Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Menakar Ekonomi Politik Danantara: Antara Oligarki atau Kemandirian Ekonomi
25 Februari 2025 12:36 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Galang Geraldy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Salah satu kebijakan strategis Pemerintahan Prabowo adalah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau dikenal sebagai Danantara sebagai instrumen pengelolaan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) yang diluncurkan pada 24 Februari 2025. Danantara dibentuk dengan tujuan mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara melalui investasi strategis di berbagai sektor vital, seperti pengolahan logam, kecerdasan buatan, energi terbarukan, dan produksi pangan (Detik.com, 2025). Menurut VOA Indonesia (2025), pemerintah berupaya mengalokasikan dana efisiensi sekitar Rp300 triliun untuk dijadikan modal investasi awal. Dana ini menjadi fondasi bagi pengelolaan aset strategis yang nantinya akan dikelola dan diinvestasikan ke sektor-sektor vital.
ADVERTISEMENT
Danantara memiliki potensi mengelola lebih dari $900 miliar aset, termasuk kepemilikan pemerintah di perusahaan-perusahaan milik negara seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Pertamina, PLN, dan Telkom Indonesia, Danantara berpotensi meningkatkan efisiensi dan profitabilitas BUMN melalui restrukturisasi dan optimalisasi aset. Selain itu investasi $20 miliar dalam lebih dari 20 proyek yang mencakup sektor-sektor seperti pengolahan nikel, bauksit, tembaga, pengembangan kecerdasan buatan, kilang minyak, energi terbarukan, dan produksi pangan. Diversifikasi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Melalui investasi strategis, Danantara diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai target 8%, dengan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing industri nasional (Reuters.com, 2025)
ADVERTISEMENT
Secara umum struktur organisasi Danantara mencakup dua unit utama: perusahaan induk yang mengawasi operasional BUMN dan unit investasi yang fokus pada pengelolaan investasi. Rosan Roeslani ditunjuk sebagai CEO, dengan Pandu Sjahrir sebagai kepala unit investasi, dan Dony Oskaria sebagai Chief Operating Officer. Sedangkan dewan penasehat diisi oleh dua mantan presiden yaitu Jokowi dan SBY (Reuters,com, 2025). Pembentukan Danantara diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan aset negara, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai target 8%. Namun, inisiatif ini juga menghadapi kritik dan kekhawatiran terkait potensi mismanajemen dan pengawasan, mengingat pengalaman negatif dari dana serupa di negara lain.
Negara dan Kapital: Kontrol atas Akumulasi dan Distribusi Kekayaan
Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menandai langkah baru dalam pengelolaan aset negara Indonesia. Dengan mandat sebagai sovereign wealth fund (SWF), Danantara mengelola kepemilikan saham pemerintah di berbagai BUMN strategis, termasuk sektor perbankan, energi, telekomunikasi, dan sumber daya alam. Dari perspektif ekonomi politik, sebagaimana Peter A. Hall & David Soskice di dalam Varieties of Capitalism (2001) bahwa negara perlu mengambil peran aktif dalam ekonomi, tidak hanya melalui kebijakan regulasi, tetapi juga dengan kepemilikan dan pengelolaan aset strategis.Kebijakan ini mencerminkan upaya negara dalam mengontrol dan mengarahkan akumulasi kapital terhadap aset strategis nasional, di tengah dinamika kapitalisme global yang semakin menuntut fleksibilitas dan privatisasi. Ini menunjukkan pendekatan state capitalism, di mana negara tidak hanya berperan sebagai regulator tetapi juga sebagai aktor ekonomi utama dalam mengelola investasi dan pertumbuhan ekonomi (Bremmer, 2010).
ADVERTISEMENT
Secara sederhana, negara tidak hanya berperan sebagai entitas netral, tetapi juga sebagai arena perjuangan kepentingan antaraktor ekonomi dan politik. Di dalam lanskap neoliberalisasi dan globalisasi dengan logika liberalisasi ekonomi yang menekankan pada deregulasi dan pengurangan peran negara dalam ekonomi. pembentukan Danantara menjadi hibridisasi ekonomi, di mana negara tetap memegang kendali aset-aset strategis tetapi pada saat yang sama membuka peluang bagi kapital global untuk ikut berinvestasi.
Namun itu tidak lepas dari kritik apakah mekanisme ini benar-benar memperkuat kedaulatan ekonomi Indonesia atau justru menciptakan oligarki baru? Pengalaman dari berbagai negara lain menunjukkan bahwa SWF sering kali menjadi alat negara untuk mengamankan kepentingan ekonomi jangka panjang, tetapi juga bisa berisiko mengalami mismanajemen dan korupsi. Perlu diperhatikan bahwa pembentukan Danantara yang melibatkan kepemilikan saham di berbagai BUMN misalnya, membuka potensi konsolidasi kekuatan ekonomi oleh oligarki yang kemudian memantik sejumlah tanya mengenai pengelolaan aset-aset strategis ini: apakah tetap berada dalam pengawasan negara demi kepentingan publik dan redistribusi kesejahteraan, atau justru menjadi alat bagi kelompok elite untuk semakin mengkonsolidasi kekuatan ekonomi dan menguasai sektor ekonomi strategis?
ADVERTISEMENT
Jika tidak ada sistem pengawasan yang ketat dan independen, Danantara dapat menjadi ajang bagi aktor-aktor politik dan bisnis untuk mempertahankan dominasi mereka atas ekonomi nasional. Prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance) menjadi sangat fundamental terutama mencakup transparansi, akuntabilitas dan keterlibatan partisipasi publik melalui peran akademisi, masyarakat sipil, dan sektor swasta untuk memberikan masukan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pengelolaan aset strategis. Menyeimbangkan peran negara sebagai regulator dan pelaku ekonomi, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan melalui dewan pengawas independen, pengelolaan aset strategis dapat diarahkan untuk mendukung kepentingan publik dan redistribusi kesejahteraan, memastikan bahwa keuntungan dari investasi kembali dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur publik, pendidikan, kesehatan, dan program redistribusi kesejahteraan bukan justru sebagai instrumen kekuatan ekonomi bagi kelompok elit dan oligarki. Maka, jika dikelola dengan baik, Danantara memiliki potensi besar untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional untuk pembangunan, inovasi, dan peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi ketergantungan pada modal asing.
ADVERTISEMENT
Galang Geraldy, S.IP., M.IP (Dosen Ilmu Politik UWKS, Mahasiswa S3 Ilmu Sosial Unair)