Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Surat Cinta Untuk Negeri
4 Maret 2025 9:32 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Gandazon H Turnip tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Seorang laki-laki tua berpakaian lusuh dan kepalanya sudah diselimuti oleh uban sedang berjalan-jalan menikmati pemandangan sore hari di samping rumahnya yang terdapat bentangan sawah yang sangat luas, seluas cintanya pada ibu pertiwi.
ADVERTISEMENT
Ditengah kelelahan langkah kakinya yang sudah mulai tidak kuat menahan berat tubuhnya terlalu lama, lelaki tua itu berteduh di dalam gubuk yang kelihatan juga sudah tua dan jika diterpa oleh angin badai akan rubuh seketika. Ditengah kegelisahannya, lelaki tua itu menemukan koran edisi terbaru terbitan hari ini. Meski usianya sudah mendekati udzur, namun ketangkasan kedua bola matanya masih sanggup mengeja tulisan demi tulisan yang tertuang di lembar-lembar koran itu.
Di halaman awal, lelaki tua itu seolah terkejut dengan judul utama yang terpampang nyata diikuti foto seseorang yang tidak dia kenal mengenakan rompi orange dengan kedua tangannya diborgol. Lelaki tua itu menyimak judul dengan teliti dan seksama dan akhirnya dia mengetahui bahwa berita tersebut adalah tentang kasus korupsi yang melibatkan Pertamina dengan besaran uang yang tidak bisa dia sebutkan lagi berapa nominalnya.
ADVERTISEMENT
Lelaki tua itu menyimak seluruh kalimat yang tertuang di koran itu dengan baik dan cermat, sehingga tidak ada satu katapun yang terlewat dari pandangan bola matanya. Selesai membaca berita tentang kasus korupsi pejabat pertamina itu, dia meletakkan koran tersebut disampingnya dengan penuh rasa.
Lelaki tua itu sepertinya menyimpan penyesalan di dalam hatinya setelah membaca koran yang ditemuinya itu. Terlihat jelas dari sorot kedua bola matanya dan air matanya yang hampir saja terjatuh ke lantai gubuk itu.
Sementara aku yang sedari tadi memperhatikan lelaki tua itu dari kejauhan, mulai berjalan perlahan menghampirinya ke dalam gubuk tua itu untuk memastikan situasi dan kondisinya di siang hari yang teramat terik ini.
Lelaki tua itu mulai berbicara kepadaku dengan suara yang jelas walau kecil.
ADVERTISEMENT
Ini bukanlah negeri yang kuperjuangkan dahulu bersama-sama dengan para teman seperjuangan. Negeri yang kami perjuangkan dengan darah dan air mata, rela mempertaruhkan hidup dan mati demi terciptanya rasa aman dan damai bagi seluruh anak bangsa, perjuangan kami hanya untuk bangsa dan generasi kami selanjutnya, agar anak cucu kami dapat menikmati seluruh kekayaan alam Nusantara tanpa adanya status sosial si kaya dan si miskin.
Ini bukanlah negeri yang kami cita-citakan dahulu bersama dengan teman seperjuangan. Negeri yang dalam angan-angan kami di masa depan menjadi negara yang berdaulat, adil dan makmur serta menjadi pemimpin di dalam perdamaian dunia.
Kami telah Menyusun rancangan masa depan bangsa ini dengan baik dan benar, berdiskusi siang dan malam, berdialog dalam ide dan pikiran, mengenalkan bangsa ini ke dunia luar dengan cita-cita dan cinta yang dibawa oleh Soekarno.
ADVERTISEMENT
Kami menuangkan ide dan gagasan itu semua kedalam sebuah falsafah yang akan menjadi landasan berbangsa dan bernegara. Kami membungkusnya di dalam satu bingkai bernama Pancasila.
Kami mendambakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang ras, suku, budaya, agama dan golongan. Kami juga menitipkan kepada setiap generasi agar seluruh kekayaan alam Indonesia dikelola untuk kesejahteraan rakyat.
Kami di masa lalu juga sering sekali menemui pengkhianat yang menjadi musuh dalam selimut di dalam upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan dan doa kami pada saat itu berharap agar anak-cucu negeri ini tidak lagi menemui dan merasakan para pengkhianat yang telah kami rasakan.
Namun sepertinya apa dikatakan oleh bapak proklamator Ir. Soekarno, bahwa perjuangan kalian di masa depan akan lebih berat karena akan melawan bangsa sendiri telah terjadi saat ini. Bahwa teman sebangsa dan sedarah telah menjadi penjarah bagi seluruh anak bangsa.
ADVERTISEMENT
Lelaki tua itu seolah tidak mampu berbuat apa-apa lagi, sebab langkah kakinya tidaklah sekuat dulu lagi, gertakan suaranya juga tidak selantang saat beliau memimpin orasi dan pergerakan rakyat menantang Belanda dan Jepang. Usia telah menghabiskan seluruh tenaga dan kekuatan yang dia miliki, namun rasa cinta dan semangatnya masih tetap sama seperti saat-saat dia muda.
Indonesia terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dengan beragam suku, budaya adat istiadat dan bahasa serta kekayaan alam yang sangat melimpah sekali. Indonesia juga tidak kekurangan anak-anak bangsa yang jenius untuk mengelolanya. Namun bangsa ini tidak mau hidup di dalam kejujuran dan kebenaran, bangsa ini lebih senang untuk hidup di dalam pembenaran daripada kebenaran. Kejujuran adalah barang yang sangat langka di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Negeri ini perlu diasuh dengan cinta dan kejujuran, mencintai seluruh rakyat yang miskin dan tertindas dengan memeliharanya sesuai amanat Undang-Undang. Jujur di dalam melaksanakan tanggungjawab dan pekerjaan yang diemban.
Di dalam kobaran semangatnya yang masih berapi-api, lelaki tua itu menepuk pundakku.
Kakek titip masa depan Indonesia dipundakmu nak, jadilah orang yang penuh kejujuran, penuhilah hatimu dengan cinta, jadilah orang yang rela berkorban untuk sesama, milikilah rasa solidaritas yang tinggi sebagai anak bangsa dan berintegritaslah di dalam setiap tugas dan tanggungjawab yang telah dipercayakan kepadamu. Tidak ada yang abadi, sebab itu tetaplah untuk memijak bumi dimanapun nanti engkau ditempatkan rakyat di posisi tertinggi di negeri ini.