Apa Sebenarnya Arti Tunawisma yang Kerap Disamakan dengan Gelandangan?

Ilustrasi tunawisma. Foto: Pixabay

Setiap orang yang ada di muka bumi ini tentu menginginkan kepemilikan hidup yang sejahtera, ya. Sejahtera dalam artian bisa memiliki kehidupan yang bahagia bersama dengan keluarga tercintanya.

Sayangnya, terdapat beberapa orang yang terlahir dalam keadaan hidupnya yang tak layak, khususnya dalam hal ekonomi. Jika bisa memilih, tentu takdir hidup yang seperti itu akan ditolak, namun kenyataannya hidup penuh kemiskinan tersebut mau tak mau harus tetap dijalani.

Salah satu realitas sosial dari adanya kehidupan yang tak layak ini tercermin dari adanya tunawisma. Sejatinya apa arti tunawisma itu? Mengapa tunawisma sering disamakan dengan gelandangan? Langsung saja simak ulasan berikut.

Arti Tunawisma

Ilustrasi tunawisma. Foto: Pixabay

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tunawisma merupakan seseorang yang tidak mempunyai tempat tinggal (rumah) tetap. Umumnya, para tunawisma akan tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, tepi sungai, stasiun kereta api, terminal bus, dan berbagai fasilitas umum lainnya.

Tempat tinggal sementara tersebut akan digunakan untuk tidur hingga melakukan berbagai aktivitas keseharian lainnya. Lalu, bagaimana dengan gelandangan?

Hal ini dapat terjawab dari pengetian gelandangan berdasarkan PP No. 31 Tahun 1980. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa gelandangan merupakan orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan hidup mengembara di tempat umum.

Lantas, apakah tunawisma bisa dikategorikan sama dengan gelandangan? Jawabannya, tunawisma dapat diartikan bagian dari gelandangan. Dengan kata lain, turunan dari gelandangan itu seorang tunawisma, ya. Lebih lengkapnya simak jenis-jenis gelandangan berikut.

Demikian penjelasan terkait arti dari tunawisma. Sadar atau tidak, banyak Tunawisma yang justru hidup di kota-kota besar. Berbagai kota tersebut umumnya menawarkan banyak lapangan pekerjaan karena menjadi pusatnya bisnis-bisnis besar.

Kondisi ini membuka mata akan adanya ketimpangan sosial, yang mana di satu sisi terdapat gedung perusahaan yang menjulang tinggi, namun di sampingnya terdapat tempat kumuh sebagai persinggahan sementara bagi para tunawisma maupun gelandangan. (mel)