sumber daya penting bagi para politisi. Sebaliknya, bisnis pun membutuhkan stabilitas dan kepastian politik. Iklim politik yang kondusif, infrastruktur yang memadai, dan kebijakan yang mendukung bisnis, menjadi faktor penting bagi kelancaran kegiatan usaha pebisnis tersebut.
ADVERTISEMENT
Kedua, untuk kepentingan pengaruh dan kekuasaan. Politik ingin mendapatkan dukungan dari pengusaha atau pebisnis besar karena dukungan ini akan dapat membantu memperbesar peluang para politisi untuk memenangkan pemilu dan mempertahankan kekuasaan. Sama halnya dengan pengusaha, yang ingin terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang dapat menguntungkan bisnis mereka. Terakhir, untuk keperluan akses informasi terbaru. Politikus membutuhkan informasi tentang kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Informasi ini dapat diperoleh dari pebisnis di daerah tersebut, yang kemudian dapat membantu tokoh politik dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan efisien. Begitu pula dengan pebisnis yang membutuhkan informasi terbaru mengenai situasi politik terbaru, di mana informasi ini dapat membantu mereka dalam mengambil keputusan bisnis yang tepat dan menarik dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Relasi antara bisnis dan politik memiliki peran yang kompleks dalam proses pembuatan dan pengimplementasian kebijakan publik. Relasi antara bisnis dan politik memiliki banyak dampak positif yang berperan penting dalam membentuk kebijakan publik. Seyogianya, kolaborasi ini harus dapat menghasilkan kebijakan yang pro-rakyat dan mendorong kemajuan ekonomi bersama. Kenyataannya, dalam praktiknya, relasi ini tak jarang “meleset” dari fungsinya. Hal ini tentu akan berimbas terhadap munculnya relasi bisnis yang “tidak sehat” yang akan menguntungkan kepentingan segelintir pihak dan merugikan masyarakat luas. Relasi bisnis dan politik yang “tidak sehat” secara tidak langsung akan mempermudah berkembangkanya kasus-kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, kita dapat melihat sejauh mana relasi bisnis dan politik “tidak sehat” ini berjalan. Salah satu kasus yang cukup menyita perhatian adalah kasus Wisma Atlet Hambalang pada tahun 2011 lalu. Mengutip dari Kompas.id, yang menyatakan bahwa: "Korupsi proyek Hambalang adalah korupsi 'berjemaah', yang artinya semua pihak yang disebutkan di dalam audit menjalankan perannya masing-masing. Dimulai dari penyiapan lahan untuk pembangunan, termasuk perizinan, persetujuan teknis pengadaan (lelang dan kontrak tahun jamak), pencairan anggaran, hingga penetapan pemenang lelang yang dilakukan di luar prosedur baku." Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi, pengusaha, dan anggota parlemen.
ADVERTISEMENT
Kasus ini menjadi salah satu contoh adanya relasi "tidak sehat" antar bisnis dan politik, di mana kelompok bisnis atau korporasi menjadi alat bagi elite politik untuk menjarah uang rakyat. Kelompok penguasa berkolaborasi dengan kepentingan bisnis untuk melakukan kejahatan. Kasus ini tentu menyebabkan kerugian bagi publik karena uang yang dikorupsi adalah hasil pajak publik. Berdasarkan informasi dari Detik.com, menyatakan bahwa: "Kerugian negara yang dihasilkan dari perkara kasus dugaan korupsi proyek Hambalang memang luar biasa besar. Jumlahnya mencapai Rp 463,668 miliar." Uang haram tersebut ada yang disalurkan melalui subkontraktor, ada pula yang dikirim langsung oleh konsorsium PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk (Tempo.co).
Berdasarkan dari kasus Wisma Atlet Hambalang ini, kita dapat melihat bahwa relasi politik dan bisnis yang ada di Indonesia belum sepenuhnya berjalan dengan semestinya. Bukan tidak mungkin, bahwa masih terdapat kasus-kasus KKN lain yang terjadi di Indonesia yang diakibatkan oleh relasi bisnis dan politik yang tidak sehat ini. Maka, sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mampu memiliki kesadaran akan pentingnya membangun relasi yang sehat dan positif. Tak terkecuali dengan relasi antara bisnis dan politik. Membangun relasi bisnis dan politik yang sehat bukan hanya berbicara tentang bagaimana mendapatkan keuntungan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang etis dan transparan untuk mencegah terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Untuk membangun relasi bisnis dan politik yang sehat dan terhindar dari KKN, tentu ini harus menjadi tanggung jawab bersama dari setiap pihak.
ADVERTISEMENT
Di bawah ini, terdapat beberapa tips agar terhindar dari relasi bisnis dan politik yang “tidak sehat”, diantaranya:
1. Fokus untuk Keuntungan Bersama, Bukan Keuntungan Pribadi.
Sebelum menjalin sebuah relasi atau kerja sama, baik pebisnis maupun politikus, harus memiliki komitmen untuk membangun relasi berdasarkan nilai dan tujuan bersama dan menghindari membangun relasi hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Saling memiliki kesadaran bahwa relasi yang dibangun adalah keuntungan dan kebaikan bersama, bukan untuk menguntungkan segelintir pihak dan merugikan pihak lainnya.
2. Integritas dan Akuntabilitas yang Tinggi.
Dalam menjalin relasi, maka harus mampu untuk selalu bertindak dengan menjunjung integritas dan juga profesionalisme yang tinggi. Harus mampu menjaga komunikasi yang terbuka dan transparan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam semua urusan bisnis dan politik yang dijalani, serta bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang diambil.
ADVERTISEMENT
3. Patuhi Hukum dan Peraturan yang Berlaku.
Setiap tindakan yang dilakukan tentu harus berlandaskan hukum. Termasuk ketika membangun relasi bisnis dan politik, tentu ada peraturan atau hukum yang berlaku untuk mengatur bagaimana agar relasi ini dapat berjalan dengan baik dan benar. Maka, setiap pihak yang terlibat dalam suatu relasi harus mampu untuk patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku dalam bisnis dan politik.
Membangun relasi bisnis dan politik yang berdampak positif membutuhkan komitmen, usaha, dan kerjasama dari semua pihak. Hal ini tentu harus menjadi tanggung jawab bersama ketika hendak membangun relasi bisnis dan politik. Terlepas dari semua tips ini, kesadaran dari setiap individu yang terlibat adalah menjadi hal yang terutama untuk menciptakan relasi bisnis dan politik yang lebih sehat, adil, transparan.
ADVERTISEMENT
Friska Hariani Lumban Gaol, mahasiswa aktif Sosiologi, Universitas Kristen Satya Wacana.