Konten dari Pengguna

Melihat Proses Penanganan Penumpang untuk Cegah Corona di Bandara Soekarno Hatta

7 Maret 2020 20:04 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gatot Raharjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana ruangan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, tempat pemeriksaan penumpang yang datang dari luar negeri.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana ruangan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, tempat pemeriksaan penumpang yang datang dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
Ramai beredar di media massa dan media sosial tentang penanganan penumpang pesawat dari luar negeri di Bandara Internasional Soekarno Hatta terkait pencegahan masuknya Virus Corona ke Indonesia. Diperkuat juga dengan cerita-cerita dari beberapa teman yang dalam waktu dekat kemarin baru kembali dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
Inti cerita sama. Penanganan penumpang dari luar negeri terkait pencegahan masuknya Virus Corona Covid 19 yang kemungkinan dibawa oleh penumpang, di bandara terbesar dan menjadi pintu gerbang utama Indonesia tersebut, sangat longgar dibandingkan dengan bandara luar negeri. Prosedur yang tidak jelas, petugas yang minim, banyaknya peralatan yang tidak dipakai dan cerita negatif lainnya.
Saat kemudian ada penumpang warga Jepang masuk dari Malaysia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta dan membawa virus tersebut serta menularkannya pada warga Indonesia, sorotan tajam pun ditujukan ke penanganan di bandara tersebut.
Karena penasaran, saya pun menghubungi pihak Angkasa Pura II selaku pengelola bandara, meminta izin untuk melihat langsung penanganan di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Kamis, 5 Maret 2020, izin diproses dan Jumat, 6 Maret 2020, saya dipersilahkan datang.
ADVERTISEMENT
Setelah salat Jumat, ditemani personel humas pengelola bandara, saya menuju lokasi di pintu kedatangan penumpang internasional di Terminal 3. Sesungguhnya ada 2 tempat kedatangan internasional. Selain di Terminal 3 juga ada di Terminal 2F. Terminal 2F untuk penerbangan dari negara ASEAN. Sedangkan Terminal 3 untuk negara lainnya.
Saya tidak sendiri. Ada teman fotografer dari kantor berita Reuters dan reporter serta fotografer majalah Airmagz. Rupanya mereka juga penasaran, melihat sendiri penanganan di lapangan.
Danger Zone
Agak deg-degan juga mengingat cerita dari teman-teman humas AP II bahwa mereka sebelumnya sudah memulangkan sekitar 18 penumpang luar negeri yang terdeteksi terindikasi terpapar Virus Corona. Artinya, di ruangan tersebut sebenarnya tidak steril dan masuk dalam danger zone.
Pemeriksaan penumpang dengan thermal gun
Namun dengan mengucap bismillah dan memakai masker, kami masuk ruangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Ruangan agak temaram dibanding ruangan lain. Letaknya ada di ujung koridor seperti lorong besar. Di lorong itu terdapat beberapa pintu tempat penumpang internasional masuk setelah turun dari bandara. Dan di ujung koridor itu, diletakkan puluhan meja berderet hingga kemudian ada jalur antrian.
Meja bisa digunakan oleh penumpang untuk mengisi Kartu Kewaspadaan Kesehatan (Health Alert Card) berwarna kuning dengan tulisan berbahasa Indonesia dan Inggris. Ada beberapa petugas dari bandara dengan berbaju hitam bertuliskan Helper yang berjaga, membantu penumpang yang kesulitan mengisi kartu tersebut.
Setelah deretan meja, ada 4 jalur antrian penumpang. Di atasnya terpasang peralatan thermal scanner yang sekilas bentuknya seperti kamera CCTV. Ada juga thermal scanner tambahan di sebelah kanan jalur.
ADVERTISEMENT
Thermal scanner dilengkapi layar yang menunjukkan panas yang ada di tubuh orang-orang yang tertangkap kameranya. Juga ada kotak kecil berwarna hijau yang bertuliskan angka suhu tubuh. Kotak kecil tersebut seketika akan berwarna merah dan mengeluarkan bunyi peringatan keras tett..tett..tett... saat mendeteksi suhu diatas 37 derajat celcius atau di atas rata-rata suhu tubuh manusia normal.
Jika ada bunyi itu, penumpang akan segera dipisahkan dari penumpang lain dengan pemeriksaan lanjutan. Jika suhu tubuhnya memang panas, akan segera dirujuk ke poliklinik, sekitar 50 meter dari tempat itu.
Tangkapan layar thermal scanner
Di ujung jalur juga sudah menanti petugas yang memegang thermal gun. Semua penumpang akan diperiksa suhu tubuhnya dengan alat tersebut, tidak ada kecuali. Orang tua yang mengenakan kursi roda, bayi yang digendong orang tuanya, bahkan kru pesawat semua diperiksa satu persatu dengan sopan. Jika ada yang suhu tubuhnya melebihi 37 derajat celcius, penumpang akan dipisahkan dan diantar menuju poliklinik.
ADVERTISEMENT
Di poliklinik, penumpang ditanya lebih lanjut dan diberi obat flu, batuk, dan lainnya sesuai indikasi awal. Jika masih belum turun panas setelah beberapa saat, penumpang akan dirujuk ke rumah sakit rujukan, terutama ke RS Sulianti Saroso sebagai rujukan nasional.
Jadi bisa diibaratkan tempat ini adalah salah satu benteng pertahanan terdepan Indonesia menghadapi serangan Virus Corona dari luar negeri. Jika benteng ini bobol, virus pun bisa masuk. Namun jika benteng kuat, virus bisa tertolak masuk.
Puluhan petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kementerian Kesehatan yang berompi kuning bertuliskan Health Quaranntine tampak hilir mudik dan berjaga di benteng ini. Mereka didampingi petugas aviation security (avsec) dari bandara.
