Konten dari Pengguna

Hubungan Psikologi dengan Second Lead Syndrome, Sindrom Para Penyuka Drama Korea

galuh pavita
psychology student at Brawijaya University
24 Desember 2020 10:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari galuh pavita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
pict by pinterest
zoom-in-whitePerbesar
pict by pinterest
Bagi para penikmat drama korea, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah Second Lead Syndrome. Istilah ini digunakan ketika para penonton lebih menyukai dan tertarik pada second lead dibanding main lead atau pemeran utama. Lalu apa hubungan antara second lead syndrome ini dengan psikologi ?
ADVERTISEMENT
Menurut Ji-Yeon, profesor di bidang studi Asia-Amerika, manusia pada hakikatnya senang dengan sensasi emosi yang campur aduk sebelum akhirnya mencapai ending. Dalam ilmu Psikologi, sensasi dijabarkan sebagai penerimaan stimulus melalui alat indera yang nantinya akan menghasilkan sebuah persepsi yang dapat diartikan sebagai penafsiran dari stimulus yang diterima tersebut. Dengan alat indera yang sama pada tiap manusia, persepsi yang dihasilkan pada tiap individu bisa berbeda.
Tahap - tahap terjadinya persepsi yang dinyatakan oleh Walgito (dalam Hamka, 2002) adalah sebagai berikut:
Tahap pertama, tahap yang biasa dikenal dengan proses kealaman atau proses fisik, yang merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, yang merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
ADVERTISEMENT
Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, yang merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Hal ini yang juga terjadi pada penonton drama korea. Mereka sama - sama menggunakan indera pengelihatan saat menonton drama korea yang sama, namun persepsi yang dihasilkan dapat berbeda. Ada yang lebih tertarik dengan tokoh utama, ada juga yang lebih tertarik kepada second lead. Ada beberapa hal yang membuat penonton lebih tertarik kepada second lead atau biasa yang disebut dengan second lead sydrome.
Second lead pada drama korea biasanya digambarkan dengan karakter yang kuat dan kharismatik dibandingkan dengan tokoh utama yang biasanya cenderung lebih lemah. Sehingga penonton lebih tertarik dan terkesima dengan setiap hal yang mereka lakukan. Hal ini juga dapat menstimulus penonton untuk membayangkan pengalaman romansa yang mungkin tidak diperoleh dalam dunia nyata. Dalam hal ini, ketika melihat adegan - adegan romantis atau adegan -adegan mengesankan yang dilakukan oleh tokoh, tubuh akan memproduksi hormon cinta atau hormon oksitosin yang membuat kita menjadi semakin mengagumi karakter tersebut.
ADVERTISEMENT
Seringnya mereka digambarkan memiliki permasalahan yang berat dalam kisah hidupnya. " Penonton yang memiliki riwayat atau latar belakang kisah hidup atau kisah cinta yang sama dengan Drama Korea tersebut cenderung akan lebih terbawa emosi karena adanya ikatan emosional yang terjadi," ujar Jane Cindy, M.Psi, Psi. yang merupakan seorang psikolog di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya. Kesan dramatis yang dibawakan oleh karakter dan juga alur yang menguras emosi akhirnya menstimulasi bagian limbic system otak, yaitu area dari otak yang mengendalikan faktor perasaan. Sehingga penonton merasa terhubung dengan tokoh yang digambarkan karena memiliki permasalahan atau latar belakang kisah hidup yang sama.
Meskipun second lead digambarkan memiliki karakter yang sempurna, idaman, kharismatik, dan juga kuat. Namun mereka selalu dihadapkan pada kekalahan - kekalahan atau ketidak beruntungan yang membuat penonton merasa simpati akan hal itu. Acap kali para second lead ini rela melakukan hal - hal demi orang yang disayanginya meskipun tahu bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Tentunya ketika melihat tokoh favorit kita mendapat kesusahan dan kesedihan, secara reflek kita merasa bersimpati bahkan ikut merasa sakit hati. Hal ini juga yang mendorong kita untuk semakin mendukung tokoh yang kita suka mendapat akhir yang bahagia.
