Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenang Paus Fransiskus: Warisan Pemikiran Politik Ekologi dan Keadilan Sosial
25 April 2025 11:53 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Galang Geraldy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik pertama dari Amerika Latin dan dari Ordo Jesuit, meninggal dunia pada Senin, 21 April 2025, di usia 88 tahun. Beliau wafat di kediamannya di Casa Santa Marta, Vatikan, akibat stroke yang diikuti oleh koma dan kegagalan sirkulasi kardiovaskular yang tidak dapat dipulihkan. Kabar duka ini disampaikan secara resmi oleh Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Gereja Katolik Roma, yang memimpin upacara penegasan kematian dan penempatan jenazah Paus Fransiskus ke dalam peti di kapel Casa Santa Marta pada malam harinya (www.vaticannews.va, 21/04/2025).
ADVERTISEMENT
Sebagai Paus pertama dari Amerika Latin dan anggota Ordo Jesuit, Paus Fransiskus dikenal karena pendekatannya yang penuh kasih, kesederhanaan, dan komitmennya terhadap keadilan sosial serta perlindungan lingkungan. Selama 12 tahun masa kepemimpinannya, beliau menekankan pentingnya solidaritas, inklusivitas, dan perhatian terhadap kaum marginal.
Mengenang Paus Fransiskus berarti mengenang seorang pemimpin spiritual yang menempatkan martabat manusia, keutuhan ciptaan, dan keadilan sosial sebagai fondasi utama dari etika global. Dalam dunia yang kian terfragmentasi oleh kesenjangan, krisis ekologis, dan kekakuan ideologis, Paus Fransiskus hadir bukan sekadar sebagai pemimpin Gereja Katolik, tetapi sebagai suara kenabian yang mengganggu kenyamanan struktur kekuasaan duniawi.
Sejak terpilih pada 2013, Jorge Mario Bergoglio—nama asli Paus Fransiskus—membawa napas baru ke dalam politik global. Ia menyerukan "politik kemanusiaan" (politics of humanity), menolak logika neoliberal yang mereduksi manusia menjadi komoditas pasar, serta mengajak negara-negara untuk meletakkan kemanusiaan dan solidaritas sebagai dasar kebijakan politik. Di dalam Fratelli Tutti (2020), Paus mengkritik keras populisme, nasionalisme sempit, dan eksploitasi buruh migran, sambil mengajak dunia untuk membangun “budaya perjumpaan” yang melampaui sekat agama dan ideologi.
Di ranah ekologi, Paus Fransiskus menjungkirbalikkan tafsir antroposentrisme dalam ajaran keagamaan dan menyerukan spiritualitas ekologis dalam ensiklik Laudato Si’: On Care for Our Common Home (2015). Menelusuri pemikirannya melalui tulisan Skirbekk, G. yang berjudul Pope Francis and the Environmental Question: Laudato Si’ and the Future of Catholic Social Teaching (2017) , terurai betapa Paus Fransiskus memadukan keprihatinan atas lingkungan dengan seruan untuk keadilan sosial, yang secara fundamental merupakan pendekatan politik ekologis. Ia menegaskan bahwa krisis ekologis adalah konsekuensi dari sistem ekonomi yang rakus dan tidak adil. Bumi, menurut Paus, adalah “rumah bersama” yang harus dirawat dengan kasih dan tanggung jawab. Menolak dikotomi antara lingkungan dan ekonomi, seraya menegaskan bahwa tidak ada dua krisis terpisah: satu krisis lingkungan dan satu krisis sosial, melainkan satu dan kompleks krisis sosial-ekologis. “...Oggi dobbiamo renderci conto che un vero approccio ecologico diventa sempre un approccio sociale; deve integrare la giustizia nei dibattiti sull’ambiente, per ascoltare tanto il grido della terra quanto il grido dei poveri.”(Laudato Si’, n. 49)
ADVERTISEMENT
Sedangkan di dalam aspek keadilan sosial, Paus Fransiskus sangat kritis terhadap sistem ekonomi global yang ia anggap sebagai penyebab utama ketimpangan dan ketidakadilan. Melalui Evangelii Gaudium (2013), ia menyebut bahwa “ekonomi eksklusi dan ketimpangan adalah ekonomi yang membunuh” (Francis, 2013, p. 53). Ia menolak mentah-mentah logika trickle-down economics yang mempercayai bahwa pertumbuhan ekonomi otomatis akan mengurangi kemiskinan. Menurut Paus, sistem seperti ini justru melanggengkan eksklusi struktural terhadap kelompok miskin, buruh informal, dan komunitas adat serta kelompok marjinal lainnya.
