Konten dari Pengguna

Tes Massal adalah Tulang Punggung Penanganan COVID-19

Gamal Albinsaid
Wirausaha Sosial dan Inovator Kesehatan
13 Juni 2020 13:00 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gamal Albinsaid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tes Massal adalah Tulang Punggung Penanganan COVID-19
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Prinsip dasar penanganan pandemi adalah test, trace, treat, dan isolate. Secara praktis, prinsip dasar penanganan pandemi tersebut adalah melakukan tes massal secara luas dan masif, pelacakan kasus secara detail dan mendalam, pengobatan secara optimal, dan isolasi dengan ketat dan tepat.
Tes Massal adalah Tulang Punggung Penanganan COVID-19 (1)
zoom-in-whitePerbesar
Grafik di atas menunjukkan hubungan antara tes dan jumlah kasus. ada tiga pola dasar yang dilakukan negara dalam konteks tes massal untuk penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Pertama, negara dengan jumlah tes rendah (limited testing) akan melaporkan sedikit kasus terkonfirmasi. Oleh karena itu, ketika sebuah negara melaporkan angka infeksi kasus dan kematian sedikit, itu belum tentu menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Hal itu dikarenakan bisa jadi angkanya kecil, karena sedikitnya tes yang dilakukan. dengan demikian, banyak orang sakit yang tidak diketahui atau dilaporkan karena tidak menjalani tes. Hal ini seperti yang terjadi pada Vietnam, Thailand, dan India.
Kedua, negara yang hanya menguji orang-orang dengan gejala signifikan (moderate testing). Hal ini mengakibatkan case-fatality rate akan tampak lebih tinggi dari yang seharusnya dikarenakan kasus-kasus yang lebih ringan kemungkinan besar terlewat dan tidak terlaporkan. Hal ini terjadi pada Italia, Belanda, Inggris, dan Prancis.
ADVERTISEMENT
Ketiga, negara dengan strategi tes yang banyak (broad testing) cenderung berhasil dalam membatasi jumlah kasus baru. Hal ini dikarenakan mereka bisa memiliki gambaran yang mendekati kondisi realitas sebenarnya, mereka bisa mendeteksi kasus semaksimal mungkin, dan mampu melakukan pelacakan dan isolasi dengan tepat dari hasil tes massal yang optimal. Negara-negara yang melakukan ini di antaranya Singapura, Korea Selatan, dan Hongkong. Pola dasar ini adalah yang paling ideal.
Seorang pekerja medis yang memakai pakaian pelindung melakukan uji asam nukleat kepada seorang warga di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Foto: REUTERS/Aly Song
Dapat kita simpulkan bahwa negara yang telah melakukan tes pada lebih banyak orang telah mendiagnosis lebih sedikit kasus per 1.000 orang. oleh karena itu, pemerintah harus mengalokasikan lebih banyak dana dan sumber daya manusia untuk melakukan tes secara massal.
Hal ini senada dengan pesan dari dr. tedros adhanom (WHO directoral general), "Semua negara harus dapat melakukan tes semua kasus yang dicurigai, mereka tidak dapat melawan pandemi ini dengan mata tertutup, mereka harus tahu di mana kasusnya, dan begitulah cara mereka dapat mengambil keputusan."
ADVERTISEMENT