Untuk diketahui, di setiap bandara internasional, selain petugas dari bandara, juga ada petugas dari instansi lain yaitu Bea Cukai/ Kepabeanan Kementerian Keuangan, Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dan Karantina Kementerian Kesehatan (Custom, Immigration, Quaranntine/CIQ). Bersama beberapa instansi lainnya, mereka bekerjasama dan bergabung dalam Komite FAL (facilitation) bandara. Komite FAL diketuai oleh Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara di bawah Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Secara nasional, Komite FAL diketuai oleh Dirjen Perhubungan Udara.
ADVERTISEMENT
Seorang petugas KKP yang berbincang dengan kami mengatakan bahwa penanganan di tempat itu diperketat usai diumumkannya dua pasien terjangkit Virus Corona di Indonesia pada 2 Maret 2020. Dia tidak menampik bahwa sebelum itu penanganan lebih longgar. Banyak peralatan seperti misalnya thermal gun yang tidak dipakai. Jadi apa yang diberitakan beberapa media dan cerita teman-teman itu ada benarnya juga.
Sekarang memang lain. Setidaknya saat saya melihat langsung saat itu. Petugas banyak, semua peralatan terpakai.
"Dulu petugasnya lebih sedikit, namun sekarang sudah diperbanyak. Kami berjaga selama 24 jam secara bergiliran," ujar petugas itu.
Namun ada juga sedikit masalah. Yaitu terkait Kartu Kewaspadaan Kesehatan yang hanya berbahasa Indonesia dan Inggris dengan huruf yang kecil.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa penumpang dari Timur Tengah yang saya lihat tidak menguasai dua bahasa tersebut tampak kebingungan mengisinya. Demikian juga saat ada jemaah umrah yang baru saja tiba. Penumpang yang terlihat sudah cukup berumur tersebut terlihat kesulitan mengisinya. Mungkin karena hurufnya terlalu kecil atau bahasanya yang tidak dipahaminya. Maklum, jemaah umrah banyak yang berasal dari daerah dengan penguasaan Bahasa Indonesia yang kurang baik. Apalagi bahasa Inggris, tentu mereka malah tidak mengerti sama sekali.
Petugas pembantu (helper) tampak kewalahan, apalagi jika penumpang datang berbarengan dan yang membutuhkan bantuan banyak.
"Kami sebenarnya sudah menginformasikan jauh-jauh hari pada maskapai untuk membagikan kartu tersebut sehingga penumpang bisa mengisinya di pesawat. Namun tetap saja banyak yang mengisinya di sini. Kalau datang bersamaan seperti ini memang sangat sibuk," ujar petugas yang berbincang dengan kami.
ADVERTISEMENT
Selain itu, thermal scanner yang terlalu sensitif juga terkadang membuat sedikit masalah. Ada cerita, seorang penumpang membawa sebuah mie panas dalam sebuah tempat. Thermal scanner langsung berbunyi nyaring saat mendeteksinya. Petugas pun kebingungan karena saat diperiksa dengan thermal gun, suhu tubuhnya normal. Usut punya usut, panas mie yang di atas 37 derajat celcius itulah masalahnya.
Jadi peralatan yang sensitif seperti thermal scanner itu memang terkadang sedikit merepotkan dibanding thermal gun yang lebih akurat.
Sidak Dirjen Hubud
Kami agak terkejut saat dapat kabar bahwa Dirjen Perhubungan Udara Novie Riyanto juga akan melakukan inspeksi mendadak di tempat yang sama. Sebagai ketua Komite FAL nasional, Dirjen Hubud memang punya kewajiban untuk memastikan segala sesuatu proses di bandara internasional berlangsung dengan baik dan benar.
ADVERTISEMENT
Petugas bandara serta dari Otoritas Bandar Udara (Otban) pun berdatangan dan terlihat sibuk.
Tak berapa lama, Dirjen Hubud datang. Rombongannya kecil saja, hanya didampingi beberapa staf termasuk humas dan dua wartawan. Sepertinya memang benar-benar inspeksi mendadak. Tentu ini hal baik karena bisa melihat kondisi lapangan secara nyata, tanpa dipoles terlebih dulu.
Dirjen Perhubungan Udara (bermasker kuning) saat melakukan inspeksi mendadak
Dengan menggunakan masker berwarna kuning, Dirjen Novie pun berbincang dengan beberapa petugas serta beberapa penumpang, terutama jemaah umroh yang baru datang. Novie juga sabar melihat dan mengikuti proses yang dilakukan oleh penumpang.
Bahkan Novie juga ikut antri di jalur untuk mengukur suhu tubuh dengan thermal scanner dan thermal gun. Alhamdulillah, suhu tubuh normal. Namun sesaat setelah Novie melangkah keluar dari pemeriksaan, thermal scanner berbunyi nyaring, tett...tett..tett... Seorang pemuda penumpang di belakang Novie terdeteksi suhunya di atas rata-rata.
ADVERTISEMENT
Sontak petugas memeriksanya lebih lanjut. Dari thermal gun diperoleh suhu tubuh normal. Usut-punya usut, pemuda itu mengantongi power bank yang sedang mengisi daya telepon selulernya. Panas dari power bank itulah yang ternyata terdeteksi oleh thermal scanner sebagai panas yang berlebihan. Duh...
Sembari berjalan keluar ruangan tersebut, Pak Dirjen Novie berbisik pada saya, "Gimana mas, tadi sudah melihat semua ya? Prosesnya sudah (berjalan) baik kan?"
Saya pun menjawab sambil tersenyum kecil,"Alhamdulillah pak, sepertinya semua berjalan baik!"