Konten dari Pengguna

Ekonomi Hijau untuk Yogyakarta

Gabriella Paskaliana Setyobudi
Sebagai mahasiswa Ekonomi di Universitas Sanata Dharma, saya tidak hanya fokus belajar di kelas, tetapi juga aktif berorganisasi untuk mengembangkan diri dan memperluas wawasan
1 November 2024 10:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
clock
Diperbarui 12 November 2024 8:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gabriella Paskaliana Setyobudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gelombang panas yang semakin terasa di Yogyakarta. (Foto: dokumen pribadi Gabriella Paskaliana Setyobudi)
zoom-in-whitePerbesar
Gelombang panas yang semakin terasa di Yogyakarta. (Foto: dokumen pribadi Gabriella Paskaliana Setyobudi)
ADVERTISEMENT
Gelombang panas yang kini semakin sering kita rasakan adalah dampak nyata dari naiknya suhu global, terutama akibat emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (COâ‚‚) yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Indonesia, seperti banyak negara lain, masih sangat bergantung pada sumber energi ini, yang tak hanya terbatas jumlahnya tetapi juga menjadi pemicu utama perubahan iklim. Untuk itu, beralih ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidroelektrik menjadi solusi yang sangat penting. Langkah ini tidak hanya akan membantu mengurangi emisi COâ‚‚ hingga 70% pada tahun 2050, seperti yang dilaporkan oleh International Renewable Energy Agency (IRENA), tetapi juga bisa menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di tingkat nasional, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 dengan memanfaatkan potensi besar sumber energi terbarukan yang ada di negara ini. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), komitmen ini terlihat jelas dengan posisi DIY sebagai salah satu provinsi yang paling siap melakukan transisi energi, berdasarkan Indeks Transition Energy Readiness 2024 yang menempatkannya di peringkat kedua dengan skor 66,7%. Upaya ini sejalan dengan rencana nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, seperti yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Transisi energi dan pembangunan ekonomi hijau ini tidak hanya penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi juga untuk menjamin keberlanjutan energi dan kesejahteraan masyarakat di masa depan.
ADVERTISEMENT

Komitmen Yogyakarta dalam Mendukung Ekonomi Hijau

Yogyakarta tidak hanya siap dalam hal transisi energi, tetapi juga berkomitmen terhadap pembangunan ekonomi hijau yang mencakup berbagai sektor, termasuk pertanian, industri, pariwisata, dan transportasi. Beberapa langkah nyata yang diambil oleh pemerintah DIY antara lain:

Kerja Sama dengan PLN untuk Teknologi Co-Firing

Pemerintah DIY telah menjalin kerja sama dengan PT PLN dan Kesultanan Yogyakarta untuk mengembangkan kawasan ekonomi hijau melalui teknologi co-firing. Co-firing merupakan teknik substitusi bahan bakar fosil, seperti batu bara, dengan bahan bakar biomassa pada rasio tertentu, di mana kedua jenis bahan bakar tersebut dibakar secara bersamaan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Berdasarkan laporan PLN tahun 2023, kerja sama ini telah menghasilkan dampak positif, di mana pemanfaatan biomassa sebagai substitusi batu bara berhasil mengurangi emisi karbon hingga 1,05 juta ton COâ‚‚ serta memproduksi energi bersih sebesar 1,04 terawatt hour (TWh). Proyek ini juga melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan biomassa, yang membantu menggerakkan ekonomi lokal. Upaya ini merupakan bagian dari komitmen PLN dan Pemerintah Yogyakarta untuk mendukung target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060, dengan mengintegrasikan komunitas lokal, koperasi, UMKM, dan pemerintah daerah setempat.
ADVERTISEMENT

Inisiatif Pelibatan Petani dalam Ekonomi Hijau

Inisiatif Pelibatan Petani DIY dalam Ekonomi Hijau, yang dikembangkan oleh Keraton Yogyakarta dan PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), melibatkan lebih dari 5.000 petani untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui konsep green deflation, di mana masyarakat dapat membeli lebih banyak barang dengan nilai uang yang sama sambil menjaga produksi pangan tetap ramah lingkungan. Program ini memanfaatkan lahan marginal untuk menanam tanaman multifungsi sebagai pakan ternak dan biomassa, serta menggunakan FABA (Fly Ash dan Bottom Ash) yang diperkaya dengan bahan organik sebagai pupuk yang lebih terjangkau. Selain meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan, inisiatif ini mendukung ketahanan pangan dan energi, memperkuat ekonomi kerakyatan, dan mempercepat transisi menuju pembangunan berkelanjutan.

Raperda Ekonomi Hijau

Pengesahan Raperda Ekonomi Hijau DIY menjadi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 merupakan bukti nyata komitmen pemerintah Yogyakarta dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Raperda ini mencakup 13 sektor strategis seperti pertanian, pariwisata, dan lingkungan hidup, yang bertujuan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan. Implementasinya diwujudkan melalui rencana aksi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat lokal, dengan pengawasan ketat untuk memastikan keberhasilan kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT

Program SiBakul untuk Pengembangan UMKM Hijau

Program SiBakul di Yogyakarta dikembangkan untuk membantu UMKM beradaptasi menuju ekonomi hijau. Melalui program ini, UMKM mendapatkan pelatihan, pendampingan, serta akses pasar melalui platform digital SiBakul MarketHUB yang mempromosikan produk ramah lingkungan. Selain memberikan insentif pengiriman baik untuk pasar domestik maupun internasional, SiBakul juga bekerja sama dengan inisiatif lingkungan seperti Plastic Smart Cities dan mendorong penggunaan pupuk organik.

Memperkuat Dampak dan Keberlanjutan Ekonomi Hijau di Yogyakarta

Upaya Yogyakarta dalam mendukung ekonomi hijau sangat layak diapresiasi karena mencakup sektor-sektor penting seperti energi, pertanian, pariwisata, dan industri. Namun, untuk memastikan dampaknya lebih kuat dan berkelanjutan, setiap program perlu disertai dengan evaluasi dan pemantauan yang ketat guna mengukur efektivitasnya. Kolaborasi dengan lebih banyak pihak swasta dan internasional juga akan mempercepat transisi, terutama dalam hal teknologi dan pendanaan. Selain itu, edukasi publik yang lebih luas sangat penting agar masyarakat memahami peran mereka dan aktif mendukung ekonomi hijau. Meningkatkan kesadaran melalui media yang efektif akan memperkuat keterlibatan masyarakat dan keberhasilan inisiatif ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyelenggarakan Festival Ekonomi Hijau tahunan. Dalam festival ini, dapat diadakan berbagai kegiatan, seperti pameran produk ramah lingkungan dari UMKM lokal, lokakarya tentang energi terbarukan, serta kompetisi inovasi hijau. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya akan mengedukasi masyarakat tetapi juga mendorong keterlibatan aktif dan mempromosikan ekonomi hijau di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT