news-card-video
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Suasana Ngabuburit di Hari Pertama Ramadhan: Sebuah Perspektif Komunikasi Sosial

Galang Ikhwan Aji Sabda
I am a lecturer at the Faculty of Communication Sciences, Padjadjaran University (FIKOM Unpad), specializing in Media Communication, Tourism Communication, and Political Communication
2 Maret 2025 9:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Galang Ikhwan Aji Sabda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Suasana Ngabuburit di Pangandaran (Dokumentasi Pribadi Galang Ikhwan AS)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Suasana Ngabuburit di Pangandaran (Dokumentasi Pribadi Galang Ikhwan AS)
ADVERTISEMENT
Hari pertama Ramadhan selalu menghadirkan suasana yang unik, terutama di sore hari menjelang berbuka puasa. Di berbagai daerah, masyarakat tumpah ruah ke jalanan, taman, dan pusat jajanan untuk mengisi waktu menunggu azan magrib. Aktivitas ini dikenal sebagai ngabuburit, sebuah tradisi yang bukan sekadar menunggu berbuka, tetapi juga menciptakan interaksi sosial yang kaya dengan makna komunikasi.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif komunikasi, fenomena ngabuburit dapat dikaitkan dengan teori komunikasi ritual dari James W. Carey. Teori ini menjelaskan bahwa komunikasi bukan sekadar transmisi informasi, tetapi juga sebuah proses yang memperkuat kebersamaan sosial melalui simbol dan interaksi. Ngabuburit di hari pertama Ramadhan adalah contoh nyata bagaimana komunikasi ritual terjadi: orang-orang berkumpul, berbagi cerita, menikmati jajanan khas, dan saling berinteraksi dalam suasana penuh kebersamaan.
Ngabuburit sebagai Komunikasi Ritual
Menurut Carey, komunikasi ritual bertujuan untuk menjaga dan memperkuat ikatan sosial. Dalam ngabuburit, individu tidak hanya berbicara untuk bertukar informasi, tetapi juga untuk merasakan kebersamaan dan keterikatan budaya. Percakapan ringan antara pedagang dan pembeli di pasar takjil, obrolan santai antara teman yang duduk di taman, hingga kebersamaan keluarga dalam perjalanan pulang untuk berbuka, semuanya merupakan bagian dari komunikasi yang memperkuat rasa kebersamaan.
Gambar diambil oleh Galang Ikhwan AS
Lebih jauh, teori komunikasi ritual juga menekankan bahwa pesan dalam komunikasi tidak hanya terdapat dalam kata-kata, tetapi juga dalam tindakan dan simbol. Dalam konteks ngabuburit, simbol-simbol budaya seperti aroma gorengan yang khas, suara tadarus Al-Qur'an dari masjid, hingga kesibukan di warung makan sebelum berbuka menjadi bentuk komunikasi yang membangun identitas kolektif masyarakat Muslim di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Komunikasi Antarpribadi dan Interaksi Sosial
Ngabuburit juga merupakan momen penting dalam komunikasi antarpribadi. Masyarakat yang mungkin sehari-hari sibuk dengan rutinitasnya kini memiliki kesempatan untuk lebih banyak berinteraksi. Baik itu dalam obrolan santai dengan teman, sapaan ramah kepada tetangga yang ditemui di jalan, atau bahkan interaksi dengan penjual makanan di pasar, semua ini memperkuat hubungan sosial yang mungkin terabaikan dalam keseharian.
Konsep komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) dari Mark Knapp juga dapat digunakan untuk memahami interaksi yang terjadi selama ngabuburit. Dalam model Knapp, komunikasi antarpribadi berkembang melalui tahapan-tahapan tertentu, seperti perkenalan, pendalaman, dan kedekatan. Di hari pertama Ramadhan, suasana ngabuburit menciptakan peluang bagi individu untuk membangun atau mempererat hubungan mereka dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Menariknya, di era digital, ngabuburit tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga di dunia maya. Orang-orang membagikan momen ngabuburit mereka melalui media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter. Konsep komunikasi mediasi komputer (computer-mediated communication, CMC) menjadi relevan dalam hal ini, di mana interaksi sosial tidak hanya terjadi secara langsung, tetapi juga melalui platform digital.
Banyak pengguna media sosial yang memanfaatkan ngabuburit untuk membuat konten kreatif, seperti review makanan berbuka, vlog perjalanan ngabuburit, hingga diskusi interaktif tentang pengalaman Ramadhan pertama. Dalam konteks ini, media sosial menjadi ruang baru bagi komunikasi ritual yang melintasi batas geografis dan memperluas partisipasi sosial.
Ngabuburit di hari pertama Ramadhan lebih dari sekadar menunggu waktu berbuka. Ini adalah fenomena komunikasi yang memperkuat nilai kebersamaan, baik dalam interaksi langsung maupun melalui media digital. Dalam perspektif komunikasi ritual, ngabuburit mencerminkan bagaimana masyarakat mempertahankan identitas dan tradisi melalui interaksi sosial. Selain itu, komunikasi antarpribadi yang terjadi dalam suasana ngabuburit membantu memperkuat hubungan sosial di tengah kesibukan kehidupan modern. Dengan berkembangnya teknologi, ngabuburit kini juga hadir dalam ruang digital, memperluas jangkauan komunikasi dan memperkaya pengalaman sosial masyarakat di bulan suci Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Refleksi
Di tengah era digital dan kesibukan modern, ngabuburit tetap menjadi momen penting yang patut dilestarikan. Ia bukan hanya soal berburu takjil atau menghabiskan waktu sebelum berbuka, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun dan menjaga hubungan dengan sesama. Dengan memahami ngabuburit dalam perspektif komunikasi, kita dapat lebih menghargai makna kebersamaan dan kehangatan sosial yang dihadirkannya setiap tahun.