Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Rasa Cinta Rakyat Untuk Indonesia Dituangkan di Jalanan, Itu Bukan Ancaman
24 Februari 2025 13:20 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Gandazon H Turnip tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kecintaan terhadap negeri ini dapat diungkapkan dengan berbagai hal, bukan berarti jika tidak sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah langsung dianggap sebagai musuh negara serta dilawan kembali dengan argumen-argumen recehan yang sama sekali tidak membangun, tapi malah memperkeruh suasana.
ADVERTISEMENT
Fenomena itu yang terjadi sekarang di dalam tubuh pemerintahan, pemerintah seperti gagap dalam menghadapi situasi dan kondisi negeri ini setelah pemilu yang menghasilkan presiden baru di tahun lalu terjadi. Presiden terpilih Prabowo Subianto harus memutar otak untuk mengakomodir seluruh pesanan dari kawan-kawan yang ikut memenangkan beliau untuk bergabung di pemerintahan, disamping memikirkan janji kampanye yang sangat bombastis, salah satunya adalah program Makan bergizi Gratis (MBG).
Maka terbentuklah kabinet yang sangat gemuk terdiri dari 48 menteri, 56 wakil menteri, 5 pejabat setingkat menteri disamping pejabat khusus, staf khusus dan utusan khusus presiden dan diberi nama Kabinet Merah Putih, serta kabinet ini merupakan jumlah terbanyak sepanjang Sejarah sejak Orde Baru hingga Reformasi.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran banyak pihak telah terjadi sejak awal koalisi ini dibentuk dan seiring berjalannya waktu kekhawatiran tersebut semakin lama semakin tampak jelas terpampang nyata di depan mata. Baru beberapa hari dilantik, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto sudah berbuat gaduh dengan penggunaan kop surat Kementerian untuk acara pribadi. Untuk pejabat sekelas menteri, hal-hal konyol dan receh seperti itu seharusnya tidak terjadi jika ia dipilih berdasarkan kualitas dan kompetensi di bidangnya.
Kegagapan Prabowo dan kabinetnya tidak berlangsung sampai disitu saja, bahkan Yusril Mahendra dan Natalius Pigai kembali membuat atraksi-atraksi yang menimbulkan kegaduhan di muka publik. Menjelang berakhirnya tahun 2024 kemarin pemerintah membuat publik heboh dengan kebijakan kenakan PPN 12% yang pada akhirnya kebijakan tersebut hanya berlaku di sektor khusus saja.
ADVERTISEMENT
Kegemukan kabinet ini sepertinya sangat menyulitkan mereka untuk lihai dan cepat dalam bergerak, pola komunikasi yang amburadul di antara para menteri, begitu juga presiden kepada menteri membuat rakyat kebingungan melihat arah bangsa ini hendak menuju kemana. Presiden tidak mampu mengendalikan kabinet yang gemuk ini untuk berada di dalam satu persepsi, walau kemarin mereka telah menggelar retret guna menyatukan pemahaman antara presiden dan para pembantunya, namun itu tampaknya tidak menolong sama sekali.
Prabowo yang sebelum menjabat sebagai presiden sangat gencar ingin memerangi korupsi kelihatan tidak berdaya setelah menjabat yang bahkan belum berjalan 100 hari.
Bahkan di dalam kebijakan terbaru, pemerintahan mencanangkan efisiensi, mengingat keuangan negara yang sangat terbatas untuk melaksanakan seluruh program-program dan janji kampanye presiden. Namun efisiensi ini juga sepertinya salah sasaran yang malah menyasar rakyat biasa dan terancam terkena PHK dan sudah terjadi pada pegawai RRI dan TVRI yang pada akhirnya setelah viral ditarik kembali bekerja.
ADVERTISEMENT
Inkonsistensi ini jugalah yang salah satu menjadi penilaian buruk rakyat terhadap kinerja pemerintahan Prabowo saat ini. Prabowo juga gagap dalam menyikapi situasi ini dengan bijak dan kehilangan kendali atas dirinya sendiri pada saat acara Kongres Luar Biasa partai Gerindra. Sebagai seorang presiden tidak sepantasnya kata-kata mutiara “ndasmu” itu keluar dari mulutnya.
Kembali menyoal efisiensi anggaran, pemerintah juga sepertinya tebang pilih akan hal ini. Ketika instansi lain terkena imbasnya malah kemenhan merekrut Deddy Corbuzer menjadi staf khusus yang entah apa tugas dan fungsinya dan mengapa dia juga saya tidak tahu.
Terkait efisiensi anggaran juga, mengapa tidak menyasar pejabat-pejabat tinggi, pejabat eselon di pemerintahan yang sudah surplus kekayaan hingga miliyaran rupiah, malah menyasar PNS dan tenaga honorer yang mungkin menggantungkan kelangsungan kehidupan keluarganya dari situ saja. Menyasar Pendidikan yang kabarnya menimbulkan potensi kenaikan UKT di setiap kampus juga KIP Kuliah yang terkena imbas, di mana kita tidak mengetahui jika saja terjadi sedikit pergeseran kenaikan UKT dan KIP Kuliah yang terkena imbas, si anak tersebut tidak lagi dapat melanjutkan perkuliahannya.
ADVERTISEMENT
Efisiensi itu juga seharunya bukan hanya soal pemangkasan anggaran, namun juga penempatan orang-orang yang kompeten sesuai pada bidangnya. Sehingga kasus penggunaan kop surat untuk kepentingan pribadi, kasus mobil patwal RI 36 di jalanan kedepannya tidak terjadi lagi.
Ketidakmampuan pemerintah dalam mengakomodir seluruh kebijakan, inkonsistensi pemerintahan, membuat masyarakat kesal dan jengah atas perlakuan yang semena-mena ini. Maka muncul beragam aksi protes dari masyarakat, dimulai dengan tangar #kaburajadulu yang kemudian diiikuti dengan #indonesiagelap. Namun pemerintah juga menyikapinya dengan penuh arogansi. Tagar #kaburajadulu disikapi dengan “kabur aja kalau perlu jangan balik lagi“ oleh wamenaker. Tagar #indonesiagelap disikapi dengan “Indonesia tidak gelap, kau saja yang gelap” oleh LBP.
Pola komunikasi dari istana yang seperti ini malah semakin merlebar luka menganga yang terjadi di kalangan rakyat Indonesia, kenapa pemerintah tidak mau instropeksi diri dan melihat serta menerung lebih jauh ke dalam diri mereka sendiri tentang kondisi dan situasi bangsa saat ini yang sedang tidak baik-baik saja dari sudut pandang penulis dan juga kebanyakan orang akan setuju dengan hal ini bahwa Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Pemerintah seakan beranggapan bahwa protes-protes yang muncul dari rakyat tersebut sebagai sebuah kebencian dan menganggap ada kepentingan politik di dalamnya, sehingga mereka juga berusaha untuk melawannya bukan malah intropeksi diri lalu melaksanakan evaluasi. Sementara rakyat sendiri yang sudah bosan dan yang paling terkena dampak dan imbas dari kebijakan yang pemerintah keluarkan.
Akhirnya kegelisahan ini bertemu pada sebuah Paduan seirama di antara para mahasiswa dan masyarakat sipil. Mahasiswa dan masyarakat sipil akhirnya turun ke jalan menyuarakan aspirasi dan kegelisahan mereka tentang kehidupan bangsa saat ini dan menuntut pengkajian kembali terhadap Inpres No.1 tahun 2025 serta kebijakan-kebijakan lainnya yang tidak berpihak terhadap rakyat.
Demo ini harus disikapi pemerintah dengan baik. Pemerintah jangan melihat aksi ini sebagai kebencian yang harus mereka lawan dan lawan. Aksi ini harus dilihat sebagai ekpresi bentuk kekecewaan sekaligus rasa cinta rakyat kepada bangsa besar bernama Indonesia, untuk menjadikan ibu pertiwi semakin baik di masa depan. Sehingga kasus pemakaian kop surat untuk kepentingan pribadi, kasus mobil patwal RI 36, kelangkaan gas LPG, pagar laut, kebijakan yang inkonsistensi serta kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak terhadap rakyat tidak lagi terjadi kedepannya. Pun jika pemerintah menerapkan efisiensi anggaran alangkah lebih baik jika yang memulai hal tersebut terlebih dahulu adalah mereka-mereka yang berada di pucuk pimpinan, karena keinginan penulis dan tentunya harapan seluruh rakyat Indonesia adalah Indonesia cerah.
ADVERTISEMENT