Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Penyelamatan Kapal dalam Bahaya: Ketika Sains Bersanding dengan Kemanusiaan
26 Maret 2021 22:05 WIB
Tulisan dari Gabriella Alodia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 27 April 2018, R/V Sally Ride – sebuah kapal riset milik Amerika Serikat – menerima informasi dari satuan penjaga pantai Amerika Serikat (US Coast Guard) terkait keberadaan kapal dalam bahaya (ship in distress ) yang terletak tidak jauh dari area pengambilan data lapangan pada saat itu. Tak lama setelah nama, kondisi, dan lokasi kapal dikonfirmasi oleh kapal penjaga pantai, kru kapal R/V Sally Ride diminta untuk melakukan pencarian dan penyelamatan (search and rescue, atau SAR), selaku kapal yang berada di posisi terdekat dengan kapal yang telah mengirim tanda bahaya dan dianggap memiliki kapasitas untuk melaksanakan misi pencarian dan penyelamatan. Pada saat itu, R/V Sally Ride tengah melaksanakan penelitian laut dalam di Samudra Pasifik , tepatnya di area yang disebut sebagai Cocos-Nazca Spreading Centre .
ADVERTISEMENT
Disinyalir misi penyelamatan ini akan memakan waktu setidaknya 2 hari efektif: 12 jam berlayar menuju lokasi kapal dalam bahaya, setidaknya 24 jam untuk misi penyelamatan, dan 12 jam untuk berlayar kembali ke area studi. Penelitian yang telah direncanakan untuk berjalan selama 25 hari efektif – dengan biaya sekitar 55.000 USD/hari – kemudian harus dimodifikasi demi mengedepankan kode-kode kemanusiaan di laut. Lalu, jika sebuah kapal menerima informasi kapal lain yang tengah berada dalam keadaan bahaya, apa saja ya prosedur yang harus dilakukan?
SOLAS 1974: Sebuah dokumentasi kemanusiaan
Musibah tenggelamnya S.S. Titanic pada tahun 1912 yang menewaskan lebih dari 1500 penumpang dan awak kapal menimbulkan banyak pertanyaan terkait standar-standar keselamatan navigasi di laut yang telah ada pada saat itu. Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) pertama-tama disahkan pada tanggal 20 Januari 1914 sebagai respons dari musibah tersebut, yang kemudian mengalami beberapa kali revisi hingga versi terkini, yaitu SOLAS 1974 disahkan oleh International Maritime Organisation (IMO) pada tahun 1974 dan efektif digunakan sebagai pedoman pelayaran sejak tahun 1980.
ADVERTISEMENT
Salah satu bagian terpenting dari SOLAS 1974 adalah kewajiban setiap kapal, khususnya kapal penumpang (kapal dengan jumlah penumpang lebih dari 12 orang) untuk memasang sebuah perangkat bernama Global Maritime Distress and Safety Systems (GMDSS) . Perangkat ini memanfaatkan telekomunikasi via satelit dan stasiun-stasiun pemancar di area pesisir untuk melaksanakan komunikasi kapal dengan kapal (ship-to-ship) dan kapal dengan pesisir (ship-to-shore), utamanya untuk kegiatan pencarian dan penyelamatan di laut.
GMDSS memudahkan kru kapal untuk mengirim sinyal tanda bahaya dengan cepat kepada kapal maupun stasiun pesisir terdekat. Informasi ini kemudian diteruskan ke kapal-kapal yang sekiranya dapat membantu proses penyelamatan sebelum kapal dalam bahaya tersebut karam. Selain untuk penyelamatan, GMDSS juga digunakan oleh para kru kapal untuk menerima Maritime Safety Information (MSI) secara harian untuk mencegah terjadinya kecelakaan di laut. MSI sendiri berisi peringatan-peringatan, utamanya keadaan meteorologi yang akan berimbas pada proses-proses navigasi di laut.
ADVERTISEMENT
Selain GMDSS, SOLAS 1974 juga memuat hal-hal terkait penyelamatan kapal dalam bahaya, hingga konsekuensi dari penyalah-gunaan pengiriman sinyal tanda bahaya.
