Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Perizinan Berbelit-belit Menjadi Penyebab Proyek Panas Bumi Mandek
2 Oktober 2024 9:22 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Gafi Febrians tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki berbagai macam energi sumber daya alam terbarukan yang berpotensi cukup besar. Salah satu sumber daya alam terbarukan yang melimpah di Indonesia adalah energi panas bumi. Sebagai negara yang berada di Cincin Api Pasifik, Indonesia memiliki panas bumi berpotensi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Sayangnya, pemanfaatan potensi ini tidak dimanfaatkan dengan maksimal lantaran kebijakan birokrasi yang berbelit-belit, khususnya dalam hal perizinan investor pada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
ADVERTISEMENT
Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia adalah sebesar 23,9 gigawatt (GW), tetapi sampai saat ini masih sekitar 2,13 GW atau kurang dari 10% energi yang dimanfaatkan. Pertanyaannya, apa penyebab dibalik mandeknya proyek PLTP sehingga menjadi sulit berkembang?
Salah satu faktor utama yang menjadi penghambat mandeknya proyek panas bumi adalah proses perizinan yang rumit dan memakan waktu yang lama.
Tanggapan Presiden Jokowi
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya persoalan birokrasi yang harus dibenahi terutama dalam hal perizinan.
Masalah mandeknya proyek panas bumi tidak hanya menyangkut soal birokrasi semata. Masalah ini juga berimplikasi serius terhadap persoalan ekonomi dan lingkungan bagi Indonesia.
Lambatnya pengembangan energi terbarukan seperti panas bumi akan membuat Indonesia tetap bergantung pada energi konvensional seperti bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan. Selain itu, dari segi investor, baik dari dalam maupun luar negeri, mungkin akan berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya di sektor panas bumi Indonesia jika apabila proses perizinan masih berbelit-belit.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi, Indonesia telah berkomitmen dalam upaya peningkatan porsi energi terbarukan dalam jangkauan nasional maupun global melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim (COP28) di Dubai, pada akhir tahun lalu. Lambannya pengembangan proyek panas bumi tentu akan menghambat upaya pencapaian komitmen tersebut.
Solusi: Evaluasi Hingga Konsolidasi
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa langkah yang dapat diambil adalah. Pertama, pemerintah perlu mengambil tindakan evaluasi menyeluruh terhadap proses perizinan yang ada dan melakukan penyederhanaan tanpa mengorbankan aspek keamanan dan lingkungan. Tindakan evaluasi ini dapat menggunakan metode Regulatory Impact Assessment (RIA). Pendekatan ini berakar dari ilmu kebijakan publik yang memungkinkan penilaian sistematis terhadap dampak positif dan negatif dari regulasi yang ada dan yang diusulkan. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi hambatan regulasi dan merumuskan solusi kebijakan yang efektif.
ADVERTISEMENT
Langkah kedua, pemerintah perlu mengimplementasikan sistem perizinan online yang terintegrasi, sebagai bagian dari strategi e-Government, yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan transparansi. Melalui langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi serta mengurangi potensi penyalahgunaan kepentingan melalui interaksi langsung antara pemohon dan petugas.
Yang tidak kalah penting adalah konsolidasi di antara pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Hal ini dapat membantu menyelaraskan kepentingan dari berbagai pihak dan menciptakan solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Potensi panas bumi Indonesia yang besar ini seharusnya menjadi berkah, bukan malah menjadi beban akibat perizinan dan birokrasi yang berbelit-belit. Sudah saatnya Indonesia meningkatkan kualitas administrasi publik melalui tata kelola birokrasi yang baik yang berintegritas tinggi demi membuka gerbang investor. Pemanfaatan panas bumi yang optimal tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, tetapi juga berkontribusi dalam upaya global dalam mendukung penerapan ekonomi hijau dan energi terbarukan yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT