Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Guru Inovatif Kunci Keberhasilan Merdeka Belajar
17 April 2023 14:25 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Ganda Febri Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Salah satu tantangan terbesar pelaksanaan merdeka belajar adalah internalisasi kepada pelaksana kebijakan di lapangan, yaitu guru. Kebijakan pendidikan sangat tergantung dengan praktik baik di lapangan, apakah guru mampu mempraktikkan pembelajaran sesuai instruksi menteri? Atau yang terjadi justru kegagalan tafsir dan rasa pesimistis terhadap kebijakan baru ini?
ADVERTISEMENT
Penelitian yang saya lakukan di pusat studi tahun lalu menjawab dua pertanyaan itu sekaligus. Ada tiga dimensi penting dalam memahami praktik baik merdeka belajar. Pertama, dimensi kesadaran tentang perbedaan yang dimiliki peserta didik.
Kedua, dimensi kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran. Dan ketiga, dimensi keberagaman model, media, dan sumber belajar yang penting diperkenalkan ke peserta didik.
Semua dimensi itu masih terasa asing bagi sebagian besar pelaksana kebijakan, guru di sekolah telah terlalu lama menikmati kemerdekaan semu, suatu proses konvensional yang bertumpu pada pemahaman bahwa pengajaran dalam proses transfer informasi, dan yang paling sering dilakukan adalah "ceramah".
Misalnya dalam pengajaran ilmu-ilmu sosial seperti sejarah dan sosiologi, kebiasaan ceramah telah terbukti membunuh kreativitas peserta didik, ini bukan suatu justifikasi terhadap metode ceramah, melainkan logika sederhananya, pada metode apapun, jika diterapkan terlalu sering, tentu akan menciptakan kejenuhan dalam belajar.
ADVERTISEMENT
Pergeseran Paradigma
Merdeka belajar telah menggeser orientasi guru dalam mengajar, dari sekadar pembelajaran berbasis konten ke pembelajaran berbasis aktivitas. Kini tidak ada lagi cerita guru dikejar-kejar materi, tetapi gurulah yang mengatur materinya sendiri untuk diajarkan.
Berapa lama guru dapat menyelesaikan sebuah bab pembahasan, ditentukan oleh kebutuhan guru sendiri. Tetapi, catatannya adalah guru perlu secara bertahap memperkenalkan ragam model eksplorasi materi atau ragam model pembelajaran kepada peserta didik, untuk memecah kejenuhan.
Kesadaran baru tentang pendidikan sebagai sebuah proses kreatif perlu dipromosikan secara masif. Selama ini persepsi tentang pendidikan sebagai proses transfer informasi sudah tidak lagi relevan, karena realitanya, peserta didik di luar kelas dapat secara bebas mengakses informasi dari beragam sumber.
ADVERTISEMENT
Jadi jika di awal milenium yang lalu guru adalah sumber informasi utama, kini guru adalah salah satu sumber informasi saja, apakah peserta didik bisa lebih menguasai informasi daripada gurunya? Bisa saja. Jika pada faktanya peserta didik lebih up to date dalam mengakses perkembangan wacana di masyarakat melalui media sosial.
Di sinilah pentingnya memahami realitas baru yang bernama diversity of students di lingkungan pendidikan yang kini sedang di rekonstruksi dengan merdeka belajar. Karakteristik peserta didik kini mudah terbentuk oleh dua hal yaitu lingkungan masyarakat dan dunia maya yang diaksesnya.
Bagaimana peserta didik begitu mudah membantah pernyataan guru kini benar-benar terjadi di sekolah, sebagian guru menilai ini sebagai kemunduran, tetapi banyak guru yang justru senang dan bangga dengan kemajuan ini, artinya kelas dapat menjadi ruang dialog interaktif yang menarik, dengan prinsip kolaboratif.
ADVERTISEMENT
Guru kini tidak bisa ‘alergi’ terhadap peserta didik yang aktif di kelas, mereka adalah aset dalam menyukseskan merdeka belajar, mereka tergolong peserta didik dengan pencapaian tinggi yang dapat diandalkan untuk pembelajaran sejawat, yang berdampak pada peserta didik kesulitan belajar. Paradigma pengajaran semacam ini yang perlu diperluas di kalangan guru.
Kekayaan pengetahuan dan keterampilan dapat dieksplorasi dalam merdeka belajar dengan mengandalkan prinsip kolaborasi, guru yang tidak menunjukkan dominasi di kelas.
Dalam penelitian Navarro-Mateu (2019) berjudul To Be or Not To Be An Inclusive Teacher: Are Empathy and Social Dominance Relevant Factors to Positive Attitudes Towards Inclusive Education? dijelaskan dominasi guru dalam pembelajaran telah menyebabkan situasi belajar yang kaku.
Tak hanya itu, dominasi guru juga membuat intelektualitas yang sulit berkembang dan motivasi belajar yang menurun. Idealnya, ruang demokratis dalam pembelajaran perlu dibuka secara lebar untuk mengakomodasi peserta didik yang aktif.
ADVERTISEMENT
Misalnya dalam pengajaran ilmu sosial, pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui buku dengan segudang teori, tetapi sumber mutakhir dari media massa dan media sosial dapat dijadikan sebagai sumber aktivitas belajar. Misalnya dalam penelitian yang saya lakukan di tahun 2021 lalu, berjudul Debat Narasi G30S di Twitter: Analisis Konten Pembelajaran.
