Konten dari Pengguna

5 Cara Mencintai Seseorang yang Dipengaruhi oleh Masa Kecil, Kamu yang Mana?

Generasi Milenial
Generasi Milenial
1 September 2022 10:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi pacaran Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi pacaran Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Masa kecil memiliki pengaruh terhadap segala aspek kehidupan ketika seseorang menjadi dewasa. Salah satu yang dipengaruhi pengalaman semasa kecil adalah percintaan, bagaimana cara seseorang mencinta saat dewasa.
ADVERTISEMENT
Mengenai efeknya, sebuah studi yang dibagikan Moral Philosophy mengelompokkan lima jenis bagaimana seseorang mencintai sesuai dengan pengalaman yang dirasakannya semasa kecil.
Perlu diketahui, pengelompokan tersebut tentunya melalui proses simplifikasi dan generalisasi. Jadi, orang yang tergolong bisa saja bereaksi sangat berbeda terhadap keadaan. Berikut lima cara orang mencintai saat dewasa yang dipengaruhi oleh masa-masa ketika masih kecil.

1. Si menyenangkan

Semasa kecil, si menyenangkan biasanya berurusan dengan orang tua yang kritis tetapi juga terlalu protektif. Karenanya, sebagai anak-anak, mereka selalu berusaha menjadi baik atau setidaknya terlihat baik, agar semua dilakukan dengan benar dan tak jadi beban keluarga.
Si menyenangkan biasanya sangat memperhatikan orang lain, sangat memahami sesama, dan punya perasaan serta suasana hati yang bagus. Keterampilan tersebut mereka gunakan guna memenuhi kebutuhan orang lain, terutama pasangan.
ADVERTISEMENT
Namun, agar hubungan menjadi lebih sehat dan stabil, sebaiknya si menyenangkan belajar untuk menganggap serius perasaan mereka sendiri dan sharing ke pasangan, alih-alih selalu melakukan apa yang diharapkan dari mereka.
Ilustrasi pacaran anak SMA Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

2. Si korban

Masa kecil anak yang menyakitkan kerap menjadikannya sebagai si korban ketika dewasa. Biasanya, si korban memiliki tingkat percaya diri yang rendah dan beberapa bahkan hidup dengan rasa cemas dan depresi.
Hal tersebut menyebabkan si korban menjadi sangat pasif dalam hubungan percintaan dan cenderung membiarkan semua terjadi begitu saja. Sering kali, bila semua berjalan mulus, muncul rasa takut dalam diri bahwa kenangan menyakitkan akan datang lagi
Supaya hubungan lebih sehat dan stabil, disarankan untuk si korban belajar mencintai diri sendiri dan berusaha melakukan pembelaan alih-alih membiarkan semuanya terjadi begitu saja.
ADVERTISEMENT

3. Si pengendali

Jenis si pengendali, semasa kecil, Sebagai biasanya merasa diabaikan dan nyaris selalu tak diurus. Mereka cenderung mandiri dan tangguh lantaran harus belajar mengurus diri sendiri sejak kecil.
Bagi si pengendali, alih-alih kelemahan, amarah dianggap sebagai kekuatan. Si pengendali juga jarang banget mau keluar dari zona nyaman karena akan merasa tidak aman dan cenderung menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.
Dalam sebuah hubungan, si pengendali perilakunya sangat dominan dan cenderung memandang rendah. Mereka juga kadang berusaha mengontrol pasangan. Agar hubungan jadi sehat, disarankan si pengendali belajar percaya, legowo, dan menguasai amarah.
Ilustrasi dok Foto oleh Anete Lusina dari Pexels

4. Si bimbang

Biasanya, si bimbang tercipta dari orang tua yang tak dapat diprediksi. Masa kecil si bimbang tidak pernah merasa diri mereka penting bagi orang tua dan hidup dengan ketakutan akan dikecewakan.
ADVERTISEMENT
Hal membentuk si bimbang jadi orang yang rindu atau ingin akan rasa cinta. Mereka ingin hubungan yang stabil dan dapat diandalkan. Karenanya, saat dewasa, mereka cenderung mengidealkan cinta hubungan a.k.a hopeless romantic.
Namun, di sisi lain, si bimbang suka ragu-ragu dan ketakutan dengan konflik kecil sekalipun. Karenanya, agar percintaan stabil dan sehat, sebaiknya si bimbang belajar untuk tenang dan beri hubungan waktu, ketimbang terlalu berkomitmen sehingga kecewa di akhir.

5. Si penghindar

Perasaan membuat kita lemah dan sebaiknya selalu mandiri. Setidaknya itu yang diajarkan orang tua si penghindar. Sedari kecil si penghindar sudah belajar mandiri, bahkan mengesampingkan emosi dan kebutuhan.
Ketika dewasa, si penghindar cenderung menjauhi orang-orang dan lebih bergantung pada logika dan argumen rasional ketimbang perasaan. Buat mereka, nyaris tidak ada yang lebih buruk dari perubahan suasana hati orang lain.
ADVERTISEMENT
Karenanya, agar hubungan tetap sehat dan stabil, si penghindar sebaiknya mulai belajar untuk dekat dengan orang lain, setidaknya membuka diri. Selain itu, mereka juga perlu terbuka dan jujur dengan perasaan sendiri. (bob)