Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Nasib Lansia di Indonesia
30 Desember 2021 14:09 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ganesha Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika sedang merapikan foto di galeri smartphone, tidak sengaja saya melihat potret orang tua saya. Foto ketika kami jalan-jalan ke bandung November lalu. Kerut wajah dan bentuk fisik mereka sudah jauh berbeda dibanding 20 tahun lalu. Lalu sebuah kegelisahan muncul. Suka atau tidak, saya harus menerima bahwa ternyata orang tua saya sudah tidak muda lagi. Sudah mendekati fase lansia , sebuah fase, yang dalam bayangan saya, adalah fase tersulit dalam kehidupan. Fase yang di saat bersamaan juga jarang sekali dipersiapkan. Gambaran kehidupan lansia menjadi tanda tanya besar dalam benak saya. Muncul sebuah kekhawatiran yang diikuti rasa penasaran. Bagaimana sebenarnya nasib lansia di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan Populasi Lansia
Dari jurnal Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020 oleh Badan Pusat Statistik didapatkan bahwa adanya peningkatan pada persentase penduduk usia lansia di Indonesia, di mana ironisnya angka ini berbanding terbalik dengan persentase penduduk usia balita yang mengalami penurunan. Bahkan dari hasil proyeksi BPS tersebut, pada tahun 2045, lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai hampir seperlima dari seluruh penduduk Indonesia.
Hal ini dibahas juga pada artikel yang dirilis WHO tentang Ageing and Health . Secara global antara 2015 dan 2050, proporsi populasi dunia dengan umur di atas 60 tahun diprediksi akan meningkat hampir dua kali lipat dari 12% menjadi 22%.
Itu artinya bisa disimpulkan bahwa baik secara nasional maupun global, kita memasuki ageing population.
ADVERTISEMENT
Jika melihat dari perspektif lain, ageing population menurut saya memiliki sisi positif. Meningkatnya harapan hidup (rising life expectancy) bisa kita artikan bahwa sebenarnya risiko terhadap kelangsungan hidup manusia semakin menurun. Namun perlu diingat bahwa ada faktor lain penyebab terjadinya ageing population, yaitu tingkat kelahiran yang juga menurun (declining fertility rates). Hal ini bisa disimpulkan bahwa ada bagian populasi yang memutuskan untuk tidak memiliki anak. Tren Childfree bisa jadi salah satu faktor pendukungnya.
Namun saya tidak ingin beropini lebih jauh tentang itu, dan kembali lagi pada pembahasan di awal. Pertumbuhan Populasi Lansia semakin meningkat. Maka kita perlu menjawab pertanyaan selanjutnya. Jika populasi lansia pasti meningkat di masa depan, bagaimana cara lansia bisa bertahan hidup?
ADVERTISEMENT
Lansia Menggantungkan Hidupnya Pada Anak
Jurnal dari Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020 oleh Badan Pusat Statistik menampilkan data rasio ketergantungan lansia di tahun 2020 sebesar 15,54. Itu artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15-59 tahun) harus menanggung 15 orang penduduk lansia. Namun apakah ini menjadi sebuah beban bagi penduduk usia produktif? Jurnal World Population Ageing 2020 Highlights oleh United Nations menjabarkan jawabannya dalam dua kutipan berikut:
Jadi bisa disimpulkan bahwa ada sebagian populasi lansia yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain, yang umumnya adalah anak dari lansia tersebut. Uniknya motivasi dari fenomena ini bersifat mutualisme. Pada satu sisi, lansia tersebut membutuhkan dukungan baik segi finansial maupun fisik (personal care). Di sisi lain, sang anak pun membutuhkan peran dari lansia sebagai pengganti dalam mengurus anak-anaknya (cucu dari lansia tersebut). Namun hal ini tidak bisa menutup kemungkinan lain. Kondisi ideal ini tidak selalu dialami oleh setiap lansia.
ADVERTISEMENT
Lansia yang Hidup Mandiri
Bagi lansia yang tidak dapat menggantungkan hidup pada anak atau anggota keluarga lain, maka opsi alternatif adalah dengan menjadi mandiri. Bahkan di kondisi ekstrem, ada bagian populasi lansia masih menjadi tulang punggung dari keluarga.