Warisan Pemikiran Politik Ekologi dan Keadilan Sosial
Di tengah dunia yang makin pragmatis, politik yang makin oportunistik, dan ekonomi yang kian dehumanistik, warisan pemikiran Paus Fransiskus adalah ajakan untuk bermoral dalam kebijakan, untuk melihat keadilan sebagai bentuk kasih, dan untuk menjadikan bumi bukan sekadar tempat tinggal, tetapi rumah yang dirawat bersama. Mengenang Paus Fransiskus berarti meneruskan perjuangannya—dalam bentuk tindakan, kebijakan, dan solidaritas nyata. Maka penting kemudian memahami upaya untuk merevitalisasi politik sebagai pelayanan dan bukan dominasi; ekonomi sebagai sarana kehidupan bersama, bukan akumulasi kapital; dan agama sebagai ruang kontemplasi sekaligus perlawanan terhadap ketidakadilan. Di tengah krisis iklim, populisme, dan eksklusi sosial, suara Paus Fransiskus adalah cahaya moral yang meruntuhkan tembok ketidakpedulian dan skeptisme, alih-alih sekulerisasi.
ADVERTISEMENT
Paus Fransiskus memandang ekologi bukan hanya sebagai masalah teknis atau ilmiah semata, tetapi juga sebagai masalah etis dan moral yang melibatkan hubungan manusia dengan alam dan sesama. Melalui Laudato Si’ menegaskan bahwa krisis lingkungan adalah “krisis sosial” yang mencerminkan ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sosial yang semakin tajam, terutama antara negara-negara kaya dan miskin.
Warisan pemikiran Paus Fransiskus akan terus hidup sebagai suara profetik bagi dunia yang dilanda ketimpangan dan krisis ekologis. Ia bukan hanya pemimpin Gereja, tetapi juga seorang moral force yang menyuarakan keadilan bagi bumi dan kaum miskin. Dalam dunia yang seringkali dibutakan oleh kepentingan ekonomi semata, pesan-pesan beliau menjadi penanda arah untuk kembali ke jalan yang berkeadilan, berbelas kasih, dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Pemikiran Paus Fransiskus telah menginspirasi banyak gerakan lintas agama dan lintas disiplin—dari aktivis lingkungan, akademisi, hingga gerakan buruh. Keberanian moralnya dalam menyuarakan kebenaran di hadapan kekuasaan menjadikannya figur transformatif, baik dalam konteks Gereja maupun dunia global. Warisan pemikiran Paus Fransiskus tentang politik ekologi dan keadilan sosial sangat relevan bagi dunia saat ini, terutama dalam menghadapi krisis lingkungan dan ketimpangan sosial. Pesannya jelas: kebijakan pembangunan yang mengabaikan lingkungan dan ketidakadilan sosial hanya akan memperburuk krisis yang ada.
Pada akhirnya, sebagaimana sosoknya yang sangat sederhana, Paus Fransiskus tidak meninggalkan apapun kecuali pemikiran bernas yang menggarisbawahi pentingnya melihat ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan sebagai persoalan yang harus di selesaikan. Pesan ini bisa saja sangat relevan sebagai kritik terhadap berbagai kebijakan pembangunan di Indonesia, di mana konflik agraria dan kerusakan ekosistem sering terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam. Kepentingan korporasi dan kebijakan pembangunan ekstraktif yang mengabaikan masyarakat adat dan petani kecil seringkali menciptakan ketimpangan sosial yang mendalam. Di dalam konteks ini, keadilan ekologis tidak hanya mengutamakan perlindungan terhadap alam, tetapi juga mengupayakan perlindungan hak-hak masyarakat yang paling rentan.
ADVERTISEMENT
Semoga warisan pemikiran dan perjuangan Paus Fransiskus menjadi inspirasi abadi bagi para pemimpin dunia, masyarakat sipil, dan generasi muda untuk terus memperjuangkan bumi sebagai rumah bersama, tempat semua makhluk hidup hidup secara bermartabat.
Dan kini, ketika ia telah berpulang, semoga Paus Fransiskus beristirahat dalam damai di pelukan Sang Pencipta. Damai untuk bumi, damai untuk umat manusia, damai untuk beliau. Requiescat in pace, Papa Francesco.