ADVERTISEMENT
Mengetahui bahwa second lead memang di ciptakan untuk menjadi pembantu atau penunjang jalan cerita antar kedua pemeran utama yang nantinya, sangat jarang second lead ini berakhir bahagia bersama main lead. Hal ini berkaitan dengan mengapa orang cenderung suka atau tertarik dengan hal yang menyedihkan.
Kebanyakan orang memanfaatkan tragedi yang dialami oleh second lead dalam drama tersebut sebagai cara untuk bercermin dengan hal yang - hal yang sedang mereka alami atau pernah mereka alami sebelumnya. Mereka juga bisa menjadikan hal ini sebagai opsi solusi untuk persoalan yang sedang dihadapi. Tidak heran banyak orang yang menggemari drama korea dikarenakan dapat memenuhi kebutuhan afektif yang menontonnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Robin Dunbar, ahli psikologi evolusioner dari University of Oxford, kepedihan emosional yang didapat pasca menonton tragedi, dapat memicu pelepasan hormon endorfin. Endorfin adalah hormon yang diproduksi oleh otak dan sistem saraf, yang dapat bertindak sebagai analgesik dan meningkatkan toleransi tubuh terhadap rasa sakit. Produksi endorfin setelah kita menyaksikan cerita tragis dapat mendorong kita mengalami kelegaan dan kebahagiaan, serta membuat kita lebih kebal terhadap rasa sakit secara fisik.
ADVERTISEMENT
Second lead syndrome ini ada baiknya kita jadikan pelajaran dan motivasi bagi diri kita sendiri. Contohnya adalah ketika kita dihadapkan dengan suatu masalah yang sama dengan tokoh tersebut, kita dapat mencontoh perbuatan baiknya. Tentang bagaimana second lead biasanya memiliki sifat yang tidak egois, tentang bagaimana Ia mampu menekan egonya agar tidak menyakiti banyak orang. Kita juga dapat belajar bahwasannya, kita tidak baik hanya menilai karakter orang dari luarnya saja. Kebanyakan second lead digambarkan sebagai tokoh yang sempurna, berkharisma, kuat, namun dibalik itu semua banyak kesedihan yang dipendam. Dengan menyadari hal tersebut, kita juga menjadi semakin simpati dan empati kepada orang - orang disekitar kita yang mungkin memiliki permasalahan yang sama.
ADVERTISEMENT
Menonton drama korea memang banyak manfaatnya. Namun bila kesedihan atau emosi - emosi yang kita dapat setelah menonton drama korea sudah sampai mengganggu aktivitas dalam dunia nyata kita, hal itu tidak bisa dibiarkan. Apalagi hingga bertengkar dengan orang yang mendukung tokoh yang berbeda dengan tokoh yang kita suka. Drama korea hanya sebatas tontonan yang tidak seharusnya membuat kita menjadi memiliki masalah dengan orang lain hanya dikarenakan memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu hal. Menonton drama korea hingga tidak kenal waktu juga tidak baik untuk kesehatan apalagi hingga melupakan makan. Karena dalam psikologi, makan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus kita penuhi.

referensi

Setyorini, T. (2015). Penelitian: Hobi nonton film sedih justru bisa bikin bahagia. https://www.merdeka.com/gaya/penelitian-hobi-nonton-film-sedih-justru-bisa-bikin-bahagia.html
ADVERTISEMENT
Halakrispen, S. (2020). Kenapa Menonton Drama Korea Bikin Emosi?. https://www.medcom.id/rona/kesehatan/1bVjgqLb-kenapa-menonton-drama-korea-bikin-emosi
Halodoc. (2020). Alasan Psikologis Kenapa Drama Korea Begitu Digemari. https://www.halodoc.com/artikel/alasan-psikologis-kenapa-drama-korea-begitu-digemari
nopdrr. (2015). Psikologi : Proses Persepsi. http://nopdrr.mahasiswa.unimus.ac.id/2015/12/01/psikologi-proses-persepsi/