Masih dari jurnal Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020 oleh Badan Pusat Statistik didapatkan bahwa pada tahun 2020, persentase lansia yang menjadi Kepala Rumah Tangga (KRT) sebanyak 62,28% dari total populasi lansia di Indonesia. Jumlah ini sangat besar mengingat populasi lansia di Indonesia mencapai 9,78% dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270,20 juta (menurut data Hasil Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik ).
Lalu mengapa masih ada lansia yang menjadi tulang punggung keluarga? Hal ini memunculkan dua spekulasi.
ADVERTISEMENT
Lansia yang Hidup Sendiri
Pada jurnal World Population Ageing 2020 Highlights oleh United Nations , disebutkan bahwa data lansia yang hidup sendiri atau hanya dengan pasangan jumlahnya hampir 50% dibanding total populasi lansia secara global. Meski demikian, nampaknya jumlah lansia yang hidup sendiri atau hanya dengan pasangan cukup kecil di asia tengah dan selatan. Jumlahnya hanya di kisaran 16-20% dari total populasi. Lalu saya berpikir, apakah kelompok lansia ini mampu hidup sendiri tanpa adanya kehadiran keluarga? Lalu saya menemukan satu kutipan yang cukup memprihatinkan. Permasalahan mendasar manusia sebagai mahluk sosial.
ADVERTISEMENT
Sebuah Renungan
Ketika menulis artikel ini, saya tersadar betapa beratnya hidup sebagai lansia. Pertumbuhan populasi lansia yang meningkat menjadi sebuah dilema karena kondisinya yang sudah tidak produktif. Hal ini membuat sebagian lansia perlu menggantungkan hidupnya pada anak atau saudara (populasi usia produktif). Di sisi lain, sebagian dari populasi lansia juga masih bekerja, menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Sisanya ada bagian populasi lansia yang hidup sendiri, kesepian dengan kondisi ekonomi yang mungkin tidak cukup layak. Kesepian adalah sebuah permasalahan nyata yang dihadapi lansia, khususnya yang hidup sendiri atau hanya bersama pasangan.
Seperti bumerang, kenyataan ini akan berbalik lagi ke kita, khususnya sebagai generasi lansia selanjutnya. Perencanaan dan langkah yang tepat perlu dilakukan dari sekarang demi mempersiapkan diri untuk menghadapi masa yang akan datang. Mulailah membuat program finansial jangka panjang untuk dana pensiun. Mengukur dan mengontrol pengeluaran saat ini juga adalah langkah yang baik. Kurangi keputusan-keputusan pembelian yang bersifat impulsif, mulailah bijaksana dalam berbelanja.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang juga bisa kita lakukan adalah memperhatikan kesejahteraan lansia di sekitar kita. Mulailah dari orang tua kita. Tanyakan dan penuhi kebutuhan mereka, baik segi finansial maupun psikis. Ajak mereka bertamasya atau sekadar acara berkumpul keluarga. Karena seperti dijelaskan sebelumnya, kesepian adalah permasalahan psikologis paling dominan yang dialami lansia. Atau minimal secara rutin tanyakan kabar mereka. Orang tua kita mungkin tidak menunjukkannya, tapi yakinlah bahwa sebenarnya saat ini mereka sedang membutuhkan kita. Mereka mungkin sedang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka sendiri. Hal yang kita tidak ketahui bukan berarti juga tidak terjadi.
Terkadang juga sebagai anak kita lupa bahwa orang tua kita sekarang memiliki kemampuan yang jauh berbeda dibanding 10 atau 20 tahun lalu, baik dari segi fisik maupun psikis. Kita perlu selalu ingat bahwa orang tua kita tidak mungkin hidup selamanya. Maka gunakanlah waktu yang ada sebaik-baiknya. Penyesalan pasti akan datang ketika waktu untuk memperbaiki keadaan sudah tidak tersedia lagi.
ADVERTISEMENT
---