Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Belanja Online Merupakan Ancaman Besar Bagi Keberadaan Toko Ritel
GABSTER Fashion Consulting adalah perusahaan konsultasi fashion pertama di Indonesia yang memberikan servis dari A-Z di bidang fashion: mulai dari desain, produksi, kolaborasi, marketing, hingga pemasaran ke luar negeri. Selain itu, GABSTER juga membarikan insight, berita fashion terkini, dan membangun komunitas fashion di Indonesia.
14 Juni 2019 0:19 WIB
Tulisan dari Gabstersays tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap individu pasti memiliki kenangan tersendiri jika membahas tentang department store karena fasilitas yang disediakannya pun beragam. Menyediakan kebutuhan konsumen dan segala sesuatu yang sedang popular pada masanya merupakan tujuan utama keberadaan pusat perbelanjaan di berbagai belahan dunia. Selain itu, department store, juga merupakan tempat untuk konsumen mendapatkan treatment yang berbeda dan intim dengan para karyawan department store.
Awal mula pusat perbelanjaan terinspirasi dari bangunan megah Eropa untuk menghadirkan daya tarik berupa kenyamanan one-stop shopping. Konsumen yang tidak memperoleh keinginannya bisa memesan langsung di toko dan akan langsung di telepon ketika barang yang diinginkan sudah tersedia. Para karyawan di pusat perbelanjaan memiliki kebijakan untuk memastikan kepuasan pelanggan seperti contohnya memberikan bantuan bagi konsumen yang merasa bingung untuk memilih produk. Pada masa kejayaan department store di masanya department store merupakan tempat berbelanja dengan pilihan dan servis terbaik dimata konsumen. Dimana mereka dapat mencoba, melihat langsung barang yang dicari, dan mendapat saran dan perhatian dari para stylist dan SPB.
Lalu kapankah pamor department store mulai turun? Semuanya dimulai dari munculnya pusat perbelanjaan dan outlet yang menimbulkan persaingan harga dari satu tempat ke tempat lain. Dengan adanya diskon setiap hari konsumen menjadi tidak mau berbelanja harga normal. Konsumen berasumsi kalau barang yang mereka inginkan akan segera ada potongan harga. Dengan semakin banyaknya pilihan barang yang tidak tepat juga membuat pamor department store turun. Pada awalnya department store dibuat untuk berbelanja dengan kepuasan maksimal pelanggan, akan tetapi hal ini pun mulai hilang dikarenakan karyawan yang tidak dibayar maksimal, training atau penataran karyawan yang kurang, dan pemberian servis yang tidak maksimal lagi.
ADVERTISEMENT
Kehadiran e-commerce menghadirkan layanan baru dalam proses jual beli produk. Sistem online memudahkan konsumen untuk berbelanja, mengambil alih kenyamanan yang sebelumnya ditawarkan oleh pusat perbelanjaan. Para konsumen seakan membutuhkan alasan yang lebih kuat untuk datang langsung ke toko fisik.
Menurut research dari Gabster Fashion Consulting (@gabstersays) cara agar pusat perbelanjaan bisa tetap bersaing dengan e-commerce adalah menghadirkan pengalaman yang berbeda pada setiap toko dimana pengalaman konsumen berbeda dari satu toko ke toko lainnya. Sebagai contoh, sebuah department store dapat meluncurkan koleksi eksklusif atau koleksi yang hanya ada di sebuah department store tersebut. Selain itu, sebuah department store juga dapat menghadirkan jasa perbaikan: perbaikan celana, baju, dsb. Pelayanan yang baik dan personal stylist juga akan sangat membantu perbaikan department store. Department store harus mempunyai daya tari lebih untuk mengundang konsumen keluar rumah dan berbelanja ke toko. Department store juga perlu mengadakan acara dan program menarik bagi konsumen mereka seperti loyalty program, acara midnight sale, acara fashion show, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Lalu apakah perlu merambah ke bisnis online atau E-Commerce? Tentu saja! Tidak bisa kita pungkiri kalau teknologi dan jual beli online akan semakin melesat dan berkembang. Kita tidak bisa melupakan hal ini. Oleh karena itu yang harus dilakukan para pelaku bisnis ritel adalah o to o atau online to offline offline to online. Dimana sistem bisnis online dan offline offline dan online berintegrasi. Sebagai contoh, Zara sudah melakukan hal ini dengan cara memperbolehkan konsumen untuk mengambil barang belanjaan mereka versi online di toko dan melakukan penukaran di toko.
Katarina Anggi - GABSTER Fashion Consulting