Perbankan Syariah, Solusi Hadapi Resesi 2023!

Arinda Gaby Trisilla
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah, IPB University
Konten dari Pengguna
4 Desember 2022 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arinda Gaby Trisilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Ilustrasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Ilustrasi Pribadi
ADVERTISEMENT
“Resesi” menjadi kata yang dikhawatirkan semua negara di dunia. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memprediksikan jika ekonomi dunia akan mengalami resesi pada tahun 2023 seiring dengan banyaknya bank sentral yang menaikkan suku bunga secara bersamaan sebagai respons terhadap inflasi. Inflasi adalah proses naiknya harga secara umum yang berlangsung secara terus-menerus yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, contohnya pandemi Covid-19 yang terjadi 2 tahun terakhir dan konflik Rusia-Ukraina yang terjadi beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Resesi sendiri dapat diartikan sebagai kondisi dimana perekonomian negara mengalami penurunan berdasarkan dari PDB (Produk Domestik Bruto), jumlah pengangguran, maupun pertumbuhan ekonomi negara yang negatif selama dua kuartal berturut-turut. Resesi memiliki dampak langsung pada masyarakat, misalnya kenaikan harga bahan pokok, PHK (pemutusan hubungan kerja), kenaikan harga pasokan energi, dan naiknya angka pengangguran serta kemiskinan.
Direktur Utama BSI Henry Gunardi menyatakan ketika tahun 2023 saat semua negara dibayang-bayangi oleh resesi, Indonesia masih beruntung karena memiliki permintaan domestik yang kuat. Potensi ekonomi syariah di Indonesia dapat terus dioptimalkan dan bisa jadi nantinya dapat berperan sebagai tombak untuk menghadapi ancaman resesi 2023, melihat peningkatan aset yang dimiliki BUS dan UUS yang mencapai RP 680,09 triliun pada Mei 2022.
ADVERTISEMENT
Penyebab Resesi
Resesi merupakan sebuah fenomena dimana PDB (Produk Domestik Bruto) riil menjadi negatif dalam jangka waktu dua kuartal berturut-turut, dengan kata lain resesi ini menyebabkan segala aktivitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi, investasi, dan aktivitas ekonomi lainnya mengalami kontraksi, hal tersebut tentunya berdampak buruk terhadap berbagai pihak, salah satunya dengan terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja). Lalu apa yang menyebabkan terjadinya resesi?
1. Inflasi Tinggi
Menurut International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook Update July 2022, memproyeksi inflasi global. Tingkat inflasi di negara maju diproyeksikan mencapai angka 6,6%, sementara di negara berkembang inflasi diprediksi mencapai 9,5% pada tahun ini. Untuk mengatasi laju inflasi yang terus meningkat, beberapa negara mulai menarik insentif moneter dan fiskal.
ADVERTISEMENT
2. Guncangan ekonomi yang terjadi secara tiba-tiba
Guncangan ekonomi yang tiba-tiba juga dapat memicu terjadinya resesi dan permasalahan ekonomi yang parah. Salah satunya contohnya adalah yang terjadi di masa pandemi covid-19, hal tersebut ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat akibat kesulitan keuangan.
3. Kenaikan Suku Bunga Acuan
Tekanan inflasi yang terjadi di negara Barat dan Amerika Serikat memaksa Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga acuan sebagai upaya untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali. Hal yang sama juga dilakukan oleh negara-negara anggota G20 seperti Brazil, India, termasuk Indonesia. Kenaikkan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral secara bersamaan di seluruh penjuru dunia ini, akan berdampak pada terjadinya resesi ekonomi.
4. Perang Rusia-Ukraina
ADVERTISEMENT
Perang antara Rusia dan Ukraina merupakan penyebab utama resesi global yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2023. Perang antara Rusia dan Ukraina ini telah mengganggu rantai pasokan global, sehingga menyebabkan krisis dan mempercepat inflasi, terutama di sektor pangan dan energi.