Pada penelitian itu, saya berusaha membedah bahwa materi sejarah sekalipun dapat diperoleh dari sumber-sumber terkini, waktu itu marak terjadi perdebatan menjelang tanggal 30 September, saya menilai ini relevan dijadikan trigger untuk mengeksplorasi pengetahuan sejarah.
Dan, hasilnya terbukti. Sumber-sumber terkini telah menciptakan pembahasan yang aktual di antara peserta didik, media sosial memberi nuansa baru dalam kegiatan belajar.
Bukan saja pengetahuan, tetapi keterampilan dalam memilih, menelaah, dan memutuskan kepada narasi mana peserta didik akan berpihak. Itu menjadi satu proses saintifik yang simultan dalam membentuk karakteristik peserta didik merdeka.
ADVERTISEMENT
Bahwa kini kebenaran tidak lagi bersumber dari guru yang berlama-lama bicara di kelas, tetapi kebenaran datang dari skenario belajar yang disepakati, mengutamakan wacana terkini untuk menciptakan suatu ide/gagasan baru dalam memahami materi.
Guru Inovatif Menjadi Kunci
Keragaman model, media, dan sumber belajar perlu diperkenalkan kepada peserta didik, kini belajar tidak lagi menjadi ajang teacher show atau pertunjukan guru selama jam berlangsung, tetapi menjadi arena kolaborasi, guru yang bertindak sebagai fasilitator, tandem diskusi, dan mentor dalam menemukan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan.
Keragaman skenario ajar dapat diberikan dengan memperhatikan keberagaman kompetensi peserta didik. Dalam merdeka belajar, guru tidak dapat memaksakan satu model pembelajaran untuk semua kelas.
Patut diperhatikan karakteristik belajar dari setiap kelas, bahkan dari setiap kelompok peserta didik ditinjau dari tingkat pencapaian. Dalam beberapa kasus, kebiasaan sehari-hari juga mempengaruhi keberagaman peserta didik itu.
ADVERTISEMENT
Media dan sumber belajar yang aktual dan diciptakan secara khusus melalui proses saintifik dapat memberi dampak yang positif bagi peserta didik. Misalnya, pembelajaran tentang pahlawan kini tidak cukup diajarkan dengan poster-poster jadul yang menempel di dinding kelas, perlu ada pembaruan, melalui video animasi atau infografis yang memberi informasi secara lebih lengkap, berasal dari proses ilmiah.
Bromley (2013) dalam penelitian berjudul Active Learning Strategies for Diverse Learning Styles: Simulations Are Only One Method telah mengungkapkan bahwa keragaman karakteristik belajar peserta didik perlu didukung dengan keragaman metode untuk menghasilkan pembelajaran yang berdampak.
Lalu apa yang akan terjadi jika keragaman metode tidak bisa dihasilkan? Maka pembelajaran akan berpotensi diabaikan, karena daya dukung yang kurang dan peserta didik merasa tidak diperhatikan kebutuhannya.
ADVERTISEMENT
Catatan Penutup
Cukup masuk akal jika merdeka belajar sangat menganjurkan ketiga dimensi di atas diajarkan secara simultan untuk melahirkan pengajaran yang bermutu, di samping peserta didik yang kini menjadi orientasi utama, semua sumber daya di sekitar guru dan peserta didik juga diperhatikan sebagai arena dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
Dari analisis ini dapat diketahui bahwa meskipun peserta didik menjadi orientasi utama, namun guru tetap menjadi kunci kesuksesan merdeka belajar. Guru yang memperhatikan mutu pembelajaran, keluar dari zona nyamannya sebagai seorang "resi" yang dihormati dan dipuja oleh murid-muridnya.
Kini sisi humanis dari seorang guru perlu lebih dikedepankan, dan yang terpenting lagi adalah mindset inovatif yang menjadi tumpuan utama. Semua dimensi yang telah dijelaskan di muka tidak dapat dijangkau jika guru tidak mampu berinovasi, hanya mengandalkan apa yang dapat ia lakukan, atau dalam bahasa sederhananya adalah pasrah.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya kebijakan merdeka belajar disambut baik oleh sebagian besar guru, ada optimisme yang membubung, ketika guru secara perlahan dilepaskan dari jerat administratif yang selama ini telah memenjara dan didorong untuk kembali beradaptasi dengan situasi zaman.
Kebijakan ini mungkin belum bisa maksimal sekarang. Tetapi sebagai suatu investasi, usaha pendidikan adalah suatu proses memperadabkan, yang berarti jika berhasil terlalu cepat, sama saja kebijakan ini adalah kebijakan yang buruk karena terlalu instan, pasti akan mudah rapuh.
Dan upaya mengadaptasi praktik merdeka belajar di seluruh Indonesia adalah usaha untuk membangun manusia Indonesia yang merdeka, dari hal yang paling sederhana, yaitu merdeka dalam memilih pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan modernitas yang semakin kompleks.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, sebagian besar guru ada di barisan yang sedang dipersiapkan oleh Menteri untuk mewujudkan Indonesia yang lebih modern dengan tetap berbudaya dan memegang teguh nilai-nilai bangsa.