'Deadline' Eksploitasi Pasir Laut

Galih Jati Prasetyo
Assitant Manager RD Aquaculture and Staff PT Roda Bahari
Konten dari Pengguna
20 Maret 2024 10:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Galih Jati Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dua buah alat berat sedang mengeruk pasir laut. Ilustrasi: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Dua buah alat berat sedang mengeruk pasir laut. Ilustrasi: shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang membuka pendaftaran bagi pelaku usaha untuk memanfaatkan hasil sedimentasi di laut. Pemasukan dokumen persyaratan dimulai sejak tanggal diumumkan sampai dengan tanggal berakhirnya pengumuman yaitu 28 Maret 2024. Dilema masih terjadi di kalangan masyarakat dan pengamat lingkungan karena dampak yang terjadi akibat Penambangan Pasir Laut ini akan berdampak kepada ekosistem laut.
ADVERTISEMENT
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, mengemukakan regulasi yang membuka eksploitasi pasir laut akan mengancam puluhan juta warga pesisir dan lebih dari 2 juta keluarga nelayan tradisional, termasuk perempuan nelayan.
Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut beserta turunan Aturannya. Aturan-aturannya yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pasir laut hasil sedimentasi itu memiliki banyak peminat. Biasanya digunakan untuk pembangunan reklamasi di beberapa wilayah Tanah Air seperti di Jakarta (Pantai Indah Kapuk/PIK), Jawa Timur, Surabaya, Kalimantan, dan Batam.
ADVERTISEMENT
Lokasi-lokasi penambangan pasir laut pun sudah ditentukan oleh KKP yaitu Laut Jawa, Selat Makassar, dan Natuna-Natuna Utara. Adanya Potensi volume sedimentasi laut di Laut Jawa yang ditawarkan itu sebanyak 5,58 miliar meter kubik. Sedimentasi di Selat Makassar berjumlah 2,97 miliar meter kubik, dan laut Natuna-Natuna Utara mencapai 9,09 miliar meter kubik. Ditetapkannya lokasi-lokasi tersebut atas dasar kajian ilmiah hingga koordinasi yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama dengan sejumlah stakeholder.
Terbaru Trenggono mengatakan “Hanya untuk domestik dan belum terbuka untuk ekspor,” ujarnya di Jakarta, Selasa (19/3/24). Sementara itu pasir hasil sedimentasi laut itu nantinya akan ditentukan harga dasar jual oleh pemerintah. “Yang pasti mata tetapkan harga dasarnya sebagai patokan untuk penentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” kata Trenggono.
ADVERTISEMENT
Tarif PNBP untuk pemanfaatan pasir laut diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut dalam Perhitungan Tarif atas Jenis PNBP. Namun aturan ini diteken pada 18 September 2021 Berdasarkan ketentuan itu, tarif PNBP untuk pemanfaatan pasir laut dalam negeri senilai Rp 188.000 per meter kubik. Untuk tujuan ekspor, tarifnya Rp 228.000 per meter kubik. Founder & CEO Ocean Solutions Indonesia, Zulficar Mochtar, mengingatkan, penambangan dan ekspor pasir laut yang ditawarkan sebanyak miliaran meter kubik berpotensi menuai masalah baru. Sudah cukup banyak pihak yang menolak rencana pengerukan dan ekspor pasir laut.
Dibukanya penambangan pasir laut mengkhawatirkan. Pasalnya, kebutuhan pasir laut kualitas terbaik seperti silika yang banyak terdapat di Riau dan Kepulauan Riau dapat dijadikan target pengerukan dengan dalih pembersihan sedimentasi. Saat ini saja, sebelum pelaksanaan penambangan tersebut berjalan banyak wilayah pesisir di Indonesia yang sudah mengalami banjir rob. Dengan pengambilan pasir tentu akan berdampak domino pada wilayah lainnya.
ADVERTISEMENT