Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kesetaraan Gender Bukan Hanya Tentang Jenis Kelamin, Tapi Juga Tentang Budaya
5 Juli 2024 17:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari FRISKA LORENZA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kesetaraan gender selalu menjadi salah satu topik yang berujung perdebatan ketika dibahas. Jika sudah mengkaji tentang gender, berarti disana membahas terkait peran dan harus menjadi apa seseorang berdasarkan jenis kelaminnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah terbiasa melihat aktivitas yang sebenarnya itu adalah salah satu bentuk gender itu sendiri, misalnya saat pagi hari ibu bangun dan membuatkan sarapan untuk keluarga sedangkan ayah duduk di teras sambil minum kopi. Pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi dan menurut saya tidak ada permasalahan terkait hal tersebut. Karena memang laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban masing-masing apalagi dalam urusan rumah tangga, selagi hal tersebut sesuai kesepakatan bersama dan tidak ada pihak yang merasa terdiskriminasi, bagi saya pembagian peran seperti itu sah-sah saja.
ADVERTISEMENT
Permasalahan gender muncul ketika adanya diskriminasi terhadap salah satu jenis kelamin itu tadi. sejak dulu, masalah diskriminasi gender selalu didapat oleh perempuan yang membuat mereka memiliki batasan-batasan terentu. Isu kesetaraan gender muncul saat perempuan dan laki-laki tidak diberi kesempatan yang sama terutama dalam kehidupan social masyarakat. Contoh sederhananya dalam bidang kepemimpinan, perempuan sering diragukan dan dianggap tidak bisa memimpin layaknya laki-laki. Namun, seiring perkembangan zaman, rasanya saat ini tidak terlalu banyak perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan politik, ekonomi dan social, misalnya dalam bekerja dan kebebasan mengemukakan pendapat.
Budaya menjadi salah satu faktor paling besar yang mempengaruhi permasalahan gender. Lingkungan tempat tinggal akan membentuk aturan-aturan tertentu sesuai dengan adat istiadat yang ada disana. Namun terkadang masyarakat sering membangun steriotip-steriotip yang akhirnya membuat ketimpangan antara kedudukan perempuan dan laki-laki. Misalnya saja perempuan diharuskan bisa mengerjakan pekerjaan rumah, meskipun sudah lelah bekerja seharian, berbeda dengan laki-laki yang tidak masalah jika langsung istirahat setelah berkeja. Seolah-olah kewajiban dalam mengurus rumah hanya diberatkan pada perempuan, jika rumah berantakan maka yang disalahkan adalah istri saja yang dianggap tidak becus mengurus rumah.
ADVERTISEMENT
Hal yang dibutuhkan dari kesetaraan gender hanyalah keseimbangan. Menjadi perempuan membuat saya paham dan merasakan tuntutan menjadi seorang perempuan khususnya di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih tergolong patriarki. Perempuan yang harus selalu menjaga dirinya, dengan berpakaian sopan, menutup aurat, menjaga pergaulan, menata perkataan dan sebagainya. Anehnya hal tersebut tidak diterapkan pada anak laki-laki, kebanyakan dari mereka sering mendapatkan kata maklum apabila melakukan hal yang tidak baik. Hal tersebut yang sebenarnya menimbulkan masalah. Perempuan sudah menjaga dirinya sebaik mungkin, tapi ada saja laki-laki yang cat calling dan merendahkan perempuan dengan perkataan atau sikap mereka.
Perihal kerugian dan keuntungan menjadi jenis kelamin tertentu juga bentuk dari konstruksi sosial. Saya dilarang orang tua keluar rumah malam karena takut dengan komentar masyarakat, sedangkan saudara laki-laki saya tidak seperti itu. Saya dilarang menanjak gunung, karena itu bukan kegiatan yang biasa dilakukan perempuan. Mungkin menjadi perempuan membuat saya memiliki batasan dalam melakukan hal-hal tertentu. Tapi disamping itu, menjadi perempuan juga memberikan saya beberapa keuntungan.
ADVERTISEMENT
Hal yang paling sederhana adalah perempuan biasanya mendapatkan perlindungan dan didahulukan dalam beberapa hal. Misalnya saat main dengan teman yang ada laki-lakinya mereka akan bertugas sebagai penjaga bagi perempuan. Sebagai seseorang yang tinggal di Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, saya sering memperhatikan kebiasaan dan budaya disini. Perempuan memang ditempatkan pada posisi istimewa sebagai pewaris harta pusaka dan symbol bagi kaumnya. Hal ini yang menyebabkan perempuan Minangkabau harus selalu menjaga kehormatan dirinya. Sebenarnya tujuan dari setiap aturan adat pasti demi kebaikan kaumnya sendiri. Perempuan minangkabau dijamin hidupnya dengan harta pusaka dan mendapatkan perlingdungan dari kaum dan bimbingan dari mamak (paman) nya. Dan menurut saya hal ini adalah salah satu keuntungan menjadi perempuan di Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Perbedaan pendapat antara perempuan dan laki-laki perihal gender dapat dilihat dari banyak hal. Selain perbedaan pendapat, kita juga bisa melihat bagaimana keluarga atau lingkungan sekitar bersikap pada keduanya sangat bertolak belakang. Terdapat perbedaan mencolok yang sudah lama dikaitkan dengan stuntuan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, saya juga meyakini, bahwa pendapat masing-masing dari mereka bebagian besar pasti dipengaruhi oleh budaya dan tempat tinggal mereka. Saat ini, perempuan mungkin sudah lebih bebas dalam melakukan berbagai kegiatan seperti bekerja, melakukan hobi dan sebagainya. Bahkan saat ini menurut saya, tidak hanya perempuan tapi banyak laki-laki yang juga mendapatkan diskriminasi. Pada akhirnya gender adalah perihal kebiasaan dan budaya. Tidak ada salahnya dengan laki-laki yang berdandan, tidak ada salahnya dengan perempuan yang menjadi tukang parkir dan sebagainya. Penerimaanpenerimaan terkait gernder sebenarnya sudah banyak terjadi. Tetapi tetap tidak bisa dipungkiri masih akan ada ketimpangan atau perbedaan itu tadi. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender biasanya terjadi karena kesalahpahaman masyarakat terhadap konsep utama kesetaraan gender itu sendiri. Keseimbangan itulah yang harus dicitakan dalam kesetaraan gender. Tidak ada diskriminasi terhadap kelompok dan gender tertentu, memberikan kesempatan dan hak yang sama bagi setiap orang. Tidak ada lagi kesenjangan gender dalam pekerjaan dimana adanya segmentasi jenis kelamin angkatan kerja, ada juga kekerasan fisik seperti kekerasan dalam rumah tangga, perdangan perempuan, dan cat calling didepan umum. Untuk itu, perlu adanya kesadaran terkait kesetraan gender tersebut, karena dengan kesadaran, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan dapat menghilangkan steriotip-steriotip buruk terkait gender. setiap manusia memiliki hak asasi dan mereka berhak atas diri mereka sendiri.
ADVERTISEMENT