Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Papua dan Label Teroris: Bagaimana Dunia Melihatnya
13 April 2025 13:19 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Gabriell Awak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menurut Kontras dan laporan tentang situasi hak asasi manusia di Papua, konflik bersenjata di Papua antara aparat keamanan Indonesia dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) telah mencapai titik kritis, dengan situasi keamanan yang sangat memanas dan mengkhawatirkan. Sejak Maret 2023, operasi pencarian dan pembebasan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philip Mark Marthens, yang disandera kelompok pro-kemerdekaan pimpinan Egianus Kogoya, telah memicu eskalasi kekerasan yang luar biasa. Konflik ini telah menelan banyak korban jiwa dan luka-luka di kedua belah pihak, serta berdampak pada situasi hak asasi manusia di Papua yang semakin memburuk dan memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas dengan menetapkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai kelompok teroris pada tahun 2021, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dengan penetapan ini, pemerintah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan keamanan dan menstabilkan situasi di Papua, serta menangani tindakan kekerasan yang menimbulkan ketakutan dan mengganggu keamanan masyarakat Papua. Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2021.
Pelabelan OPM/TPNPB sebagai kelompok teroris oleh pemerintah Indonesia menuai berbagai tanggapan, termasuk dari dunia internasional. Banyak pihak yang mempertanyakan legitimasi dan dampak dari pelabelan ini, serta khawatir bahwa hal ini dapat memperburuk situasi hak asasi manusia di Papua. Sumber: laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia internasional dan lokal. Kritik ini menunjukkan bahwa pelabelan sebagai kelompok teroris perlu dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak memperparah konflik dan kekerasan di Papua.
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Konflik Papua:
Konflik di Papua memiliki akar sejarah yang kompleks, bermula dari integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia pada tahun 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang kontroversial. Sejak itu, berbagai kelompok masyarakat Papua telah menyatakan ketidakpuasan terhadap proses integrasi dan pelaksanaan otonomi khusus, yang kemudian memicu gerakan separatis dan kekerasan. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah keamanan, termasuk penetapan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai kelompok teroris pada tahun 2021. Namun, langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, baik domestik maupun internasional, yang khawatir bahwa pelabelan ini dapat memperburuk situasi hak asasi manusia di Papua dan tidak menyelesaikan akar masalah konflik. Sumber: laporan sejarah Papua, dokumen pemerintah, dan organisasi hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Reaksi dan Pandangan Dunia Internasional terhadap Konflik Papua:
Dunia internasional telah menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap konflik di Papua, dengan berbagai organisasi hak asasi manusia dan lembaga internasional menyerukan penghentian kekerasan dan penyelesaian damai. Menurut laporan tahunan Amnesty International 2022, pemerintah Indonesia perlu menanggapi aspirasi rakyat Papua dan memastikan hak-hak asasi manusia dihormati.
Banyak negara dan organisasi internasional juga telah menyerukan dialog damai dan solusi yang adil untuk menyelesaikan konflik di Papua. Human Rights Watch dalam laporannya pada tahun 2022 menyatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menangani konflik di Papua.
menurut Amnesty Internasional,Human Rights Watch, dan 联合国人权事务高级专员 (UN High Commissioner for Human Rights). Komunitas internasional juga telah menyoroti dampak konflik di Papua terhadap masyarakat sipil, termasuk pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan yang terus berlanjut. Michelle Bachelet, UN High Commissioner for Human Rights, dalam pernyataannya pada tahun 2022 menekankan pentingnya penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia di Papua oleh pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Konflik di Papua memiliki akar sejarah yang kompleks dan telah mencapai titik kritis dengan penetapan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai kelompok teroris oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2021. Pelabelan ini menuai kritik dari berbagai pihak, baik domestik maupun internasional, yang khawatir bahwa hal ini dapat memperburuk situasi hak asasi manusia di Papua dan tidak menyelesaikan akar masalah konflik. Oleh karena itu, penyelesaian damai dan dialog yang inklusif sangat diperlukan untuk menangani konflik di Papua dan memastikan hak-hak asasi manusia dihormati. Sumber: laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia internasional dan lokal, serta dokumen pemerintah.