Prosedur penyelamatan kapal dalam bahaya
Untuk menilai kapasitas sebuah kapal untuk melaksanakan misi pencarian dan penyelamatan, kapal dalam bahaya wajib menyertakan informasi detail yang terdiri atas koordinat, identitas kapal, jumlah penumpang, jenis pertolongan yang diharapkan, jumlah korban (jika ada), arah berlayar dan kecepatan kapal, serta barang bawaan di atas kapal. Setelah identifikasi kapasitas kapal dilakukan oleh kapal-kapal yang menerima sinyal tanda bahaya tersebut, kapal yang memiliki kapasitas untuk melakukan misi pencarian dan penyelamatan kemudian mengkonfirmasi kesediaannya untuk melakukan misi pencarian dan penyelamatan, baik kepada kapal yang mengirimkan sinyal tanda bahaya tersebut maupun kapal yang bersifat meneruskan informasi terkait keberadaan kapal dalam bahaya.
ADVERTISEMENT
Jika tidak, kapal yang menerima informasi tanda bahaya tersebut wajib meneruskan informasi kepada kapal-kapal lain yang berada di sekitarnya. Kapal yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan pencarian dan penyelamatan kemudian mengirimkan informasi balasan berupa koordinat, identitas kapal, arah berlayar, kecepatan kapal, jarak dari kapal yang akan diselamatkan, serta perkiraan sampainya kapal pada area penyelamatan (estimated time of arrival, atau ETA).
Misi penyelamatan kemudian dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan kapal yang mengirimkan sinyal tanda bahaya. Detil penyelamatan kemudian direkam dalam sebuah log book yang informasinya kemudian akan diteruskan kepada pihak-pihak yang telah menerima sinyal tanda bahaya tersebut, baik di laut maupun di area pesisir.
Kelanjutan penyelamatan kapal di Samudra Pasifik
Setelah menempuh perjalanan selama 12 jam, R/V Sally Ride mengidentifikasi sebuah kapal layar berjenis katamaran , yang ternyata mengalami kerusakan layar dan kehabisan bahan bakar. Katamaran tersebut merupakan kapal rekreasi yang hendak dimobilisasi dari sebuah pulau di Kepulauan Pasifik ke sebuah negara di Benua Amerika Selatan. Menurut perkiraan, kapal seharusnya dapat memanfaatkan angin untuk berlayar hingga mencapai pantai barat Amerika Selatan, sehingga tidak banyak cadangan bahan bakar yang dipersiapkan oleh kedua kru yang bertanggung jawab akan kapal terebut. Sayangnya, rencana tersebut kandas lantaran layar yang rusak.
ADVERTISEMENT
Selama menanti kapal yang memiliki kapasitas untuk melakukan misi penyelamatan, dua orang penumpang di kapal tersebut bertahan dengan bahan makanan yang tersisa serta mengkonsumsi ikan tangkapan secara mentah. Atas dasar kebutuhan tersebut, R/V Sally Ride memberikan pasokan bahan bakar serta bahan makanan yang cukup untuk katamaran tersebut lanjut berlayar dan akhirnya sampai pada tujuan.
Misi penyelamatan ini mengingatkan bagaimana pentingnya kepercayaan serta nurani bagi setiap orang yang melaksanakan pekerjaan di laut. Setidaknya pada kasus ini, kemanusiaan harus lebih diutamakan dibanding kemajuan sains. Terdengar mudah dan bijak, namun ketika diperhadapkan dengan risiko waktu dan materi yang harus ‘hilang’ akibat kewajiban kita untuk mengedepankan kemanusiaan, terkadang pengambilan keputusan menjadi suatu hal yang kompleks. Jika kita bisa mengedepankan kemanusiaan di laut yang senantiasa misterius, bagaimana jika peristiwa tersebut terjadi di sekitar kita? Siapkah kita untuk senantiasa membela kemanusiaan?
ADVERTISEMENT