Konten dari Pengguna

Pelestarian Bangunan Bersejarah: Menjaga Identitas, Membentuk Masa Depan

feliciaroseanne
Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya, Jurusan Arsitektur
28 April 2025 9:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari feliciaroseanne tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah pesatnya pertumbuhan kota-kota modern, pelestarian bangunan bersejarah menjadi tantangan sekaligus peluang yang penting. Bangunan-bangunan ini bukan hanya saksi bisu masa lalu, melainkan bagian dari identitas kolektif sebuah kota. Melestarikan bangunan bersejarah berarti menjaga warisan budaya, nilai estetika, sekaligus memperkaya pengalaman ruang masyarakat modern.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, dalam praktiknya, pelestarian sering kali dipandang sebagai beban ekonomi. Banyak pihak menganggap bahwa membangun gedung baru jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankan struktur lama. Pandangan seperti ini keliru dan berisiko menghapus karakter sebuah kota. Justru dengan pendekatan adaptive reuse — memfungsikan kembali bangunan lama dengan fungsi baru — nilai sejarah dapat dilestarikan sekaligus menjawab kebutuhan ekonomi dan sosial masa kini.

Adaptive Reuse Sebagai Strategi Pelestarian Bangunan Bersejarah

Melestarikan bangunan bersejarah bukan sekadar mempertahankan memori visual, melainkan merupakan investasi strategis jangka panjang. Kota-kota yang memiliki warisan arsitektural yang kuat cenderung memiliki identitas yang lebih tajam dan menarik dibanding kota yang seluruh lanskapnya diisi oleh gedung-gedung generik. Keunikan visual ini tidak hanya memperkuat rasa bangga warga terhadap kotanya, tetapi juga menjadi daya tarik penting bagi wisatawan dan investasi.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, pelestarian bangunan bersejarah berperan penting dalam membangun keterikatan emosional warga terhadap ruang hidupnya. Sebuah kota yang merawat warisannya menumbuhkan rasa memiliki di kalangan masyarakat. Ruang-ruang publik yang memiliki nilai sejarah mampu mendorong komunitas untuk lebih aktif terlibat dalam perawatan dan pelestarian lingkungan sekitar.
Namun, pelestarian tidak boleh dilakukan secara serampangan. Dibutuhkan riset mendalam, penghormatan terhadap teknik dan material asli, serta pendekatan adaptif agar bangunan dapat tetap berfungsi relevan. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, arsitek, dan sejarawan menjadi elemen vital untuk memastikan bahwa pelestarian membawa manfaat nyata, bukan sekadar proyek kosmetik yang kehilangan makna substansial.

Contoh Penerapan: Revitalisasi Pos Bloc

Bangunan bersejarah yang direvitalisasi menjadi ruang publik di Pos Bloc Surabaya. Foto : Surabaya Tourism.
Contoh penerapan prinsip ini dapat dilihat pada proyek Pos Bloc di Jakarta dan Surabaya. Melalui revitalisasi gedung bekas kantor pos yang memiliki nilai sejarah tinggi, Pos Bloc mengubah fungsi bangunan menjadi pusat kreatif dan ruang publik tanpa menghilangkan karakter arsitektur aslinya. Inisiatif ini menunjukkan bahwa pelestarian tidak hanya mempertahankan fisik bangunan, tetapi juga menghidupkan kembali relevansi sosial dan ekonomi bangunan tersebut dalam konteks modern.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, dibutuhkan kebijakan yang lebih tegas dan mendukung pelestarian, seperti pemberian insentif pajak, penyederhanaan izin restorasi, serta program edukasi publik yang konsisten. Pelestarian harus menjadi bagian integral dari strategi pembangunan kota, bukan diperlakukan sebagai beban atau pelengkap belaka.

Kesimpulan: Merawat Sejarah, Membentuk Masa Depan

Kesimpulannya, pelestarian bangunan bersejarah adalah bentuk penghormatan terhadap perjalanan peradaban, sekaligus pondasi kuat untuk membangun kota-kota yang berkarakter, berkelanjutan, dan bermakna. Di tengah derasnya arus modernisasi, mempertahankan warisan arsitektur adalah tindakan bijak untuk menjaga kesinambungan identitas dan memperkaya kehidupan masa depan.