Peran Strategis Pesantren Terhadap Pencegahan dan Penanganan Wabah COVID-19

Fuad Faizin
Penggiat literasi kesejarahan dan warisan budaya
Konten dari Pengguna
21 Mei 2020 20:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fuad Faizin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Santri di pesantren.
ADVERTISEMENT
Wabah Covid-19 merupakan sebuah bencana global. WHO telah menetapkan sebagai pandemi sejak 11 Maret 2020. Dalam penanganannya tentu membutuhkan berbagai disiplin keilmuan dan melibatnya banyak pihak. Selain melihat wabah dari sudut pandang medis dan santifik (ilmiah), kini wabah mulai banyak dilihat dari sudut pandang sosial, agama dan budaya.
Sekarang orang tidak fokus lagi terfokus pada pertanyaan tentang penyebab bencana, tetapi lebih pada dampak sosial yang muncul akibat bencana (Hewitt, 1983 dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012). Sehingga agama dapat menjadi salah satu pembahasan yang berpartisipasi aktif dalam penanganan bencana ataupun wabah. Terutama mengkaji melalui upaya pencegahan dan partisipasi tokoh agama untuk mengurangi dampak dari wabah.
Mayoritas pemberitaan yang kita temukan hingga kini sebagian besar menyuguhkan partisipasi dari individu ataupun komunitas umum. Sedangkan peran tokoh agama ataupun institusi keagamaan masih luput dari sorotoan media. Namun sebenarnya mereka telah bergerak dan memiliki peran yang cukup strategis. Salah seperti yang dilakukanoleh pesantren (kiai dan santri).
ADVERTISEMENT
Pesantren merupakan sistem pendidikan Islam yang lahir dari kearifan lokal masyarakat Indonesia. Menurut Nurcholis Madjid atau Cak Nur (1997) pesantren selain identik dengan keislaman juga identik dengan keindonesiaan. Oleh karena itulah pesantren memiliki relasi yang erat dengan masyarakat di Indonesia. Sehingga pesantren sadar peran yang harus dilakukannya dalam kondisi seperti sekarang.
Sejak awal munculnya wabah Covid-19, para kiai pesantren menilai bahwa hal itu merupakan cobaan dari Allah. Kiai pesantren cukup bijak dalam merepons penyebaran wabah. Kita bahkan tidak menemukan informasi mengenai interpretasi yang “melampaui” batas dari para kiai. Misalnya menghubungkan virus Covid-19 adalah tentara Allah ataupun menghubungkannya dengan munculnya tanda-tanda kiamat.
Dalam menyikapinya para kiai menasehatkan harus sabar dan bijak, serta tetap waspada dan mengikuti ketentuan dari pemerintah. Menurut KH. Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha yang dimuat di NU Online 23 Maret 2020, beliau mengatakan bahwa kalangan pesantren menghormati ikhtiar pemerintah serta masyarakat dianjurkan untuk memperbanyak membaca istighfar.
ADVERTISEMENT
Selain itu para kiai juga memberikan amalan khusus, misalnya membaca li khamsatun, Ratibul Haddad, istighasah ataupun amalan lainnya. Beberapa pesantren mengambil langkah untuk memulangkan santri sebelum waktunya. Seperti Pesantren Lirboyo pada 31 Maret 2020 memulangkan sekitar 20.000 santrinya. Hal itu mengikuti kebijakan pemerintah yang sebetulnya ditujukan kepada institusi pendidikan umum. Pesantren mengambil langkah bijak yang sebetulnya sulit, mengingat pembelajaran dengan kitab kuning berbeda dengan pembelajaran buku umum.
Untuk mengatasi kendala pembelajaran, para santri dianjurkan untuk tetap mengikuti pengajian kiai secara daring Hal itu seperti yang dilakukan Pesantren Langitan, yang menerbitkan maklumat 26 Sya’ban 1441. Maklumat itu berisikan antara lain aturan santri belajar di rumah masing-masing, santri mengisi kegiatan di rumah dengan hal bermanfaat dan santri diwajibkan mengikuti pengajian para kiai secara daring.
ADVERTISEMENT
Melihat hal di atas, peran kiai cukup strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah. Meminjam istilah Geertz, kiai pesantren merupakan seorang agent of change sekaligus broker culture. Dia memiliki posisi sebagai penerjemah, penafsir dan fasilitator nilai-nilai baru yang datang dari luar masyarakat untuk dikontekstualisasikan pada sistem budaya setempat (pesantren) melalui pendekatan agama sebagai sumber nilainya (Rubaidi, 2012). Dhawuh kiai biasanya lebih ditaati masyarakat dan hal itu menjadi efektif dalam kondisi seperti sekarang.
Di pesantren sendiri kajian mengenai bencana dan wabah termasuk dalam pembahasan fikih kebencanaan (fikih al fitnah, fikih al musibah, fikih as su’). Melalui pembahasan tersebut ditentukan langkah-langkah ataupun hukum yang akan di ambil dalam menghadapi suatu bencana atau wabah. Misalnya dalam wabah Covid-19 sekarang, muncul hukum dalam memperlakukan jenazah korban atuupun tata cara ibadah bagi tenaga medis yang sedang bertugas.
ADVERTISEMENT
Selain peran aktif dalam bidang keagamaan, pesantren juga telah menunjukkan partisipasi aktif dalam masalah sosial. Hal itu seperti pengumpulan dan penyaluran donasi untuk masyarakat yang ekonominya terdampak, penyuluhan kesehatan hingga beberapa santri menjadi relawan medis. Seperti yang dilakukan Pesantren Tebuireng pada 16 Mei 2020 yang melakukan pembagian sembako terhadap pedagang di sekitar Kawasan Religi Makam Gus Dur sebagai akibat penutupan ziarah.
Beberapa contoh merupakan bentuk nyata peran strategis pesantren terhadap wabah Covid-19. Pesantren dalam hal ini diwakili oleh kiai mempunyai peran yang penting dalam mendukung kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Selain itu para santri pesantren juga menunjukkan aksi nyata dalam menyikapi dampak sosial. Pada Akhirnya hal itu menunjukkan bahwa pesantren merupakan representasi Islam rahmatan lil alamin di Indonesia.
ADVERTISEMENT