5. Penurunan Permintaan Global
Permintaan global mengalami penurunan mengakibatkan perusahaan-perusahaan di berbagai negara mulai mengurangi produksinya, hal tersebut menunjukkan terjadinya kelesuan ekonomi yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global akan berkontraksi.
Dampak Resesi Untuk Indonesia
Ketika resesi mengancam suatu negara, banyak dampak yang akan terjadi baik dari segi ekonomi ataupun sosial masyarakat. Berikut merupakan kondisi yang dapat terjadi di Indonesia jika terjadi resesi.
1. Semakin melemahnya nilai tukar rupiah
Apabila terjadi resesi ekonomi mengakibatkan para investor akan menarik uangnya dari saham Indonesia maupun pasar obligasi, dan investor tersebut lebih memilih untuk beralih ke aset investasi lainnya yang lebih aman misalnya emas.
ADVERTISEMENT
2. Permintaan ekspor Indonesia akan menurun
Apabila resesi ekonomi terjadi akan menyebabkan negara pengimpor barang dari Indonesia seperti Amerika Serikat nantinya akan membuat tekanan pada sisi permintaannya. Jika angka permintaan tersebut turun maka akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan yang dapat mengakibatkan terjadinya defisit dan pendapatan negara menjadi menurun.
3. Meningkatnya jumlah pengangguran
Dampak dari adanya resesi akan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia karena kondisi ekonomi yang buruk dapat mengancam para pekerja dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, para pekerja juga kemungkinan akan menerima jumlah pemotongan gaji serta tunjangan.
4. Melemahnya daya beli masyarakat
Ekonomi yang semakin sulit pasti akan berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat yang disebabkan karena mereka akan lebih selektif lagi saat menggunakan uangnya tersebut dengan lebih mementingkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
5. Meningkatnya tingkat suku bunga
Dampak yang terjadi dari resesi ekonomi yaitu adanya kenaikan tingkat suku bunga yang tajam. Bank Indonesia akan menyesuaikan tingkat suku bunga acuan.
Masyarakat umum dan pelaku usaha saat melakukan pinjaman akan naik serta bisa menjadi penghambat ekspansi usaha. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan ekonomi 2022 dan 2023.
Sumber : Ilustrasi Pribadi
Kontribusi Bank Syariah Dalam Resesi
Peran perbankan syariah sangat penting bagi perekonomian saat ini. Secara umum fungsi perbankan syariah sama dengan perbankan konvensional yaitu sebagai sektor keuangan perantara dan sektor riil. Sektor perbankan berperan dalam stabilitas dan tingkat pertumbuhan uang beredar dalam perekonomian. Kemampuan perbankan dalam mengelola dana publik dan menciptakan siklus bisnis yang sehat akan mendorong stabilitas sistem keuangan. Bisnis perbankan syariah mengalami pertumbuhan dilihat dari jumlah bank dan bank syariah yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Kemampuan bank syariah untuk mengelola dana masyarakat dan menciptakan siklus bisnis yang sehat akan mendorong stabilitas sistem keuangan. Rupiah yang stabil, baik dalam arti inflasi sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. BI telah dan akan terus berperan aktif untuk mencapai tujuan mencapai dan menjaga kestabilan Rupiah melalui tiga kewenangan yang dimiliki yaitu pertama, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, kedua mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan ketiga mengatur dan mengawasi bank.
Kehadiran bank syariah sebagai alternative dapat memberikan warna baru pada sistem keuangan nasional dan internasional. Walaupun market shared perbankan syariah masih rendah dibandingkan bank konvensional, namun bank syariah berkembang pesat di Indonesia.
Perkembangan perbankan syariah yang cukup cepat tersebut dapat memberikan dampak negatif dan positif bagi kestabilan sistem keuangan nasional terutama terkait kepada harga (inflasi). Bank syariah dapat ikut serta menjaga kestabilan sistem keuangan domestik, jika peran intermediasi perbankan berdasarkan prinsip syariah dijalankan secara optimal.
ADVERTISEMENT