Kudeta di Afrika: Era Berbeda dengan Masalah yang Sama

Gabriel Immanuel Lefrand Maringka
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
19 November 2022 16:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gabriel Immanuel Lefrand Maringka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Gabriel Immanuel Lefrand Maringka
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Gabriel Immanuel Lefrand Maringka
ADVERTISEMENT
Kudeta di Afrika: Era Berbeda dengan Masalah yang Sama
Kudeta merupakan upaya ilegal dan terang-terangan oleh militer atau elite lain di dalam aparat negara untuk menurunkan eksekutif yang sedang berkuasa. Jika berdasarkan pada definisi ini, maka sasaran kudeta haruslah eksekutif yang berkuasa, dan pelakunya harus memiliki ikatan formal dengan pemerintah nasional. Gerakan yang berusaha menggulingkan seluruh pemerintahan dan yang dipimpin oleh aktor yang tidak terhubung dengan kekuasaan, seperti pemberontakan atau protes massa, tidak termasuk.
ADVERTISEMENT
Kudeta bukanlah sebuah fenomena yang baru di Benua Afrika, dan hal tersebut telah membentuk cara orang berpikir tentang benua Afrika selama beberapa dekade. Pandangan tentang Afrika sebagai benua yang dipenuhi intervensi militer ini tidak sepenuhnya tanpa dasar, Sejak berakhirnya kolonialisme di Afrika, topografi politik di Afrika telah ditandai dengan gelombang pemberontakan dan kudeta. Benua Afrika telah mengalami setidaknya 80 kudeta yang berhasil, 180 kudeta yang gagal diantara tahun 1956 hingga 2001.
Dalam dua dekade terakhir kudeta di Afrika telah mengalami penurunan. Dalam 10 tahun sebelum 2021, tercatat rata-rata ada kurang dari satu kudeta yang berhasil per tahun di Afrika. Akan tetapi, Benua Afrika, dalam satu setengah tahun terakhir kembali mengalami peningkatan kudeta yang signifikan, dengan tokoh-tokoh militer yang menjadi aktor dalam kudeta yang terjadi, seperti di Burkina Faso, Sudan, Guinea, Chad, dan Mali.
ADVERTISEMENT
Penyebab Terjadi Kudeta di Afrika
Pada awal masa pasca-kolonial ketika kudeta di Afrika merajalela, upaya untuk menjatuhkan pemerintah di Afrika hampir selalu terjadi karena alasan yang sama yaitu korupsi, kegagalan pemerintah dalam mengurus negara, serta kemiskinan. Jonathan Powell dan Clayton Thyne, peneliti asal Amerika Serikat, juga mengatakan peristiwa ini dapat terjadi karena Afrika cenderung memiliki kondisi yang sering dikategorikan sebagai penyebab terjadinya kudeta.
Meski sudah beberapa tahun berlalu, jika kita amati permasalahan tersebut sepertinya masih dan turut menjadi penyebab peningkatan kudeta yang terjadi di Afrika saat ini.
Menurut estimasi Bank Dunia, Burkina Faso, Guinea, Mali dan Chad memiliki PDB kurang dari $20 miliar pada tahun 2020, sementara Sudan memiliki PDB lebih dari $21 miliar.
ADVERTISEMENT
Pemimpin kudeta di Mali tahun 2020, Assimi Goita mengatakan bahwa kudeta dilakukan karena adanya ketidakpuasan rakyat yang meluas terhadap pemerintahan yang berkuasa. Pemimpin kudeta di Guinea juga menyatakan kekhawatiran tentang korupsi dan ekonomi yang gagal, serta fakta bahwa Presiden Alpha Conde yang digulingkan telah menjalani masa jabatan ketiga setelah mengubah konstitusi untuk mengizinkannya, menjadi motivasi mereka untuk menggulingkan pemerintahan Alpha Conde pada September 2021 lalu.
Pada bulan Oktober 2021, Sekretaris Jenderal PBB. Memberikan tiga alasan utama peningkatan kudeta pada tahun 2021: kesenjangan geopolitik yang kuat antar-negara, dampak ekonomi dan sosial pandemi COVID-19 terhadap negara, dan, terutama ketidakmampuan Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan tegas dalam menanggapi kudeta.
Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak negatif pada negara-negara yang paling rentan terhadap kudeta dengan membebani anggaran yang sudah ketat dan menempatkan pembatasan lebih lanjut pada masyarakat yang sudah skeptis terhadap pemerintah mereka, tetapi juga berdampak pada kekuatan dunia, yang sering mengambil tindakan untuk membantu mencegah kudeta, Hal tersebut dibuktikan ketika Rusia dan Tiongkok, yang keduanya merupakan anggota Dewan Keamanan PBB yang memegang hak veto, pada akhir tahun 2021 memveto keputusan PBB untuk menjatuhkan sanksi baru pada para pemimpin kudeta di Mali setelah para pemimpin itu mengumumkan penundaan pemilihan umum yang akan mengembalikan negara tersebut ke pemerintahan sipil atau Demokrasi. Akibatnya, jumlah upaya penggulingan di Afrika selama tahun-tahun pandemi COVID-19 mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
-----------
Tindakan yang dapat dilakukan untuk membalikkan trend kudeta di Afrika adalah dengan mendorong komunitas demokrasi internasional untuk memberi insentif pada demokrasi. Pemerintah Afrika yang berkomitmen dan menjunjung tinggi praktik demokrasi harus mendapatkan dukungan diplomatik yang jauh lebih besar, bantuan pembangunan dan keamanan, serta promosi investasi swasta.
Tentu saja upaya diplomatik ini perlu secara aktif melibatkan Uni Afrika dan Komunitas Ekonomi Regional, yang memiliki piagam demokrasi mereka sendiri, untuk menegakkan norma ini. Jika lembaga-lembaga regional Afrika memiliki posisi menentang kudeta yang jelas, akan jauh lebih mempermudah komunitas demokratis internasional untuk berkumpul di belakang Lembaga itu.
Perlu juga secara konsisten membebankan atau menjatuhkan biaya pada mereka yang memulai kudeta. Mereka yang merebut kekuasaan secara ilegal tidak boleh diakui, Bantuan keuangan dan keringanan hutang harus ditangguhkan, membekukan aset mereka dan menolak akses ke sistem keuangan internasional, agar tidak dapat mendanai pemerintahan ilegal mereka.
ADVERTISEMENT