Konten dari Pengguna

Mengintip Nasib Institusi Pendidikan Swasta di Era Pemerintahan Baru

Gabriel Yudhistira Hanifyanto
Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan, D2 PGSD Unika Soehijapranata, S1 Pendidikan Matematika Unindra, S2 Magister Manajemen Universitas Mercu Buana
18 September 2024 18:59 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gabriel Yudhistira Hanifyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah di berbagai negara sering kali memperbarui kebijakan terkait pendidikan, baik di tingkat lokal maupun global, terutama ketika terjadinya pergantian kepemimpinan. Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih untuk periode 2024-2029 turut dibayang-bayangi dengan pergantian kabinet gemuk seiring perubahan Pasal 15 Undang-Undang Kementerian Negara dalam rapat panitia kerja Baleg dan pemerintah, Senin, 9 September 2024, yang menghapus menghapus ketentuan jumlah kementrian, lalu menyerahkan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (Kompas, 12/09/2024).
Ilustrasi penyelenggaraan pendidikan. Sumber: pexel.com
Perubahan kebijakan ini tentu membawa angin segar bagi koalisi yang mengusung Prabowo-Gibran. Perubahan kabinet yang diperkirakan “gemuk” di bawah pemerintahan Prabowo Subianto menimbulkan berbagai pandangan terkait dampaknya pada sektor-sektor penting, termasuk pendidikan. "Kabinet gemuk" di sini merujuk pada jumlah menteri dan pejabat tinggi yang lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Fenomena ini dapat menimbulkan risiko bagi stabilitas anggaran dan efektivitas kebijakan yang diterapkan.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan yang memiliki jumlah menteri lebih banyak sering kali dianggap menambah beban fiskal. Jumlah kementerian yang lebih besar, jika tidak dikelola secara efisien, dapat meningkatkan pengeluaran negara. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya porsi anggaran untuk sektor-sektor vital seperti pendidikan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dalam APBN 2023, pemerintah telah mengalokasikan 20% dari total anggaran untuk pendidikan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Namun, jika terjadi peningkatan pengeluaran di sektor lain, termasuk birokrasi kabinet, hal ini bisa mempengaruhi kemampuan negara dalam menjaga komitmen tersebut.
Ilustrasi kebijakan anggaran. Sumber: pexels.com
Menurut kajian teori John Maynard Keynes tentang kebijakan fiskal, peningkatan pengeluaran negara tanpa disertai dengan produktivitas yang memadai bisa memicu ketidakseimbangan fiskal. Jika belanja pemerintah diarahkan secara tidak tepat, termasuk untuk memperbesar birokrasi, potensi dampaknya adalah pengurangan investasi di sektor-sektor produktif seperti pendidikan, infrastruktur, dan inovasi. Di sini, risiko yang muncul adalah pengurangan anggaran pendidikan yang dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan.
ADVERTISEMENT
Meski ada potensi risiko dari peningkatan jumlah menteri, Prabowo Subianto dalam kampanyenya telah menekankan komitmen untuk terus meningkatkan anggaran pendidikan. Dia berjanji untuk memperbaiki kesejahteraan guru, memberikan beasiswa bagi pelajar berprestasi, dan mendukung inovasi teknologi dalam pendidikan. Salah satu rencana strategis yang diajukan adalah mengadopsi teknologi digital di sektor pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan aksesibilitas.
Kebijakan ini sejalan dengan teori human capital yang diajukan oleh Theodore W. Schultz, yang menyatakan bahwa investasi pada pendidikan adalah salah satu langkah penting untuk meningkatkan produktivitas ekonomi di masa depan. Dengan alokasi anggaran yang memadai, pemerintah dapat meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk membiayai program beasiswa, meningkatkan pelatihan guru, dan mengembangkan infrastruktur teknologi pendidikan.
Namun, dalam implementasinya, peningkatan anggaran tidak selalu langsung berarti peningkatan kualitas. Penting untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk pendidikan dikelola dengan transparan dan tepat guna. Pengawasan anggaran pendidikan harus diperkuat untuk menghindari penyelewengan yang dapat mengurangi efektivitas kebijakan.
