Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Upacara Siraman Gong Kiai Pradah di Blitar
6 April 2022 14:12 WIB
Tulisan dari Galuh Sofiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masyarakat Blitar merupakan masyarakat yang berbudaya agraris, budaya yang tercermin dari masyarakat Blitar merupakan bentuk budaya yang tidak lepas dari kesenian, ritual atau tradisi, makanan khas hingga upacara adat. Salah satu bentuk budaya yakni upacara adat yang masih dipercaya dan tetap dilaksanakan oleh masyarakat Blitar adalah Upacara Siraman Gong Kiai Pradah. Gong sendiri merupakan canang besar (adakalanya dipukul sebagai isyarat pembukaan upacara dan sebagainya). Sementara itu, Kiai Pradah merupakan julukan untuk sebuah gong yang merupakan bagian dari instrumen gamelan Jawa berdiameter 60 cm yang terbentuk dari besi perunggu dan dilapisi kain mori (kain putih) yang mana gong ini dikeramatkan oleh masyarakat Ludoyo menjadi benda pusaka.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan cerita yang ada, Gong Kiai Pradah merupakan sebuah senjata kepunyaan seorang Pangeran Prabu yang berasal dari Kerajaan Mataram Surakarta. Beliau dihukum oleh sang ayah yaitu Sri Susuhan Paku Buwono I karena tindakannya yang berusaha membunuh adiknya sendiri, hal ini disebabkan rasa sakit hati Pangeran Prabu ketika melihat adiknya naik tahta menggantikan sang ayah. Ia kemudian diusir dari kerajaan dan diberi petunjuk untuk bertolak ke Timur, tepatnya di hutan Ludoyo yang saat itu terkenal masih angker dan menjadi rumah bagi banyak binatang buas. Maka dari itu guna menjaga agar perjalanan tersebut tetap aman, Pangeran Prabu membekali diri dengan salah satu pusaka kerajaan berupa gong. Pangeran Prabu melakukan perjalanan seraya memukul gong sejumlah tujuh kali agar hewan buas dan keangkeran hutan tersebut dapat ditaklukkan.
ADVERTISEMENT
Gong Kiai Pradah sampai sekarang masih diandalkan sebagai sarana untuk memelihara keselamatan dan kemakmuran desa-desa yang berada di Kecamatan Sutojayan. Sebelum meninggalnya Pangeran Prabu, beliau telah berwasiat kepada istri keduanya agar senjata pusaka gong ini dijadikan pelindung bagi warga Ludoyo dari berbagai rupa mara bahaya dan harus terus diperhatikan kebersihannya dari kotoran juga memandikannya setiap 1 Syawal dan 12 Rabiul Awal sesuai penanggalan Hijriah. Upacara siraman Gong Kiai Pradah yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Syawal atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, dilangsungkan secara sederhana oleh petugas yang bersangkutan saja. Akan tetapi untuk upacara siraman Gong Kiai Pradah pada tanggal 12 Rabiul Awal atau bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, dilangsungkan secara besar-besaran yang didukung dan dikoordinasi oleh pemerintah daerah dan dihadiri pejabat maupun tamu undangan dari berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Upacara siraman Gong Kiai Pradah yang dilangsungkan pada tanggal 12 Rabiul Awal ini dimulai dengan persiapan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar sehari sebelum dilaksanakannya upacara, kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan berbagai keperluan siraman, menyiapkan sesaji yang telah dihias dengan janur. Setelah itu dilanjutkan dengan pemotongan seekor kambing yang hanya diambil kepala dan jeroannya saja untuk dibungkus kain mori dan disajikan sebagai sesaji saat ziarah. Satu malam sebelum dilakukannya siraman terlebih dahulu dilangsungkan tahlil. Dan berlanjut ke pelaksanaan malam tirakatan atau melekan. Hingga kemudian di hari dilangsungkannya siraman, upacara dibuka dengan arak-arakan yang dilakukan oleh masyarakat, dan kemudian dilanjutkan dengan tarian pembuka yaitu tari bedhaya Jamas Sang Aji. Dan menuju ke acara inti yaitu pemandian Gong Kiai Pradah menggunakan bunga tujuh tempayan atau cawan yang berbeda. Selesai memandikan pusaka tersebut, kegiatan yang selanjutnya dilakukan adalah pemukulan gong sejumlah tujuh kali, hal ini merupakan suatu bentuk isyarat bahwa gong telah selesai dimandikan atau dibersihkan. Menurut mitos yang dihayati oleh masyarakat sekitar, ketika Gong Kiai Pradah dipukul sebanyak tujuh kali maka akan keluar seekor macan yang diyakini sebagai penunggu Gong Kiai Pradah.
ADVERTISEMENT
Di hari pelaksanaan upacara ini juga terlihat masyarakat dari berbagai latar belakang ikut serta dalam upacara ini, baik penduduk yang merupakan asli Blitar, maupun dari luar Blitar beramai-ramai datang guna menyaksikan upacara siraman sebagai tontonan atau warisan budaya yang perlu dilestarikan. Akan tetapi juga ada masyarakat yang datang dengan tujuan untuk mengharapkan berkah, bahkan banyak dari mereka yang kemudian memperebutkan air bekas siraman yang diyakini bisa membawa bermacam manfaat. Mayoritas masyarakat meyakini bahwa air bekas siraman tersebut dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, mendatangkan jodoh, membuat awet muda dan dapat membawa kelimpahan rezeki.