Sejarah Desa Kedundang, Kulon Progo

Fuad Faizin
Penggiat literasi kesejarahan dan warisan budaya
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2020 18:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fuad Faizin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masjid Hashinul Muttaqien Kedundang, salah satu yang dibangun Pakualam V. Foto: Dokumentasi Pribadi
Penyebaran Islam di wilayah Kedundang tampak masif mulai tahun 1870-an. Hal itu bisa dilihat dari pendirian awal Masjid Kedundang. Sejarah Islam di Kedundang tidak bisa dipisahkan dari pengaruh Kadipaten Pakualaman. Pada saat itu Kedundang masuk dalam wilayah Kadipaten Pakualaman tepatnya pada Kabupaten Brosot.
ADVERTISEMENT
Tahun 1870-an merupakan masa transisi dari masa pemerintahan Pakualam IV kepada Pakualam V. Pada saat itu Kadipaten Pakualaman sedang mengalami krisis finansial, yang diakibatkan oleh pola hidup para penguasanya. Oleh sebab itulah pasca diangkat menjadi adipati pada tahun 1878, Pakualam V segera melakukan restorasi pemerintahan untuk menanggulangi krisis tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan Pakualam V adalah pembuatan lahan pertanian di wilayah rawa di sepanjang pantai selatan Adikarto (Kulon Progo sekarang). Upaya tersebut yaitu dengan mengalirkan air di rawa ke pantai selatan. Oleh karena pekerjaan yang tidak ringan, maka dia menyertakan seluruh penduduk di wilayah tersebut. Beliau memerintahakan salah satu penasehatnya Demang Klentheng yang bernama asli Mangun Pawiro untuk memerintahkan hal tersebut ke masyarakat. Demang Klentheng menyanggupinya namun harus dibuatkan beberapa masjid di wilayah-wilayah yang akan dilakukan kerja bakti tersebut. Masjid tersebut adalah Masjid Kaligondang, Masjid Wojo Lor, Masjid Glagah, Masjid Plumbon, Masjid Bendungan, Masjid Trayu, Masjid Purwasalam dan Masjid Kedundang sendiri.
ADVERTISEMENT
Di antara beberapa masjid tersebut kami menemukan salah satu masjid yang masih mempertahankan bentuk asli dan terdapat prasasti yaitu di Masjid Purwosalam. Dalam prasasti tersebut menyebutkan masjid dibangun pada tanggal 20 Sya’ban 1299 H atau 7 Juli 1883 oleh Pakualam V. Hal itu juga sesuai dengan fakta sejarah bahwa Pakualam V berhasil memenuhi kewajibannya dan pada 20 Maret 1883 mendapat pangkat kolonel dan dianugerahi bintang Ridderkruis van den Nederlandschen Leew (Margana, 2018). Hal tersebut juga jelas tertulis pada prasasti di Masjid Purwosalam yang menyebut Pakualam V bergelar kolonel ridder. Melihat hal itu, kami berasumsi bahwa masjid-masjid yang lain, termasuk Masjid Kedundang, bisa dipastikan pembangunannya hampir bersamaan.
Singkat cerita setelah dibangun masjid dan masyarakat telah melakukan kerja bakti, maka untuk menghidupkan masing-masing masjid tersebut diangkat seorang kiai. Untuk Masjid Kedundang diangkat Kiai Mustari asal Lowanu. Setelah ditetapkan menjadi kiai masjid, segera Kiai Mustari menghidupkan Islam di Kedundang. Sejak saat itulah Islam mengalami perkembangan yang pesat di wilayah Kedundang. Sehingga kini bisa dipastikan seluruh penduduk Kedundang beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Oleh: KKN PPM UGM Kedundang 2020