ADVERTISEMENT
Jika komitmen Prabowo untuk meningkatkan anggaran pendidikan terealisasi, dampaknya dapat memperkuat kualitas pendidikan di Indonesia dalam jangka panjang. Salah satu sektor yang paling ditunggu-tunggu adalah kesejahteraan guru. Meningkatkan kesejahteraan guru dapat mendorong motivasi dan profesionalisme dalam mengajar. Hal ini berdampak langsung pada kualitas pembelajaran yang diterima oleh siswa. Selama ini kesejahteraan guru belum merata. Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara guru-guru swasta, guru honorer dengan guru pegawa negeri (PNS).
Misalnya di Jakarta, banyak guru-guru swasta dengan pengalaman mengajar cukup lama, rela resign dan mendaftar PPPK karena total gaji dan tunjangan yang diterima tiap bulan jauh lebih banyak dibandingkan yang ia terima di sekolah swasta. Guru PNS memiliki jaminan sosial yang lebih baik, termasuk asuransi kesehatan dan pensiun. Mereka juga memiliki kepastian kerja yang lebih tinggi karena status kepegawaian mereka. Guru swasta, terutama yang berstatus honorer, sering kali tidak memiliki jaminan sosial yang memadai dan menghadapi ketidakpastian kerja yang lebih tinggi. Hal ini belum termasuk kesenjangan yang terjadi antara guru perkotaan dengan daerah, antara Pulau Jawa dengan pulau-pulau terjauh. Isu fasilitas, infrastruktur, transportasi hingga kesenjangan kesejahteraan kembali muncul sebagai penyebabnya.
Ilustrasi investasi. Sumber: pexels.com
Dengan investasi yang memadai, pendidikan dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah masa depan Indonesia menjadi lebih baik. Alih-alih tergantung dengan pemerintah, institusi pendidikan swasta perlu membuat sebuah rencana strategis sebagai bagian dari investasi mengembangkan dunia pendidikan. Nelson Mandela pernah berkata, "Education is the most powerful weapon which you can use to change the world." Pendidikan tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada kemajuan suatu bangsa.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tetap relevan di pasar pendidikan yang kompetitif, institusi swasta perlu memiliki rencana strategis yang kuat. Rencana ini harus berdiri di atas landasan independensi, tanpa terlalu bergantung pada kebijakan pemerintah yang sering berubah-ubah. Institusi pendidikan yang memiliki rencana strategis yang matang lebih mampu beradaptasi terhadap ketidakpastian lingkungan eksternal, seperti perubahan kebijakan pemerintah.
Konsep institusi yang memiliki rencana strategis sesuai dengan konsep dari Cynthia Hardy tentang bagaimana organisasi perlu mengembangkan ketahanan dengan mengurangi ketergantungan pada variabel eksternal. Hardy menekankan bahwa organisasi harus mengembangkan kapasitas internal, menciptakan strategi diversifikasi, dan membangun hubungan kolaboratif yang mendukung agar tidak terlalu bergantung pada aktor atau variabel eksternal yang bisa saja berubah dan tidak dapat diprediksi.
ADVERTISEMENT
Daya saing dalam sektor pendidikan di Indonesia terus meningkat seiring bertambahnya jumlah institusi swasta. Untuk bertahan dan tumbuh, mereka harus memiliki rencana jangka panjang yang fokus pada pengelolaan sumber daya, pengembangan SDM, serta pencapaian standar akademik yang unggul. Melalui rencana strategis yang jelas, institusi dapat merancang strategi untuk menarik siswa, meningkatkan reputasi, serta mengembangkan kerja sama dengan industri atau lembaga internasional.
"The essence of strategy is choosing what not to do."
Michael Porter.
Institusi pendidikan harus memilih fokus yang jelas dan menghindari ketergantungan berlebihan pada kebijakan yang dapat membatasi potensi mereka.
Hardy, C. (1996). "Understanding Power: An Imperative for Better Practice." Administrative Science Quarterly, 41(3), 350-370. [DOI:10.2307/2393877]
ADVERTISEMENT