Konten dari Pengguna

Laut Lepas, Milik Siapa?

Gabriella Alodia
Dosen muda dengan spesialisasi Hidrografi di Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung. Memiliki ketertarikan utama di bidang penelitian kerak samudera dan laut dalam. Gemar membaca di waktu senggang :)
19 Maret 2021 20:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gabriella Alodia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi laut dalam Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laut dalam Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Laut lepas ternyata memiliki potensi sumber daya alam yang sangat menarik. Menurut International Seabed Authority (ISA), masih ada sekitar 54% area perairan di dunia yang belum memiliki yuridiksi. Hal ini membuat negara-negara di dunia berlomba-lomba untuk mengklaim area yang kepemilikannya belum terdefinisi tersebut. Ada apa sih di laut lepas?
ADVERTISEMENT

Awal mula eksplorasi laut lepas

Laut lepas atau yang juga dikenal dengan terminologi high seas, merupakan perairan yang berada di luar area yang telah diakui sebagai laut teritorial maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dari negara-negara yang ada di dunia. Dengan kata lain, tidak ada satu negara pun yang dapat secara serta-merta mengklaim kepemilikan atas suatu area jika area tersebut berada pada wilayah laut lepas.
Ketertarikan akan wilayah laut lepas pertama-tama dinyatakan dalam ekspedisi ilmiah kapal HMS Challenger milik Inggris yang berlangsung sejak tahun 1872 hingga 1876. Pada saat itu, kapal tersebut berlayar ke berbagai area laut lepas seperti Palung Mariana di Samudera Pasifik bagian barat, serta ‘punggungan’ tengah laut yang memanjang dari selatan hingga utara Samudera Atlantik atau yang juga dikenal sebagai Mid-Atlantic Ridge.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 7 Maret 1873, ekspedisi ilmiah tersebut melaporkan adanya indikasi bijih mangan (manganese oxide) dalam salah satu hasil kerukan dasar laut yang telah dilaksanakan sepanjang waktu penelitian. Bijih mangan sendiri merupakan sumber daya alam yang penting dalam kebutuhan industri, utamanya dalam produksi baja, baterai, hingga keramik, dan porselen. Atas dasar penemuan ini, pada kisaran tahun 1960-1970-an, berbagai negara di dunia di antaranya Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Perancis, dll. mulai membentuk konsorsium serta mengadakan pertemuan-pertemuan terkait eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang berada di wilayah laut lepas.
Sebagai respons akan pertemuan-pertemuan tersebut, dibentuklah sebuah traktat internasional bertajuk the United Nations Convention on the Law of the Sea pada tahun 1982 (UNCLOS 1982). Traktat ini dibuat utamanya untuk menetapkan batasan-batasan terkait kepemilikan area perairan di dunia. Traktat tersebut dilanjutkan dengan pembentukan ISA pada tahun 1994 yang secara khusus bertugas untuk meregulasi kegiatan-kegiatan terkait eksplorasi dan eksploitasi mineral di area perairan laut lepas, termasuk kepemilikan hingga imbasnya terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Penentuan posisi dan navigasi laut. Foto: Gabriella Alodia.

Laut lepas: milik siapa?

Hingga kini, setidaknya 15 negara di dunia telah melaksanakan eksplorasi mineral, utamanya batuan mangan, di area perairan laut lepas. Area konsesi terbesar saat ini–disebut sebagai Clarion-Clipperton Zone–terletak di Samudera Pasifik, tepatnya sekitar 1.500 km dari pantai barat Meksiko. Area dengan luasan lebih dari 200 juta hektare ini telah dan tengah dieksplorasi oleh berbagai perusahaan dan organisasi berbendera Jerman, Cina, Jepang, Belgia, Korea Selatan, Perancis, Kiribati, Nauru, Singapura, Tonga, Inggris, Rusia, serta negara-negara yang tergabung dalam konsorsium Interoceanmetal Joint Organization (IOM) yaitu Bulgaria, Kuba, Republik Ceko, Polandia, Rusia, dan Slovakia.
Selain dari Clarion-Clipperton Zone, eksplorasi juga telah dan tengah dilakukan di berbagai titik potensial di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bagaimanapun, menurut ISA luasan area yang dieksplorasi ini masih hanya mencakup 0.7% dari luasan perairan dunia. Hal ini tentunya menjadi daya tarik yang sangat besar, utamanya bagi negara-negara yang terdaftar sebagai anggota aktif ISA.
ADVERTISEMENT
Selain itu, area-area eksplorasi batuan mangan tersebut ternyata merupakan area yang sangat menarik dalam sisi biodiversitas. Sementara industri berlomba-lomba untuk menemukan area yang potensial untuk dilakukan penambangan batuan, para ilmuwan turut berlomba-lomba untuk menemukan spesies-spesies baru yang belum pernah terekam dalam sejarah peradaban manusia. Kedua hal tersebut menjadi alasan kuat akan bertambahnya negara-negara di dunia yang memiliki ketertarikan untuk melakukan berbagai ekspedisi ke berbagai wilayah di area perairan laut lepas.
Proses pengerukan batuan laut dalam. Foto: Gabriella Alodia.

Ekspedisi laut lepas: Siapkah kita?

Masih banyaknya area laut lepas yang belum memiliki yuridiksi menjadikannya area yang menarik untuk berbagai keperluan ekspedisi, mulai dari untuk kebutuhan ilmiah hingga kebutuhan industri. Ekspedisi laut lepas tentunya tak lepas dari kompetensi sumber daya manusia serta kesiapan teknologi setiap negara. Beberapa negara bahkan harus membentuk konsorsium kecil, seperti IOM, demi memperkuat berbagai aspek yang harus dimiliki sebelum benar-benar melaksanakan ekspedisi, eksplorasi, hingga nantinya eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Berbagai kegiatan ini juga tentunya tak lepas dari sisi regulasi serta keamanan dan keselamatan para pekerja yang turut andil di dalamnya. Tidak hanya investasi dalam bentuk teknologi, rangkaian pendidikan dan pelatihan wajib diikuti oleh sejumlah penduduk yang memiliki potensi untuk berkarya di bidang eksplorasi laut lepas ini.
Sebagian mungkin bertanya, untuk apa kita jauh berlayar ke laut lepas jika area lautan yang kita miliki sudah sangat luas? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa merenungkan beberapa hal. Apakah kita benar-benar yakin bahwa potensi yang dimiliki lautan kita sudah cukup dan cocok untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri? Bagaimana dengan kebutuhan dunia? Sanggupkah kita mengambil bagian dalam pemenuhan kebutuhan mineral yang lebih luas dari batasan kebutuhan dalam negeri?
ADVERTISEMENT